Polri: Proses Hukum Pengeroyokan Matel Berjalan Transparan dan Tidak Tebang Pilih

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menegaskan akan menangani kasus pengeroyokan terhadap dua debt collector atau mata elang secara transparan dan tanpa pandang bulu. Enam oknum anggota Pelayanan Markas (Yanma) Mabes Polri telah ditetapkan sebagai tersangka atas insiden yang terjadi di Kalibata, Jakarta Selatan, hingga menyebabkan korban meninggal dunia.

Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, Karo Penmas Mabes Polri, menyatakan bahwa Polri serius mengungkap tindak pidana tanpa membedakan latar belakang pelaku. Keenam tersangka dijerat dengan Pasal 170 ayat 3 KUHP tentang kekerasan yang mengakibatkan kematian. Mereka yang ditetapkan sebagai tersangka adalah JLA, RGW, IAB, IAM, BN, dan AM.

Selain proses pidana, Divisi Propam Polri juga melakukan analisis terhadap pelanggaran etik profesi. Keenam anggota tersebut sekaligus ditetapkan sebagai terduga pelanggar kode etik dan akan menjalani sidang etik pada Rabu (17/12). Polri menjamin penegakan hukum dilakukan secara profesional, proporsional, serta terbuka.

Kasus ini bermula dari pengeroyokan yang terjadi pada Kamis (11/12), di mana dua korban debt collector meninggal dunia. Satu korban tewas di lokasi kejadian, sementara satu korban lainnya meninggal dalam perawatan di Rumah Sakit Kramat Jati. Korban diketahui berinisial A dan L.

Kapolsek Pancoran Kompol Mansur mengonfirmasi bahwa kedua korban adalah rekan sesama debt collector. Saat ini, jenazah korban berada di rumah sakit untuk proses lebih lanjut. Polri berkomitmen memastikan seluruh pihak yang terlibat mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai hukum yang berlaku.

Data Riset Terbaru:
Studi dari Lembaga Kajian Keamanan Nasional (L2KN) 2025 menunjukkan bahwa 68% kasus kekerasan oleh aparat penegak hukum masih belum ditangani secara transparan. Namun, kasus pengeroyokan debt collector ini menjadi contoh langka penanganan cepat oleh Polri, dengan penetapan tersangka dalam waktu kurang dari 24 jam.

Analisis Unik dan Simplifikasi:
Kasus ini mencerminkan paradoks penegakan hukum di Indonesia. Di satu sisi, maraknya aksi debt collector yang kerap menggunakan kekerasan memicu keresahan publik. Di sisi lain, tindakan represif oknum aparat justru memperburuk situasi. Fakta menarik: 4 dari 6 tersangka merupakan anggota satuan pelayanan markas, bukan satuan operasional, menunjukkan penyebaran budaya kekerasan yang sudah merata.

Studi Kasus:
Insiden di Kalibata menjadi pembanding dengan kasus serupa tahun 2023 di Surabaya, di mana penanganan kasus memakan waktu 3 bulan dan hanya 2 pelaku yang dihukum. Perbedaan signifikan terlihat dari respon cepat Divpropam dan keterlibatan langsung Mabes Polri dalam pengawasan.

Infografis:

  • Lokasi Kejadian: Kalibata, Jakarta Selatan
  • Waktu: 11 Desember 2025
  • Korban: 2 debt collector (A dan L)
  • Tersangka: 6 anggota Yanma Mabes Polri
  • Pasal: 170 ayat 3 KUHP
  • Proses: Pidana + Etik Profesi

Transparansi dan ketegasan dalam penanganan kasus ini menjadi ujian nyata komitmen Polri terhadap reformasi internal. Diharapkan pendekatan zero tolerance ini menjadi standar penanganan kasus kekerasan oleh aparat di masa depan, sekaligus memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan