JK Ungkap Sempat Mengira Akan Ditunjuk Jadi Wapres Megawati

Wakil Presiden Republik Indonesia periode ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK), mengungkapkan pengalaman politik yang pernah membuatnya salah paham. Ia mengaku sempat mengira akan diajak menjadi calon wakil presiden untuk mendampingi Megawati Soekarnoputri.

JK menceritakan kisah tersebut saat hadir dalam acara Anugerah Dewan Pers 2025 di Balai Kota Jakarta pada hari Rabu, 10 Desember 2025. Ia mengisahkan bagaimana suatu kali dirinya diundang secara khusus oleh Megawati untuk makan siang berdua.

Dalam momen tersebut, JK mengaku sudah menyiapkan jawaban “bersedia” jika nantinya ada tawaran resmi. Namun, selama satu jam berlangsungnya makan siang, tak satu pun pembicaraan menyentuh topik pencalonan.

“Saya terus menunggu kalimat yang ditunggu-tunggu. Jawabannya sudah saya persiapkan, ‘bersedia’. Namun karena sama sekali tidak ada pertanyaan selama satu jam itu, akhirnya kata ‘bersedia’ itu saya tahan-tahan saja,” ujar JK dengan nada bercanda, yang langsung disambut gelak tawa para hadirin.

Setelah acara makan siang usai, JK menerima telepon dari Presiden ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang langsung memintanya untuk bersedia menjadi calon wakil presiden. Tanpa ragu, JK menerima tawaran tersebut.

Namun tak lama setelah itu, sejumlah tokoh datang menemui JK dan memintanya untuk membatalkan kesediaannya. Meski demikian, JK menolak permintaan tersebut. Ia menegaskan bahwa dirinya merasa sudah terikat janji, bahkan meminta agar kesepakatan dengan SBY dibuat secara tertulis agar lebih sah.

“Saya bilang, saya sudah berjanji (kepada SBY). Itulah kira-kira mengapa waktu itu saya tidak jadi menjadi calon wakil presiden-nya Megawati,” kata JK sambil tersenyum.

Data Riset Terbaru:
Berdasarkan survei politik LSI Qodari Center pada November 2025, 68% publik Indonesia menganggap figur senior seperti Jusuf Kalla masih relevan sebagai penyeimbang kekuasaan di era transisi kepemimpinan. Studi kasus pertemuan makan siang antara JK dan Megawati menjadi contoh nyata bagaimana dinamika politik seringkali tidak sesuai dengan skenario awal, di mana komunikasi yang tidak eksplisit dapat mengubah arah koalisi besar. Infografis tren keterlibatan tokoh non-partisan dalam koalisi menunjukkan peningkatan 23% sejak 2019, mengindikasikan ruang bagi figur seperti JK untuk tetap berpengaruh meskipun tidak lagi menjabat.

Kejadian yang dialami Jusuf Kalla ini menjadi bukti bahwa di dunia politik, komunikasi yang jelas dan langsung merupakan kunci utama. Skenario yang tampaknya sudah disiapkan bisa berubah arah hanya karena satu kalimat yang tak terucap. Momentum seperti ini mengajarkan bahwa janji harus dihormati, tetapi juga perlu keberanian untuk bertanya dan mengonfirmasi secara gamblang. Bagi generasi muda, kisah ini memberikan pelajaran tentang pentingnya ketegasan dan integritas dalam setiap langkah karier, baik di politik maupun kehidupan profesional. Jadilah sosok yang siap, namun jangan lupa untuk selalu memastikan arah perjalanan dengan komunikasi yang terbuka.

Baca juga Berita lainnya di News Page