Bappebti Ungkap Peran Vital SRG dalam Tingkatkan Sistem Logistik Nasional

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Kementerian Perdagangan, melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), terus memperkuat efisiensi sistem logistik nasional dengan mengoptimalkan Sistem Resi Gudang (SRG). Kepala Bappebti, Tirta Karma Senjaya, mengungkapkan bahwa SRG mampu menyediakan data stok yang akurat dan real-time melalui platform Information System Warehouse Receipt (ISWARE), yang dikelola oleh Pusat Registrasi SRG. Keberadaan SRG menjadi solusi strategis dalam menyelaraskan manajemen dan pemantauan stok di lapangan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan daya saing Indonesia.

Resi Gudang sendiri merupakan dokumen yang menjadi bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang, diterbitkan oleh pengelola gudang. SRG mencakup proses penerbitan, pengalihan, penjaminan, dan penyelesaian transaksi Resi Gudang. Sistem ini tersebar di berbagai sentra produksi di Indonesia, menjadi pilihan utama bagi petani dan pelaku usaha untuk menunda penjualan saat harga sedang rendah, dan menjual kembali ketika harga mulai membaik.

Selain itu, Resi Gudang juga dapat dijadikan agunan untuk memperoleh pembiayaan dari lembaga keuangan, baik bank maupun non-bank. Hal ini memungkinkan kegiatan produksi terus berjalan tanpa terhambat oleh keterbatasan modal. Tirta menekankan bahwa SRG memiliki peran penting dalam perdagangan komoditas di Indonesia, tidak hanya sebagai alat manajemen stok, tetapi juga sebagai alternatif pembiayaan, efisiensi rantai pasok, serta instrumen pengendalian harga dan persediaan nasional.

Saat ini, komoditas yang dapat disimpan dalam gudang SRG diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Permendag Nomor 33 Tahun 2020. Terdapat 27 komoditas yang termasuk dalam daftar SRG, seperti beras, gabah, jagung, kopi, kakao, lada, karet, rumput laut, rotan, garam, gambir, teh, kopra, timah, bawang merah, ikan, pala, ayam karkas beku, gula kristal putih, kedelai, tembakau, kayu manis, agar, karagenan, mocaf, pinang, dan tapioka.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang SRG sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 9 Tahun 2011, SRG menjadi strategi efektif dalam sistem pembiayaan perdagangan. Melalui SRG, pemberian kredit kepada pelaku usaha dapat difasilitasi dengan agunan berupa inventori atau barang yang disimpan di gudang.

Saat ini, Bappebti telah membangun 123 gudang SRG yang tersebar di 105 kabupaten/kota dalam 25 provinsi di Indonesia. Implementasi ini semakin intensif dengan memanfaatkan gudang-gudang swasta. Hingga November 2025, nilai Resi Gudang telah mencapai Rp1,89 triliun dengan total pembiayaan sebesar Rp928,6 miliar. Komoditas yang paling banyak disimpan di gudang SRG antara lain bawang merah, beras, gabah, gula, ikan, kedelai, kopi, rumput laut, tembakau, dan tapioka.

Sebaran gudang SRG yang luas ini memberikan dampak signifikan sebagai instrumen manajemen stok komoditas nasional. SRG juga berperan sebagai pusat logistik yang mendukung rantai pasok dari tingkat desa, kota/kabupaten, hingga pasar internasional. Plt. Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan SRG dan Pasar Lelang Komoditas, Matheus Hendro Purnomo, menegaskan bahwa SRG merupakan jawaban yang tepat atas tantangan sistem logistik nasional. Dengan visi terwujudnya sistem logistik yang terintegrasi, SRG menjadi instrumen kunci yang menghubungkan gudang-gudang dari wilayah timur hingga barat Indonesia melalui ISWARE, sehingga stok komoditas pangan nasional dan potensi ekspornya dapat terpantau secara akurat.

Namun, penerapan SRG masih menghadapi sejumlah tantangan. Pelaksanaan SRG membutuhkan dukungan dari berbagai lembaga, seperti pengelola gudang, Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) uji mutu, serta lembaga pembiayaan dan asuransi yang belum tersedia di setiap daerah. Selain itu, tingkat pemahaman masyarakat tentang SRG yang masih rendah, kurangnya pengelola gudang SRG yang kompeten, mandiri, dan profesional, serta keterbatasan fasilitas penunjang seperti pengering, RMU, dan sarana angkut menjadi hambatan tersendiri.

Sekretaris Bappebti, Ivan Fithriyanto, menekankan pentingnya dukungan infrastruktur dalam memastikan implementasi SRG yang optimal dan berkelanjutan. Ia menilai bahwa sinergi antara pemerintah pusat dan daerah, serta keterlibatan aktif kelembagaan terkait SRG, menjadi kunci utama dalam optimalisasi sistem ini. Selain itu, baik pemilik komoditas maupun pengelola gudang SRG harus memiliki kepastian jaringan pemasaran, termasuk dengan kehadiran off taker atau stand by buyer.

Ketua Asosiasi Pengelola Gudang SRG Indonesia (SINNERGI), Nana Sukatna, menjelaskan bahwa SRG di Indonesia memberikan manfaat besar bagi petani dan pelaku usaha komoditas. Ia menilai SRG sebagai wujud pemberdayaan ekonomi rakyat yang didukung oleh ekosistem yang lengkap, serta menjadi alternatif skema perdagangan komoditas selain sistem jual beli konvensional. Penguatan literasi kepada masyarakat, termasuk pengelola gudang SRG, harus terus dilakukan. Pengelola gudang perlu memiliki tekad untuk mengembangkan SRG melalui pengelolaan yang profesional dan mandiri. Jenis komoditas yang dapat disimpan di SRG serta kapasitas gudang juga perlu ditingkatkan agar peran dan manfaat SRG di Indonesia semakin optimal.

Data Riset Terbaru 2025 menunjukkan bahwa implementasi SRG telah memberikan kontribusi signifikan terhadap stabilitas harga dan ketersediaan barang di pasar. Studi kasus di sentra produksi bawang merah di Brebes, Jawa Tengah, menunjukkan bahwa petani yang menggunakan SRG mampu meningkatkan pendapatan hingga 20% dibandingkan petani yang tidak menggunakan sistem ini. Infografis terbaru dari Bappebti juga mengungkapkan bahwa 75% pengelola gudang SRG telah menerapkan sistem digital dalam manajemen operasionalnya, yang memungkinkan pemantauan stok secara real-time dan transparan.

Dengan potensi yang besar, optimalisasi SRG menjadi langkah strategis dalam mewujudkan ketahanan pangan dan peningkatan kesejahteraan petani. Dukungan pemerintah daerah, peningkatan kapasitas SDM, serta penguatan infrastruktur pendukung menjadi faktor penentu keberhasilan sistem ini. Mari bersinergi membangun ekosistem perdagangan komoditas yang lebih adil, efisien, dan berkelanjutan untuk masa depan Indonesia yang lebih makmur.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan