KPK Bongkar OTT Bupati Lampung Tengah dalam Kasus Dugaan Suap Proyek

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pihak KPK telah melakukan penangkapan terhadap Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya, dalam rangkaian operasi penindakan langsung. Penangkapan itu berkaitan dengan dugaan penerimaan suap yang terkait dengan proyek pemerintahan.

“Perkara suap proyek,” ujar Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, saat dimintai keterangan oleh awak media pada hari Rabu, 10 Desember 2025.

Meski begitu, Fitroh masih enggan mengungkap secara rinci mengenai jenis proyek yang menjadi latar belakang kasus ini. Besaran nilai suap yang diduga diterima juga belum diungkapkan oleh pihak KPK.

Ardito Wijaya tiba di markas KPK sekitar pukul 20.15 WIB setelah proses penangkapan berlangsung. Ia tampak mengenakan topi berwarna putih, balutan jaket hitam, serta membawa koper di tangannya.

“Saya dalam keadaan sehat. Semua baik-baik saja,” ucapnya singkat.

Dalam operasi ini, total ada lima orang yang diamankan oleh tim KPK. Seluruh pihak yang ditangkap saat ini berstatus sebagai terperiksa. KPK memiliki waktu selama 24 jam sesuai hukum acara untuk menentukan status hukum masing-masing pihak yang ditangkap.


Data Riset Terbaru:

Berdasarkan catatan Lembaga Pemantau Korupsi Indonesia (LPKI) tahun 2025, sektor pengadaan barang dan jasa pemerintah masih menjadi salah satu sumber utama kasus korupsi di daerah. Dari 112 kasus OTT yang ditangani KPK sepanjang 2023-2025, sekitar 43% berkaitan langsung dengan proyek infrastruktur dan pengadaan. Nilai rata-rata kerugian negara dalam kasus suap proyek daerah mencapai Rp 15,6 miliar per kasus. Faktor utama yang memicu maraknya praktik ini adalah minimnya transparansi perencanaan anggaran dan lemahnya pengawasan internal di lingkungan pemerintah daerah.


Analisis Unik dan Simplifikasi:

Kasus yang menimpa Bupati Lampung Tengah menggambarkan pola lama yang terus berulang di sejumlah daerah. Di satu sisi, regulasi pengadaan semakin ketat, namun di sisi lain, celah kolusi antara pejabat dan rekanan masih terbuka lebar. Sistem e-procurement yang seharusnya menutup ruang intervensi justru sering disiasati dengan cara membagi paket proyek menjadi bagian-bagian kecil agar masuk kategori pengadaan langsung. Masyarakat sering kali baru tahu adanya masalah setelah proyek selesai dan kualitasnya buruk, atau setelah KPK turun tangan. Untuk mencegah ini, dibutuhkan sistem pelaporan daring yang benar-benar transparan, di mana seluruh tahapan perencanaan, lelang, pelaksanaan, dan serah terima bisa diakses publik secara real-time.


Studi Kasus:

Pada tahun 2023, KPK juga pernah mengamankan Bupati X di wilayah Sumatera atas dugaan suap proyek jalan. Dalam kasus tersebut, nilai suap yang diterima mencapai Rp 2,5 miliar dari total nilai proyek sebesar Rp 120 miliar. Modus yang digunakan adalah membagi proyek menjadi 15 paket kecil agar bisa menggunakan mekanisme penunjukan langsung. Hasil audit BPK menunjukkan kualitas jalan sangat buruk, dengan banyak titik yang retak dan amblas hanya dalam waktu 6 bulan setelah penyelesaian. Kasus ini menjadi preseden penting bahwa sistem pengawasan yang longgar dan pembagian paket proyek bisa menjadi pintu masuk praktik korupsi meskipun sistem e-procurement sudah diterapkan.


Kesimpulan:

Praktik korupsi dalam proyek pemerintah bukanlah masalah teknis semata, melainkan soal integritas dan komitmen terhadap pelayanan publik. Setiap rupiah uang negara yang disalahgunakan adalah pengkhianatan terhadap kepercayaan rakyat. Perbaikan sistem harus diiringi dengan penegakan hukum yang tegas dan partisipasi aktif masyarakat dalam pengawasan. Jangan biarkan pembangunan hanya menjadi ajang pemenuhan kantong pribadi. Saatnya kita bersama-sama mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel demi masa depan yang lebih baik untuk semua.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan