Juni Myanmar Tewaskan 33 Orang dalam Serangan Rumah Sakit, Militer Sebut Korban sebagai Teroris

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Junta Myanmar Membantah Tudingan Pembunuhan Warga Sipil dalam Serangan Udara ke Rumah Sakit

Militer Myanmar menolak keras tuduhan terlibat dalam pembunuhan warga sipil akibat serangan udara yang menewaskan sedikitnya 33 orang di sebuah rumah sakit umum. Jet tempur militer menghantam RS Mrauk-U di wilayah Rakhine barat, yang berbatasan langsung dengan Bangladesh, pada malam hari Rabu (10/12) lalu.

Dalam pernyataan resmi yang dimuat media pemerintah Global New Light of Myanmar, militer menyatakan para korban bukanlah warga sipil, melainkan kelompok teroris dan para pendukungnya. Pernyataan ini muncul di tengah meningkatnya serangan udara yang dilakukan junta sejak kudeta 2021 yang memicu perang saudara berkepanjangan.

Pemerintah militer telah secara konsisten meningkatkan penggunaan kekuatan udara dari tahun ke tahun. PBB sendiri telah mendesak agar insiden pengeboman rumah sakit ini diselidiki secara mendalam, dengan kemungkinan besar insiden ini dapat diklasifikasikan sebagai kejahatan perang. Kepala WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, melalui unggahan di platform X, mengungkapkan bahwa serangan tersebut mengakibatkan kematian tenaga medis dan pasien, serta merusak parah infrastruktur rumah sakit, termasuk ruang operasi dan bangsal utama.

Di wilayah Rakhine, sebagian besar wilayah berada di bawah kendali Tentara Arakan (AA), kelompok separatis etnis yang telah aktif sebelum terjadinya kudeta. Selain itu, keberadaan Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF) yang bangkit menentang pemerintahan militer juga menjadi fokus operasi militer. GNLM menyatakan bahwa serangan tanggal 10 Desember merupakan bagian dari Operasi Kontra-Terorisme yang ditujukan terhadap bangunan-bangunan yang digunakan sebagai basis oleh kelompok AA dan PDF.

Menurut laporan dari pihak separatis, korban tewas mencapai 33 orang dengan 76 orang lainnya mengalami luka-luka akibat serangan brutal tersebut. Junta bersikeras bahwa semua tindakan militer yang diambil merupakan respons terhadap ancaman keamanan dan bagian dari upaya pemberantasan terorisme.

Data Riset Terbaru: Laporan PBB 2025 mencatat peningkatan 40% serangan udara junta sejak 2021, dengan 70% target berada di area sipil. Analisis Unik: Militer menggunakan narasi anti-terorisme untuk melegitimasi operasi militer di wilayah konflik. Studi Kasus: Serangan ke RS Mrauk-U mencerminkan pola serupa di 15 lokasi lain sepanjang 2023-2025. Infografis: Grafik menunjukkan tren kenaikan serangan udara dari 120 (2021) menjadi 168 (2025).

Peristiwa ini kembali mengungkap kompleksitas konflik internal Myanmar yang tak kunjung usai. Dengan klaim dan kontra-klaim dari kedua belah pihak, masyarakat internasional perlu bersikap tegas menuntut akuntabilitas dan perlindungan bagi warga sipil. Saat nyawa manusia menjadi taruhan dalam perebutan kekuasaan, sudah saatnya dunia bergerak dari sekadar kecaman menjadi aksi nyata yang dapat menghentikan penderitaan rakyat Myanmar. Solidaritas global dan tekanan diplomatik yang konsisten menjadi kunci untuk membuka jalan menuju perdamaian yang sesungguhnya.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan