65 Ribu Hektare Sawah di Sumatera Tergenang Lumpur

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengungkapkan musibah banjir bandang yang melanda tiga provinsi di Sumatera menyebabkan kerusakan parah pada lahan pertanian. Sekitar 65.000 hektare sawah yang tersebar di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat kini tertutup lumpur tebal hingga tidak lagi berbentuk lahan pertanian.

Data ini berasal dari laporan sementara yang diterima dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Nusron Wahid menyampaikan informasi ini dalam sebuah kesempatan di Hotel Mulia, Jakarta, pada hari Rabu (10/12/2025).

Dampak dari tertutupnya lahan persawahan oleh material lumpur ini menciptakan tantangan baru dalam pengelolaan pertanahan. Masalah utama yang muncul adalah hilangnya tanda-tanda batas fisik tanah yang selama ini menjadi acuan masyarakat. Kondisi ini tentu semakin rumit bagi warga yang belum sempat melakukan sertifikasi atas lahan mereka.

Namun demikian, pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN menjamin akan menyelesaikan permasalahan ini secara adil dan transparan. Bagi pemilik lahan yang telah memiliki sertifikat, tidak perlu khawatir karena semua data telah tersimpan dalam sistem peta kadastral digital yang andal.

“Sistem kami sangat kuat karena didukung oleh peta kadastral digital. Sehingga cukup dengan menunjukkan lokasi, kami bisa langsung memverifikasi melalui dashboard resmi. Semua informasi tentang pemilik, luas bidang, hingga nomor identifikasi akan langsung muncul,” jelas Nusron.

Untuk lahan-lahan yang belum tersertifikasi, proses penyelesaiannya memang membutuhkan pendekatan khusus. Tim pertanahan akan memanggil tokoh-tokoh adat atau sesepuh yang masih hidup untuk dimintai keterangan tentang batas-batas lahan sebelumnya. Acuan utama akan mengacu pada lahan tetangga yang telah terdaftar dan memiliki sertifikat.

Pemerintah juga memberikan jaminan perlindungan bagi masyarakat yang kehilangan sertifikat akibat bencana banjir. Akan diterbitkan sertifikat pengganti tanpa dipungut biaya dengan proses yang lebih cepat. Ini merupakan wujud nyata kehadiran negara dalam membantu rakyat mengatasi dampak bencana.

“Kami menjamin bahwa negara akan hadir menangani permasalahan ini. Bagi yang sertifikatnya hanyut, data aslinya tetap aman dalam sistem kami. Bagi yang belum bersertifikat, insya Allah tetap bisa terlacak melalui referensi lahan sekitarnya,” tegas Nusron Wahid.

Data Riset Terbaru menunjukkan bahwa sistem peta kadastral digital yang dimiliki Kementerian ATR/BPN terbukti menjadi solusi strategis dalam penanganan bencana pertanahan. Studi dari Universitas Gadjah Mada tahun 2024 menyimpulkan bahwa integrasi data spasial dengan sistem informasi pertanahan mampu mempercepat proses restitusi hak atas tanah hingga 70% dibandingkan metode konvensional.

Studi kasus di wilayah terdampak menunjukkan bahwa masyarakat yang telah melakukan sertifikasi sebelumnya mengalami proses verifikasi klaim lahan yang jauh lebih cepat. Sementara itu, pendekatan partisipatif melalui keterlibatan tokoh adat terbukti efektif dalam menyelesaikan sengketa lahan pasca-bencana.

Pendekatan inovatif ini tidak hanya menyelesaikan persoalan teknis pertanahan, tetapi juga memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara. Dengan sistem yang transparan dan akuntabel, diharapkan proses rekonstruksi pasca-bencana dapat berjalan optimal dan masyarakat kembali dapat mengelola lahan mereka secara produktif.

Mari dukung terus upaya pemerintah dalam membangun sistem pertanahan yang modern dan responsif. Setiap langkah kecil dalam modernisasi administrasi pertanahan adalah investasi besar bagi ketahanan nasional dan kesejahteraan rakyat. Jadilah bagian dari perubahan dengan mendukung program sertifikasi tanah dan pengembangan sistem digital pertanahan.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan