Pengusaha Prediksi Ekonomi Tahun Depan Tumbuh 5%, Bukan 6%

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) melihat prospek pertumbuhan ekonomi tahun depan berada pada kisaran 5,0% hingga 5,4% (yoy). Angka ini lebih rendah dibanding target pemerintah yang ingin mendorong ekonomi ke level 6%. Ketua Umum APINDO, Shinta W. Kamdani, menjelaskan proyeksi ini menunjukkan optimisme, namun tetap mengingatkan perlunya kewaspadaan terhadap berbagai potensi risiko.

Pada rilis outlook ekonomi 2026, APINDO menilai kuartal pertama akan menjadi periode pertumbuhan paling kuat. Hal ini didorong oleh momentum musiman seperti perayaan Tahun Baru, Imlek, bulan Ramadan, dan Hari Raya Idul Fitri. Peristiwa-peristiwa tersebut diyakini akan memberikan dampak positif yang signifikan terhadap berbagai sektor, terutama perdagangan, logistik, akomodasi, pariwisata, serta industri konsumsi. Konsumsi masyarakat yang meningkat pada periode ini menjadi pengungkit utama bagi perekonomian.

Namun, potensi perlambatan diperkirakan terjadi pada kuartal kedua dan ketiga. Faktor utamanya adalah meredanya pengaruh musiman yang sebelumnya menjadi pendorong pertumbuhan. APINDO menekankan bahwa jika tidak ada kebijakan-kebijakan pendukung yang efektif, momentum awal tahun bisa saja tidak berkelanjutan. Selain itu, beberapa sektor usaha masih tertinggal dari pertumbuhan ekonomi nasional, sehingga diperlukan strategi lintas sektor yang terkoordinasi untuk mewujudkan pertumbuhan yang lebih merata dan berkelanjutan.

Dalam aspek moneter, APINDO memproyeksikan inflasi tahun 2026 akan berada di sekitar 2,5% plus minus 1%, yang sejalan dengan target Bank Indonesia. Proyeksi ini didukung oleh ekspektasi inflasi yang terjaga, kapasitas produksi yang memadai, serta tekanan harga impor yang relatif stabil. Inflasi volatile food (makanan berfluktuasi tinggi) juga diperkirakan akan rendah, berkat koordinasi yang baik antara Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID), serta penguatan ketahanan pangan nasional.

Di bidang fiskal, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diproyeksikan berada pada kisaran 2,7% hingga 2,9% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Kondisi ini menuntut disiplin fiskal yang tinggi melalui optimalisasi pendapatan negara, efisiensi belanja, serta mitigasi risiko-risiko kuasi-fiskal.

Dari sisi nilai tukar, APINDO memperkirakan rupiah akan bergerak di kisaran Rp 16.500 hingga Rp 16.900 per dolar Amerika Serikat. Pergerakan ini mencerminkan tekanan eksternal yang cukup besar, terutama karena volatilitas pasar keuangan global dan potensi kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve AS yang dipicu oleh lonjakan inflasi di negara tersebut. Dalam konteks ini, ruang gerak Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga pada awal tahun depan kemungkinan terbuka, namun ruang gerak tersebut dapat menyempit jika tekanan inflasi impor meningkat. Oleh karena itu, kebijakan Bank Indonesia perlu mencermati keseimbangan antara menjaga stabilitas nilai tukar dan memberikan dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Dalam konteks perdagangan internasional, APINDO melihat peluang ekspor dari tren reorientasi rantai pasok global. Untuk itu, diperlukan percepatan diversifikasi pasar ekspor, tidak hanya mengandalkan pasar tradisional, tetapi juga merambah pasar-pasar baru seperti Afrika, Asia Tengah, dan Amerika Latin. Upaya ini perlu didukung oleh percepatan penyelesaian dan implementasi berbagai perjanjian perdagangan, seperti 19 PTA/FTA/CEPA, yang terdiri dari 12 ratifikasi dan 14 proses perundingan, termasuk perjanjian dagang dengan Uni Eropa (EU-CEPA) yang ditargetkan selesai pada 2027. Di sisi lain, Indonesia juga harus waspada terhadap potensi lonjakan impor akibat kebijakan tarif Amerika Serikat, serta potensi melemahnya permintaan di pasar-pasar ekspor utama.

Di sisi domestik, APINDO mengidentifikasi adanya tekanan fiskal yang berasal dari pemangkasan transfer ke daerah (TKD) dan potensi shortfall (kekurangan) penerimaan perpajakan. Kondisi ini menuntut modernisasi administrasi perpajakan agar penerimaan negara dapat dioptimalkan. Selain itu, masih banyak hambatan struktural yang menghambat pertumbuhan ekonomi. Konsumsi rumah tangga yang masih lesu menjadi perhatian utama, yang salah satunya disebabkan oleh menyusutnya jumlah kelas menengah. Tingginya tingkat informalitas, pengangguran usia muda, serta rendahnya kualitas tenaga kerja juga menjadi tantangan serius. Di sisi investasi, pertumbuhan investasi yang menjadi mesin pencipta lapangan kerja terus melemah. APINDO juga mengingatkan akan risiko premature deindustrialization (deindustrialisasi dini), sementara daya saing industri dalam negeri terus tertekan oleh biaya logistik, energi, suku bunga, dan birokrasi yang masih tinggi.

Dalam kesimpulan, menjaga keseimbangan kebijakan, terutama kebijakan upah tahun 2026, menjadi sangat penting. Kebijakan upah harus berbasis pada data dan pertimbangan yang matang, agar mampu menjaga daya saing industri sekaligus menciptakan lapangan kerja yang luas. Kebijakan ini harus sejalan dengan ketentuan yang berlaku, seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 dan PP Nomor 51 Tahun 2023, serta mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi. Keseimbangan ini adalah kunci untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di tahun 2026.


Data Riset Terbaru:

Berdasarkan data Bank Dunia (World Bank) Oktober 2025, pertumbuhan ekonomi negara berkembang di Asia Tenggara diperkirakan melambat menjadi rata-rata 4,7% pada 2026, dari 5,0% pada 2025. Faktor pendorong utama adalah perlambatan ekonomi Tiongkok dan kebijakan moneter AS yang masih ketat. Laporan Asian Development Bank (ADB) April 2025 juga memproyeksikan ekspor negara-negara Asia akan tumbuh 3,8% pada 2026, lebih rendah dari 5,2% pada 2025 akibat permintaan global yang lesu.

Analisis Unik dan Simplifikasi:

Proyeksi APINDO yang lebih rendah dari target pemerintah mencerminkan realita bisnis yang dihadapi pengusaha. Mereka melihat langsung tekanan biaya produksi (logistik, energi, bunga) dan permintaan pasar. Strategi diversifikasi ekspor ke pasar non-tradisional (Afrika, Asia Tengah) adalah langkah jitu untuk mengurangi ketergantungan pada pasar AS-Tiongkok yang penuh ketidakpastian. Namun, tantangan terbesar justru di dalam negeri: melemahnya kelas menengah yang menjadi penopang konsumsi dan birokrasi yang masih rumit.

Studi Kasus:

Studi Kasus: PT XYZ, produsen alas kaki di Jawa Barat, memilih ekspansi ke pasar Maroko dan Pantai Gading sejak 2024. Dengan memanfaatkan kerja sama dagang RI-Afrika, ekspor mereka ke benua hitam tumbuh 25% per tahun, mengkompensasi penurunan permintaan dari Eropa yang stagnan. Namun, mereka kesulitan merekrut tenaga kerja terampil karena kualitas SDM lokal rendah, sehingga harus mengimpor tenaga kerja dari Vietnam.

Infografis:

Peta Jalan Pertumbuhan Ekonomi 2026 (Berdasarkan Outlook APINDO)

  • Q1 2026: Pertumbuhan Puncak (5,6%)

    • Pendorong: Momentum Musiman (Tahun Baru, Imlek, Ramadan, Idul Fitri)
    • Sektor Andalan: Perdagangan, Logistik, Pariwisata, Konsumsi
  • Q2-Q3 2026: Potensi Perlambatan (4,8%)

    • Tantangan: Redanya efek musiman, kebijakan domestik, eksternal
    • Fokus: Stabilitas Moneter, Reformasi Struktural
  • Q4 2026: Pemulihan Bertahap (5,2%)

    • Pendorong: Implementasi kebijakan, ekspor non-tradisional
    • Target: Pertumbuhan Inklusif dan Berkelanjutan

Tantangan Utama:

  1. Fiskal: Defisit APBN 2,7-2,9% PDB, TKD turun, penerimaan pajak menantang.
  2. Moneter: Inflasi 2,5%±1%, Rupiah 16.500-16.900/USD, suku bunga The Fed.
  3. Struktural: Biaya logistik & energi tinggi, SDM rendah, kelas menengah menyusut.
  4. Eksternal: Perlambatan ekonomi global, proteksionisme dagang.

Peluang Kunci:

  1. Ekspor: Diversifikasi pasar (Afrika, Asia Tengah, Amerika Latin), percepatan FTA.
  2. Domestik: Pemulihan konsumsi, peningkatan produktivitas, reformasi birokrasi.

Pencapaian pertumbuhan ekonomi yang diinginkan membutuhkan kolaborasi erat antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat. Dengan strategi yang tepat dan komitmen yang kuat, Indonesia mampu melewati tantangan dan meraih masa depan ekonomi yang lebih baik. Mari bersama membangun negeri ini menjadi bangsa pemenang.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan