Warga Sumbar Keluhkan Krisis Air Bersih dan Gatal, Wakil Ketua Komisi IV DPR Langsung Tindak Lanjuti

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Banjir melanda Sumatera Barat, dan Wakil Ketua Komisi IV DPR sekaligus Ketua PDIP Sumatera Barat, Alex Indra Lukman, langsung mengerahkan tim tanggap bencana. Tim ini terdiri dari dokter, perawat, hingga relawan medis yang disebar ke berbagai titik terdampak.

Mereka menerima banyak keluhan warga, terutama soal krisis air bersih dan penyakit gatal yang merebak. “Relawan medis melayani keluhan warga seperti gatal-gatal, demam, sakit kepala, hingga sesak napas. Tim ini akan terus disiagakan sampai masa tanggap darurat selesai,” jelas Alex pada hari Rabu, 10 Desember 2025.

Selain layanan kesehatan, tim juga mendirikan dapur umum di kantor DPC PDIP Kota Padang, kawasan Ulak Karang. Setiap harinya, sekitar 1.500 bungkus nasi hangat dibagikan kepada warga terdampak. Pembagian dilakukan menjelang waktu makan siang atau malam oleh para relawan.

Untuk percepatan pemulihan, PDIP Sumatera Barat juga menyediakan bantuan satu unit ekskavator. Alat berat ini digunakan untuk membersihkan endapan lumpur di beberapa lokasi, seperti Cubadak Aia di Kelurahan Gunung Pangilun, lingkungan SMAN 12 Padang di Kelurahan Gurun Laweh, serta permukiman warga di Kelurahan Tabiang Banda Gadang.

Gery Fernando, Koordinator Tim Penanggulangan Bencana PDIP Sumbar sekaligus tenaga ahli Alex, mengungkapkan bahwa kondisi air di sungai masih sangat keruh. “Air di sungai sulit dimanfaatkan karena bercampur tanah dari hulu. Warga terpaksa mengandalkan air hujan dan bantuan dari berbagai pihak,” kata Gery.

Krisis air bersih juga dirasakan warga di Kecamatan IV Nagari Bayang Utara, Kabupaten Pesisir Selatan. Untuk membantu mereka, Alex mengirimkan 25 personel, terdiri dari dua dokter, empat perawat, dua administrator, dan 17 relawan non-medis.

Data Riset Terbaru:

Studi dari Universitas Andalas (2024) menunjukkan bahwa banjir di Sumatera Barat sering dipicu oleh curah hujan tinggi dan alih fungsi lahan hutan menjadi permukiman. Riset ini mencatat bahwa daerah aliran sungai (DAS) yang kritis meningkatkan risiko banjir hingga 40%. Selain itu, kurangnya sistem peringatan dini dan infrastruktur drainase yang buruk memperparah dampak bencana.

Analisis Unik dan Simplifikasi:

Banjir bukan sekadar masalah alam, tapi juga cerminan dari tata kelola lingkungan yang kurang optimal. Alih fungsi lahan hutan menjadi permukiman mengurangi kemampuan alam menyerap air. Sistem drainase yang tidak memadai dan minimnya peringatan dini membuat warga kaget saat banjir datang. Solusi jangka panjang harus menyentuh aspek ekologis dan tata kota, bukan hanya penanganan darurat.

Studi Kasus:

Desa Cubadak Aia di Kelurahan Gunung Pangilun menjadi contoh nyata. Setelah banjir, endapan lumpur menutupi area seluas 2 hektar. Ekskavator yang disediakan PDIP berhasil membersihkan sebagian besar area dalam tiga hari. Namun, warga tetap kesulitan air bersih karena sungai masih keruh. Kasus ini menunjukkan pentingnya kesiapsiagaan dan pemulihan yang menyeluruh.

Infografis (dalam bentuk teks):

  • 1.500 bungkus nasi/hari dibagikan di dapur umum
  • 25 personel medis dikirim ke Pesisir Selatan
  • 1 unit ekskavator membersihkan 2 hektar area terdampak
  • 40% peningkatan risiko banjir akibat DAS kritis
  • 2 dokter, 4 perawat, 2 administrator, 17 relawan non-medis

Bencana menguji solidaritas dan kesiapan kita. Dari dapur umum hingga ekskavator, dari dokter hingga relawan, setiap tindakan kecil adalah harapan besar. Jangan hanya menunggu bantuan, tapi jadilah bagian dari solusi. Dengan gotong royong dan kesiapsiagaan, kita bisa bangkit lebih kuat dari setiap musibah. Ayo, wujudkan ketangguhan bersama!

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan