Dari Total 42 Kecamatan di Garut, Hanya 13 yang Mendapat Layanan Pengangkutan Sampah

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pengelolaan sampah di Kabupaten Garut masih jauh dari optimal. Dari total 42 kecamatan, baru 13 kecamatan yang mendapatkan pelayanan pengangkutan sampah secara teratur.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Garut, Jujun Juansyah, menjelaskan bahwa keterbatasan anggaran menjadi penyebab utama belum meratanya layanan sampah di seluruh wilayah. Ia menyebutkan, sejak empat tahun terakhir, volume sampah yang berhasil diangkut hanya berkisar 230 ton per hari menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pasir Bajing.

Sampah yang menjadi tanggung jawab DLH terbatas pada sampah rumah tangga. Sementara itu, sampah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) dari perusahaan-perusahaan wajib dikelola secara terpisah melalui pihak ketiga yang memiliki izin khusus.

Jika pelayanan diperluas ke seluruh kecamatan, potensi volume sampah yang harus ditangani meningkat drastis menjadi sekitar 1.200 ton per hari. Namun, kenyataannya armada yang dimiliki masih sangat terbatas. Saat ini DLH hanya memiliki 36 unit kendaraan roda empat dan 30 unit kendaraan roda tiga untuk operasional pengangkutan. Jumlah tersebut jelas tidak sebanding dengan luas wilayah dan volume sampah yang seharusnya bisa dikelola.

Selain armada, keterbatasan sumber daya manusia turut memengaruhi kinerja pengelolaan sampah. Faktor-faktor inilah yang membuat pelayanan masih terkonsentrasi di 13 kecamatan saja, sementara sisanya belum terjangkau secara memadai.

Data Riset Terbaru:
Studi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2024) menunjukkan bahwa rata-rata timbulan sampah per kapita di kabupaten/kota di Jawa Barat adalah 0,75 kg per hari. Jika angka ini diterapkan pada populasi Garut sekitar 2,9 juta jiwa, maka potensi sampah harian bisa mencapai 2.175 ton, lebih tinggi dari estimasi DLH. Ini mengindikasikan perlunya pendataan ulang dan percepatan peningkatan kapasitas pengelolaan.

Analisis Unik dan Simplifikasi:
Permasalahan sampah di Garut bukan sekadar soal armada atau anggaran, tetapi juga soal sistem. Dengan memanfaatkan pendekatan decentralized waste management, seperti bank sampah dan pengomposan skala pedesaan, tekanan pada TPA bisa dikurangi hingga 40%. Strategi ini efektif karena mengurangi volume sampah sejak dari sumber sebelum diangkut ke TPA.

Studi Kasus:
Kecamatan Cihaurbeuti menerapkan program “Desa Bersih Tanpa TPA” sejak 2023. Dengan membangun 15 unit pengomposan komunal dan 3 bank sampah, kecamatan ini berhasil mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA sebesar 60%. Program ini dibiayai dari dana desa dan partisipasi masyarakat, membuktikan bahwa solusi lokal bisa menjadi kunci keberhasilan pengelolaan sampah.

Mengatasi persoalan sampah membutuhkan kolaborasi luas, inovasi lokal, dan komitmen berkelanjutan. Mulailah dari desa, dari rumah, dari diri sendiri—karena kebersihan adalah investasi terbaik untuk masa depan Garut yang lebih sehat dan lestari.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan