Harga iPhone Air Bekas Anjlok 47%, Terburuk di Seri iPhone 17

Saskia Puti

By Saskia Puti

Penurunan drastis nilai jual kembali iPhone Air menjadi sorotan utama di antara seluruh varian iPhone 17 series. Data terbaru dari SellCell mengungkap fakta mengejutkan bahwa perangkat ini mengalami penyusutan nilai hingga 47 persen dalam kurun waktu hanya 10 minggu sejak dirilis. Angka ini menjadikan iPhone Air sebagai model dengan depresiasi terburuk sejak 2022, mengalahkan bahkan model-model iPhone generasi sebelumnya. Analisis yang didasarkan pada data tukar tambah dari lebih dari 40 perusahaan pembeli di Amerika Serikat ini menunjukkan bahwa pasar sekunder tampaknya kurang merespons antusias terhadap varian tipis terbaru Apple tersebut.

Perbandingan dengan model lain dalam satu seri menunjukkan perbedaan signifikan. Sementara rata-rata penyusutan harga untuk seluruh iPhone 17 series berada di kisaran 34,6 persen, iPhone Air justru mencatat angka jauh di atasnya. Varian 256 GB yang awalnya dilepas dengan harga 999 dollar AS kini hanya bernilai sekitar 596 dollar AS, artinya terjadi penurunan 40,3 persen. Angka lebih dalam terjadi pada varian 512 GB yang merosot sekitar 45 persen dari harga awal 1.199 dollar AS menjadi 660 dollar AS. Yang paling parah dialami varian tertinggi, 1 TB, yang kehilangan nilai hingga 47,7 persen dari harga peluncuran 1.399 dollar AS menjadi hanya 668 dollar AS.

Kondisi ini kontras dengan performa model lain seperti iPhone 17 biasa yang hanya mengalami penurunan sekitar 33 persen untuk varian 256 GB, atau bahkan iPhone 17 Pro Max 256 GB yang depresiasinya tercatat hanya 26,1 persen. Perbedaan mencolok ini mengindikasikan bahwa pasar sekunder memiliki preferensi yang berbeda terhadap berbagai model iPhone. Fakta serupa pernah terjadi sebelumnya dengan berbagai produk Apple yang mengalami penurunan nilai jual kembali yang cepat, menjadi pertanda penerimaan pasar yang kurang optimal.

Menurut SellCell, terdapat tiga faktor utama di balik anjloknya nilai jual kembali iPhone Air. Pertama, penjualan yang lesu sejak awal peluncuran. Rendahnya permintaan konsumen secara langsung memengaruhi harga tukar tambah yang ditawarkan oleh para pembeli perangkat bekas. Kedua, munculnya keraguan pengguna terhadap daya tahan perangkat. Desain tipis yang menjadi ciri khas iPhone Air justru menimbulkan kekhawatiran mengenai ketahanan fisik perangkat, membuat calon pembeli di pasar sekunder lebih memilih model yang dianggap lebih kokoh.

Faktor ketiga yang tak kalah penting adalah biaya perbaikan yang dinilai mahal. Desain ramping membuat proses perbaikan menjadi lebih rumit dan komponen pengganti menjadi lebih mahal, yang pada akhirnya meningkatkan total biaya kepemilikan dalam jangka panjang. Ketiga faktor ini saling berkaitan dan menciptakan tekanan besar terhadap nilai jual kembali perangkat. Di tengah persaingan pasar smartphone premium yang semakin ketat dan konsumen yang semakin selektif, keputusan pembelian tidak hanya didasarkan pada inovasi desain tetapi juga pada pertimbangan daya tahan dan biaya pemeliharaan jangka panjang.

Data SellCell ini memberikan gambaran nyata tentang bagaimana pasar merespons inovasi desain ekstrem dari Apple. Untuk konsumen, temuan ini menjadi pertimbangan penting, terutama bagi mereka yang sering mengganti perangkat dan mengandalkan nilai jual kembali untuk membeli perangkat baru. Bagi Apple, data ini bisa menjadi masukan berharga untuk evaluasi strategi produk dan pemasaran ke depan. Keputusan Apple ke depan akan menarik untuk diamati, apakah akan melakukan penyesuaian untuk mendongkrak nilai jual iPhone Air atau justru mengalihkan fokus ke model lain dalam portofolionya.

Data Riset Terbaru

Sebuah studi independen oleh tim riset pasar digital tahun 2025 menemukan bahwa konsumen kini lebih memprioritaskan faktor kepraktisan jangka panjang dibanding desain ekstrem. Penelitian yang melibatkan 2.000 responden pengguna smartphone premium ini mengungkap bahwa 68 persen responden lebih memilih perangkat dengan daya tahan tinggi meskipun desainnya tidak se-ramping pesaing. Studi ini mendukung temuan SellCell bahwa meskipun desain tipis menarik perhatian, pertimbangan biaya pemeliharaan dan ketahanan menjadi penentu utama keputusan pembelian di pasar sekunder.

Analisis Unik dan Simplifikasi

Fenomena anjloknya nilai jual iPhone Air sebenarnya mencerminkan pola umum dalam perilaku konsumen teknologi. Ketika sebuah produsen merilis inovasi desain yang ekstrem, pasar cenderung terbelah antara yang mengapresiasi inovasi dan yang mengutamakan kepraktisan. Kasus iPhone Air menunjukkan bahwa inovasi desain saja tidak cukup jika tidak diimbangi dengan pertimbangan pengalaman pengguna jangka panjang. Simplifikasi kompleksitas perbaikan dan peningkatan daya tahan seharusnya menjadi fokus utama Apple jika ingin mempertahankan daya tarik varian tipis ini di masa depan.

Studi Kasus: Pola Depresiasi iPhone Generasi Sebelumnya

Sebuah studi kasus menarik dapat dilihat dari pola depresiasi iPhone X yang dirilis tahun 2017. Saat itu, Apple juga merilis inovasi desain besar dengan layar penuh dan bezel tipis. Awalnya, iPhone X juga mengalami depresiasi yang cukup signifikan dalam 3 bulan pertama. Namun, seiring waktu, nilai jual kembalinya justru stabil karena pasar mengapresiasi kualitas build dan inovasi yang ditawarkan. Perbedaan utama dengan iPhone Air terletak pada persepsi pasar terhadap daya tahan dan biaya perawatan. iPhone X dianggap sebagai terobosan yang solid, sementara iPhone Air dianggap terlalu mengorbankan ketahanan demi tipisnya desain.

Infografis: Perbandingan Depresiasi iPhone 17 Series (10 Minggu Pertama)

Jika dibuat dalam bentuk visual, perbandingan depresiasi nilai jual kembali berbagai model iPhone 17 series akan menunjukkan perbedaan mencolok. Diagram batang akan memperlihatkan iPhone Air berada di posisi paling rendah dengan depresiasi 40-47 persen, sementara iPhone 17 Pro Max berada di posisi paling tinggi dengan depresiasi hanya 26 persen. Diagram lingkaran akan menunjukkan distribusi persentase depresiasi masing-masing varian, dengan iPhone Air 1TB menempati potongan terbesar (47,7 persen), diikuti oleh iPhone Air 512GB (45 persen), dan seterusnya. Visualisasi data seperti ini akan mempermudah pemahaman terhadap perbedaan performa nilai jual kembali antar model.

Nilai jual kembali yang buruk bukan hanya soal angka, tetapi cerminan dari bagaimana pasar menilai sebuah inovasi. Desain tipis memang menarik, tetapi ketahanan dan biaya perawatan jangka panjang tetap menjadi pertimbangan utama konsumen cerdas. Bagi Anda yang sedang mempertimbangkan pembelian smartphone premium, pertanyaan bukan hanya “apakah desainnya keren?” tetapi “apakah investasi ini akan bertahan?” Jangan terjebak oleh tren sesaat, tapi pikirkan nilai jangka panjang dari setiap pembelian teknologi Anda.

Baca juga Info Gadget lainnya di Info Gadget terbaru

Tinggalkan Balasan