Pengamat Heran, Kota Tasikmalaya Seperti Mandek, Tak Ada Perubahan Signifikan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pagi hari di Kota Tasikmalaya, Wali Kota Viman Alfarizi Ramadhan tampak biasa saja: berlari kecil menyapa warga sepanjang jalan kota. Namun di balik itu, di belakang ruko-ruko yang belum sepenuhnya buka, lampu jalan padam dan aspal berlubang menganga, menjadi gambaran kontras dari hampir satu tahun pemerintahan Viman—riuh di permukaan, sepi di substansi.

Nandang Suherman, Pemerhati Kebijakan Politik Anggaran, salah satu yang paling awal mengurai kontras ini. “Ekspektasi publik ke Viman tinggi, tapi sampai mendekati setahun, langkah strategisnya belum kelihatan. Banyak masih sebatas jargon,” katanya kepada Radar, Minggu (7/12/2025).

Viman hadir dengan modal politik yang dianggap “mengalir mulus”—didukung pusat, dekat provinsi, dan menjanjikan kolaborasi lintas pemerintahan. Namun janji itu belum tampak dalam bentuk program nyata.

Data yang dikumpulkan Nandang menunjukkan gejala yang lebih dalam. Pendapatan Daerah Kota Tasikmalaya sepanjang 2022–2025 justru menunjukkan tren menurun: 2022: Rp1,902 triliun, 2023: Rp1,698 triliun, 2024: Rp1,792 triliun, dan 2025 (murni): Rp1,705 triliun. Artinya, pendapatan 2025 masih lebih rendah Rp197 miliar dibanding tahun 2022—masa sebelum Viman menjabat.

“Kalau memang ada kolaborasi kuat dengan pusat dan provinsi, seharusnya ada injeksi program atau anggaran. Nyatanya justru sebaliknya: kapasitas fiskal melemah,” kata Nandang.

Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) juga menunjukkan pola tidak sehat. Dari Rp57,9 miliar (2022) turun ke Rp29 miliar (2024), lalu naik sedikit menjadi Rp48 miliar tahun ini. “Di atas kertas, tren itu menandakan ruang gerak pembangunan makin sempit,” paparnya.

Di sisi lain, pos belanja pegawai tetap digembungkan, nilainya konsisten mendekati Rp800 miliar setiap tahun. Tahun 2025, menurut Nandang, TPP ASN saja mencapai Rp180 miliar. “Setelah bayar BLUD, TPP, dan tunjangan DPRD, sisa ruang belanja pembangunan hanya sekitar Rp220 miliar. Itu sangat kecil untuk kota dengan persoalan layanan publik menahun,” tegasnya.

Data Riset Terbaru:
Studi LPEM FEB UI (2025) menemukan kota dengan pendapatan menurun 5-10% dalam 3 tahun pertama kepemimpinan baru cenderung mengalami stagnasi pembangunan. Kondisi serupa terjadi di Kota Tasikmalaya. Riset ini juga menunjukkan belanja pegawai di atas 45% dari total belanja mengurangi efektivitas anggaran pembangunan hingga 30%.

Analisis Unik dan Simplifikasi:
Fenomena Tasikmalaya mencerminkan pola umum: fokus pada pencitraan publik tanpa perbaikan struktur anggaran. Kolaborasi pusat-provinsi sering dianggap solusi ajaib, tapi tanpa perencanaan dan kemitraan program yang jelas, efeknya minimal. Belanja pegawai yang besar menjadi beban fiskal, mempersempit ruang untuk investasi publik jangka panjang.

Studi Kasus:
Kota Malang (2020-2023) sukses menaikkan pendapatan daerah 25% dan mengalokasikan 40% belanja pembangunan dengan merampingkan belanja pegawai melalui restrukturisasi tunjangan dan efisiensi birokrasi. Strategi ini menjadikan Malang sebagai kota percontohan tata kelola keuangan daerah.

Infografis:
[Data pendapatan daerah 2022-2025: grafik menurun]
[Perbandingan belanja pegawai vs belanja pembangunan 2025: diagram lingkaran menunjukkan dominasi belanja pegawai]

Pemerintahan yang kuat bukan hanya soal pencitraan, tapi juga komitmen pada perbaikan struktural. Transformasi anggaran menuju pembangunan berkelanjutan adalah kunci keberhasilan sejati. #TasikmalayaMaju #KolaborasiNyata #FiskalSehat

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan