Ferry Irwandi Menjawab Sindiran Anggota DPR Soal ’10 Miliar Sok Paling Bantu’

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Influencer dan relawan kemanusiaan Ferry Irwandi akhirnya merespons sindiran Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Gerindra, Endipat Wijaya, yang menyebutnya ‘sok paling kerja’ serta mengomentari donasi sebesar Rp 10 miliar. Komentar tersebut muncul dalam rapat Komisi I DPR bersama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) pada Senin (8/12) lalu. Lewat Instagram Story @ferryirwandi, Ferry menanggapi pertanyaan netizen tentang pernyataan ‘penyaluran 10M berasa si paling kerja’. Dengan kerendahan hati, Ferry menjawab singkat namun dalam: “Gue malah ngerasa kurang euy, beneran. I wish I can do more,” ucap pria berkacamata itu. Tangkapan layar Instagram Story tersebut langsung menyebar cepat di platform X, memicu decak kagum sekaligus memperkuat kritik terhadap Endipat Wijaya.

Rapat Komisi I DPR dengan Menteri Komdigi Meutya Hafid membahas isu strategis nasional, termasuk penanganan bencana alam di Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera Barat (Sumbar) sejak akhir November lalu. Bencana ini telah menewaskan ratusan jiwa, mengungsi ribuan warga, serta merusak infrastruktur secara masif. Endipat, yang mewakili Daerah Pemilihan (Dapil) Kepulauan Riau, menyoroti peran Komdigi dalam komunikasi digital. Ia mengkritik narasi di media sosial yang dianggap merugikan citra pemerintah. “Fokus nanti ke depan Komdigi ini mengerti dan tahu persis isu sensitif nasional, membantu pemerintah memberitahukan dan mengamplifikasi informasi-informasi itu, sehingga enggak kalah viral dibandingkan dengan teman-teman yang sekarang ini sok paling-paling di Aceh, di Sumatera, dan lain-lain itu, Bu,” kata Endipat dalam rapat. Ia menambahkan, “Ada orang yang cuma datang sekali, seolah-olah paling bekerja di Aceh. Padahal negara sudah hadir dari awal, ada orang baru datang, baru bikin satu posko, ngomong pemerintah enggak ada. Padahal pemerintah sudah bikin ratusan posko di sana, sehingga publik tahu kinerja pemerintah itu sudah ada, dan memang sudah hebat.”

Endipat sempat menyinggung relawan yang melakukan donasi Rp 10 miliar namun viral, sementara pemerintah telah memberikan bantuan triliunan rupiah tetapi tidak dianggap bekerja. “Orang-orang cuma nyumbang Rp 10 miliar, negara sudah triliun-triliunan ke Aceh itu, bu. Jadi yang kayak gitu-gitu, mohon dijadikan perhatian, sehingga ke depan tidak ada lagi informasi yang seolah-olah negara tidak hadir di mana-mana. Padahal negara sudah hadir sejak awal dalam penanggulangan bencana,” ujarnya.

Dalam konteks ini, Ferry Irwandi tidak hanya menjadi sorotan karena aksi kemanusiaannya, tetapi juga menjadi simbol perdebatan tentang bagaimana kontribusi individu dan negara dalam krisis bencana dinilai oleh publik. Sindiran Endipat mencerminkan ketegangan antara peran pemerintah dan relawan swasta, terutama dalam era digital di mana informasi dan opini menyebar cepat. Meski disindir, Ferry tetap merendah dan menganggap bahwa kontribusinya masih jauh dari cukup. Reaksi publik terhadap pernyataan Endipat menunjukkan bahwa masyarakat masih menghargai aksi nyata, terlepas dari besaran nominal atau atribut resmi yang melekat.

Perdebatan ini mengingatkan kita akan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat sipil dalam penanganan bencana. Kinerja pemerintah yang masif harus diakui, tetapi kontribusi individu atau relawan juga layak dihargai. Di tengah duka dan krisis, yang paling dibutuhkan bukanlah persaingan pencitraan, melainkan sinergi nyata untuk meringankan beban korban. Mari fokus pada aksi, bukan retorika, karena setiap tangan yang terulur adalah harapan bagi yang terdampak.

Baca juga Info Gadget lainnya di Info Gadget terbaru

Tinggalkan Balasan