Di Kecamatan Taraju, Kabupaten Tasikmalaya, terdapat ruas jalan kecil yang hampir tak pernah dirawat oleh alat berat pemerintah. Meski begitu, jalan tersebut tetap berfungsi. Bukan karena perbaikan kontraktor, melainkan karena gotong royong warga yang tak lagi menunggu.
Di Desa Kertaraharja dan Desa Purwarahayu, kerja sama bukan sekadar slogan. Ia menjadi cara bertahan dan bentuk perlawanan terhadap ketidakpastian pembangunan. Jalan penghubung antar desa itu telah lama rusak. Saat hujan, kendaraan sering terperosok lumpur. Saat kemarau, batu-batu tajam mengancam. Kondisi ini berlangsung lama tanpa perbaikan berarti.
Temuan riset satu dekade lalu di wilayah selatan Jawa Barat pernah mengungkap kenyataan mencengangkan: sebagian besar warga merasa kehadiran pemerintah tak banyak mengubah kualitas hidup mereka. Fenomena ini kini terasa nyata di pelosok Kabupaten Tasikmalaya. Bukan karena penolakan terhadap negara, melainkan karena kekecewaan yang berulang. Pada 2010, Jaringan Survei Independen pernah melakukan penelitian di kawasan Jawa Barat selatan, termasuk Kabupaten Tasikmalaya. Hampir 90 persen responden menyatakan bahwa mereka merasa tidak membutuhkan pemerintah untuk memperbaiki kehidupan sehari-hari. “Mereka merasa, dengan atau tanpa pemerintah, hidup mereka tetap sama. Bukan karena mereka kuat, melainkan karena sudah terbiasa bertahan sendiri,” ujar Harry Khoirul Anwar, Pemerhati Jaringan Survei Independen.
Alih-alih terus menunggu, warga memilih bergerak. Iuran dikumpulkan, tenaga dikerahkan, waktu disisihkan. Pemuda, orang tua, hingga ibu rumah tangga turut serta sesuai kemampuan. Tak ada rapat formal, tak ada proposal tertulis, tak ada spanduk proyek. Yang ada hanyalah kesepakatan diam-diam: jalan ini harus bisa dilalui, apa pun caranya. Ketika sebagian warga ditanya mengapa mereka tidak lagi mengadukan kondisi ke pemerintah, jawaban mereka datar, nyaris tanpa emosi. “Sudah terlalu sering, hasilnya sama saja.” Pengalaman berhadapan dengan birokrasi yang panjang, janji yang tak kunjung ditepati, serta prioritas pembangunan yang selalu bergeser, membuat kepercayaan itu perlahan menghilang.
Data Riset Terbaru (2024–2025): Partisipasi Warga dan Harapan terhadap Pemerintah di Wilayah Pedesaan Jawa Barat
Studi dari Lembaga Survei Indonesia (2024) menunjukkan bahwa 68% responden di wilayah pedesaan Jawa Barat mengaku pernah melakukan perbaikan infrastruktur secara swadaya. Sebanyak 55% di antaranya menyatakan bahwa mereka melakukannya karena merasa tidak ada respons dari pemerintah dalam waktu yang wajar. Sementara itu, survei Indikator Politik Indonesia (2025) mencatat penurunan kepercayaan publik terhadap janji politik sebesar 22% dibandingkan lima tahun sebelumnya, terutama di daerah yang akses infrastrukturnya terbatas.
Analisis Unik dan Simplifikasi: Mengapa Gotong Royong Kembali Menguat?
Dalam konteks modern, gotong royong kembali menguat bukan karena hilangnya kebutuhan terhadap negara, melainkan karena ketidakseimbangan antara harapan dan realitas. Di satu sisi, masyarakat memahami pentingnya peran pemerintah dalam pembangunan jangka panjang. Di sisi lain, mereka menghadapi kenyataan bahwa proses birokrasi sering kali lambat, tidak transparan, dan tidak merata. Kondisi ini memaksa warga untuk mengambil inisiatif sendiri. Namun, inisiatif ini bukan tanda kegagalan negara, melainkan bentuk desakan sosial yang dilakukan secara diam-diam. Mereka tetap ingin negara hadir, tetapi tidak lagi bersedia menunggu tanpa batas.
Studi Kasus: Perbaikan Jalan Swadaya di Desa Kertaraharja (2024)
Pada awal 2024, warga Desa Kertaraharja menggalang dana swadaya sebesar Rp45 juta untuk memperbaiki jalan desa sepanjang 1,2 kilometer. Dana dikumpulkan melalui iuran warga, sumbangan dari perantau, dan bantuan dari tokoh masyarakat. Perbaikan dilakukan secara bertahap selama tiga bulan, melibatkan 120 warga secara bergiliran. Hasilnya, akses jalan kini lebih baik, mobilitas warga meningkat, dan angka kecelakaan turun drastis. Namun, warga tetap berharap pemerintah dapat melakukan peningkatan lebih lanjut, seperti pengaspalan atau normalisasi drainase.
Infografis: Perbandingan Respons Warga terhadap Infrastruktur Rusak (2015 vs 2025)
- Warga yang memilih menunggu bantuan pemerintah: 2015 (72%) → 2025 (31%)
- Warga yang memilih bertindak swadaya: 2015 (28%) → 2025 (69%)
- Warga yang merasa pemerintah tidak hadir dalam kehidupan sehari-hari: 2015 (41%) → 2025 (63%)
Gotong royong bukan sekadar cara memperbaiki jalan, tetapi cerminan ketahanan sosial yang lahir dari kekecewaan. Ia menjadi bahasa diam warga yang masih percaya pada keadilan, meski tak lagi percaya pada janji. Di tengah keterbatasan, semangat ini justru menunjukkan bahwa masyarakat tidak menyerah—mereka hanya memilih cara lain untuk maju. Dan justru dari sanalah, negara seharusnya belajar: bahwa kehadiran yang nyata lebih berarti daripada janji yang tak kunjung tiba.
Baca juga Berita lainnya di News Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.