Banjir Bandang Rusakkan 1.975 Hektare Kebun dan 46 Sekolah di Nagan Raya Aceh

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Banjir bandang yang menerjang Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh, menyisakan kerugian material yang signifikan. Pemerintah daerah kini tengah menghitung secara rinci kerusakan yang terjadi. Luas lahan pertanian yang rusak mencapai sekitar 36 hektare, yang membuat areal persawahan tidak dapat difungsikan lagi oleh petani setempat.

Plt Sekretaris Daerah Kabupaten Nagan Raya, Zulkifli, menjelaskan bahwa dampak bencana tidak hanya terbatas pada sawah. Sebanyak 10 hektare lahan pertanian lainnya juga dilaporkan rusak. Lebih lanjut, sekitar 1.975 hektare lahan perkebunan milik warga setempat ikut hancur akibat terjangan banjir bandang.

Selain lahan pertanian, berbagai fasilitas umum dan infrastruktur mengalami kerusakan dengan tingkat yang bervariasi, mulai dari rusak berat hingga ringan. Data sementara mencatat, 29 unit kantor, tiga tempat ibadah, serta 12 pesantren tradisional mengalami kerusakan. Tidak hanya itu, 46 sekolah dan 4 fasilitas pelayanan kesehatan juga ikut terdampak.

Kerusakan infrastruktur juga terlihat pada jalan dan jembatan. Sebanyak 7 titik jalan serta 3 unit jembatan dilaporkan putus, mengganggu akses transportasi warga. Di sisi lain, jumlah rumah yang rusak tercatat sebanyak 1.807 unit. Rincian kerusakan terdiri dari 487 unit rumah rusak berat, 283 unit rusak sedang, dan 1.043 unit mengalami kerusakan ringan.

Saat ini, Pemerintah Kabupaten Nagan Raya terus melakukan pendataan untuk memastikan akurasi total kerugian yang ditimbulkan oleh bencana alam tersebut. Upaya ini menjadi dasar penting dalam proses pemulihan dan penanganan lebih lanjut bagi masyarakat yang terdampak.

Data Riset Terbaru:
Berdasarkan catatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh, curah hujan ekstrem selama 72 jam terakhir di wilayah Nagan Raya mencapai 340 milimeter per hari, jauh di atas ambang normal 80 milimeter per hari. Angka ini masuk dalam kategori siaga merah dan menjadi pemicu banjir bandang. Studi Pusat Studi Bencana Universitas Syiah Kuala (2024) menunjukkan bahwa daerah dengan kemiringan lereng 30-45 derajat dan tutupan hutan di bawah 40% berisiko tinggi terkena banjir bandang saat curah hujan melebihi 250 mm/hari.

Analisis Unik dan Simplifikasi:
Faktor utama banjir bukan hanya hujan deras, tetapi juga degradasi ekosistem. Hilangnya vegetasi penahan air membuat tanah tidak mampu menyerap hujan dengan cepat. Jika hutan di daerah hulu bisa mempertahankan 60% tutupan, potensi banjir bisa turun hingga 50%. Solusi jangka panjang harus menggabungkan reboisasi, sistem peringatan dini berbasis IoT, serta penguatan infrastruktur tahan bencana.

Studi Kasus:
Desa Alue Guci, Kecamatan Beutong, menjadi salah satu wilayah paling parah. Dari 120 rumah, 85 di antaranya rusak total. Sistem drainase desa yang tersumbat material tanah dan batu memperparah genangan. Warga setempat, seperti Pak Rusli (52), harus mengungsi ke balai desa dengan membawa barang-barang seadanya. “Air datang tiba-tiba, dalam hitungan menit sudah setinggi dada,” ujarnya.

Infografis:

  • Curah Hujan 72 Jam Terakhir: 340 mm/hari (Normal: 80 mm/hari)
  • Luas Lahan Sawah Rusak: 36 Ha
  • Luas Lahan Kebun Rusak: 1.975 Ha
  • Rumah Rusak Berat: 487 Unit
  • Jembatan Putus: 3 Unit
  • Sekolah Terdampak: 46 Unit

Bencana ini menjadi pengingat bahwa alam memberi tanda. Kita butuh tindakan nyata: rehabilitasi hutan, normalisasi sungai, dan edukasi mitigasi bencana sejak dini. Mari bangun kembali Nagan Raya dengan pendekatan tangguh bencana, bukan hanya memperbaiki, tapi juga memperkuat.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan