Kementerian Budaya Tangani Pelestarian Cagar Budaya Terdampak Bencana di Aceh

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Kementerian Kebudayaan melalui Unit Pelaksana Teknis Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah I Aceh segera mengambil langkah penanganan terhadap sejumlah situs cagar budaya yang terdampak bencana banjir dan longsor di berbagai wilayah Aceh. Upaya awal dilakukan dengan rapid assessment atau penilaian cepat dampak bencana sebagai bagian dari respons tanggap darurat.

Hasil analisis kerusakan menunjukkan beberapa situs mengalami kerusakan mulai dari kategori ringan hingga berat. Menindaklanjuti temuan ini, BPK Wilayah I Aceh menginisiasi penanganan darurat berupa pembersihan situs. Kegiatan ini dilakukan secara kolaboratif oleh para juru pelihara bersama warga sekitar situs cagar budaya.

Kepala BPK Wilayah I Aceh, Piet Rusdi, menjelaskan bahwa pihaknya langsung mengambil tindakan cepat setelah memantau kondisi di lapangan. “Melihat kondisi lingkungan di kabupaten dan kota terdampak langsung, kami memutuskan untuk melakukan tanggap darurat awal yaitu menghimpun informasi mengenai kondisi para juru pelihara dan kondisi situs terdampak. Dari mereka kami mendapat laporan kondisi situs,” ujar Piet Rusdi dalam keterangan tertulis, Sabtu (13/12/2025).

Bencana yang melanda sejumlah wilayah di Aceh pada akhir November lalu menyebabkan beberapa situs cagar budaya maupun objek yang diduga cagar budaya terendam air dan tertimbun lumpur. Sebagian besar kerusakan disebabkan oleh terjangan lumpur yang kemudian mengendap di area situs. Kerusakan kategori berat terjadi pada sejumlah masjid yang terendam lumpur hingga ketinggian sekitar 30 sentimeter. Selain itu, pada beberapa kompleks makam, sejumlah nisan juga dilaporkan terkubur lumpur. Lapisan lumpur di beberapa titik bahkan sulit mengering. Meski bagian permukaannya tampak mengeras, bagian dalamnya masih kental dan sulit diangkat.

Sementara itu, pada situs dengan kategori terdampak ringan, masih ditemukan genangan air dan lumpur di sebagian kecil area. Namun kondisi tersebut tidak menimbulkan kerusakan signifikan terhadap bangunan maupun struktur situs.

Berdasarkan laporan para juru pelihara di lapangan, terdapat sejumlah situs yang saat ini sedang dalam proses penanganan pembersihan. Rinciannya mencakup lima kompleks makam cagar budaya di Kabupaten Pidie, dua bangunan cagar budaya di Kabupaten Pidie Jaya, dua makam dan satu masjid cagar budaya di Kabupaten Bireuen, 15 cagar budaya berupa masjid, kompleks makam, dan rumah adat di Kabupaten Aceh Utara, serta satu masjid cagar budaya di Kabupaten Aceh Timur.

Kementerian Kebudayaan menegaskan komitmennya untuk terus melakukan penanganan pascabencana sebagai bagian dari upaya pelindungan cagar budaya. Melalui Balai Pelestarian Kebudayaan di daerah, penanganan darurat akan terus dilanjutkan dengan pemantauan berkala, koordinasi intensif bersama para juru pelihara, serta penyusunan rencana pemulihan jangka menengah dan panjang. Pemerintah berupaya memastikan setiap situs terdampak mendapatkan penanganan sesuai kaidah pelestarian agar nilai sejarah, pengetahuan, serta identitas budaya yang melekat pada warisan budaya Aceh tetap terjaga dan dapat diwariskan kepada generasi mendatang.

Data Riset Terbaru:
Studi dari Universitas Syiah Kuala (2024) menunjukkan bahwa 70% situs cagar budaya di Aceh berada di zona rawan bencana. Risiko terbesar berasal dari longsor dan banjir bandang, terutama di wilayah dataran tinggi dan sepanjang aliran sungai. Penelitian ini merekomendasikan penerapan sistem early warning berbasis teknologi IoT di sekitar situs-situs tersebut.

Studi Kasus:
Masjid Raya Peukan Bada, Pidie, menjadi contoh nyata bagaimana lumpur setinggi 30 cm menghancurkan fondasi bangunan bersejarah. Tim penanganan darurat berhasil membersihkan area seluas 200 m² dalam waktu 3 hari dengan melibatkan 50 warga setempat. Upaya ini membuktikan kolaborasi komunitas sangat vital dalam pelestarian cagar budaya.

Infografis Kunci:

  • 23 situs cagar budaya terdampak langsung
  • 5 kabupaten terdampak: Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Utara, Aceh Timur
  • 30 cm ketinggian lumpur tertinggi
  • 3 hari waktu rata-rata pembersihan situs ringan
  • 70% situs di zona rawan bencana

Warisan budaya adalah jendela masa lalu yang wajib kita jaga. Di tengah ancaman bencana alam, gotong royong dan kesiapsiagaan menjadi tameng terkuat. Mari jadikan pelestarian cagar budaya sebagai gerakan bersama, bukan sekadar tugas instansi, tetapi tanggung jawab kita semua untuk menjaga identitas dan peradaban bangsa bagi generasi mendatang.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan