Kabupaten Garut dikenal sebagai salah satu daerah rawan bencana di Jawa Barat, terutama di kawasan Priangan Timur. Faktor penyebabnya tidak hanya berasal dari aktivitas alam, tetapi juga perilaku manusia serta kondisi geografis yang memang rentan. Kondisi ini membuat bencana geologi maupun hidrometeorologi kerap terjadi di wilayah tersebut.
Menurut Abud Abdullah, Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Garut, wilayahnya memiliki tingkat kerawanan bencana yang cukup tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh posisi geografis Garut yang terletak di jalur pertemuan lempeng tektonik, dikelilingi banyak gunung berapi—baik aktif maupun tidak aktif—serta dilintasi oleh sungai-sungai besar dan memiliki wilayah pesisir di bagian selatan.
Berdasarkan Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) tahun 2024, Garut menempati peringkat ke-6 di Jawa Barat dan peringkat ke-202 secara nasional. Data ini menunjukkan betapa tingginya potensi ancaman bencana yang menghantui daerah ini. Dalam dokumen Kajian Risiko Bencana Kabupaten Garut, teridentifikasi 12 jenis potensi bahaya yang saat ini mengancam.
Salah satu ancaman utama adalah gempa bumi. Garut berada di jalur sesar aktif dan dekat dengan zona subduksi antara lempeng Indo-Australia dan Eurasia, membuat wilayah ini rentan goncangan hebat. Tidak hanya itu, wilayah pesisir selatan Garut yang menghadap langsung ke Samudra Hindia juga berpotensi terkena tsunami.
Ancaman lain datang dari aktivitas vulkanik. Garut dikelilingi tiga gunung berapi, yaitu Gunung Guntur, Gunung Papandayan, dan Gunung Talaga Bodas, yang status keaktifannya harus selalu dimonitor. Selain itu, gerakan tanah atau longsor juga menjadi momok, terutama di kawasan perbukitan terjal di bagian selatan dan tengah Garut yang memiliki struktur tanah yang labil.
Di sisi lain, bencana hidrometeorologi seperti banjir dan banjir bandang juga kerap terjadi. Wilayah yang dilalui Sungai Cimanuk serta anak-anak sungainya menjadi area rawan, begitu pula daerah dataran rendah yang rentan terhadap banjir luapan. Kekeringan dan cuaca ekstrem juga termasuk dalam daftar potensi bahaya yang perlu diwaspadai.
Abud Abdullah menekankan bahwa bencana di Garut umumnya dipicu oleh kombinasi faktor alam dan kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia. Contohnya, banjir bandang sering kali diperparah oleh pembalakan liar dan alih fungsi lahan menjadi perkebunan atau permukiman. Pendangkalan serta penyempitan sungai akibat sedimentasi dan sampah juga turut memperburuk situasi.
Kerusakan alam yang terjadi di kawasan hulu, terutama di daerah resapan air, menjadi pemicu utama bencana. Kondisi ini diperparah dengan menurunnya kualitas ekosistem sungai yang seharusnya berfungsi sebagai saluran alami aliran air. Jika tidak ada penanganan menyeluruh, potensi bencana di Garut akan terus mengintai.
Data riset terbaru dari Pusat Studi Bencana Universitas Padjadjaran (2024) menunjukkan bahwa kerentanan bencana di Garut meningkat 18% dalam dekade terakhir. Studi ini mengungkap bahwa 60% longsor di Garut disebabkan oleh penebangan hutan ilegal dan ekspansi permukiman di lereng curam. Selain itu, citra satelit menunjukkan penyempitan alur Sungai Cimanuk mencapai 35% akibat sedimentasi dan okupasi lahan.
Studi kasus di Desa Mekarsari (2023) menggambarkan dampak nyata dari degradasi lingkungan. Setelah hutan di hulu dibuka untuk perkebunan sayuran, debit air tanah menurun 40% saat musim kemarau, tetapi banjir bandang justru meningkat 3 kali lipat saat musim hujan. Fenomena ini dikenal sebagai “paradoks hidrologi” akibat rusaknya daerah resapan air.
Infografis sederhana dapat menggambarkan hubungan sebab-akibat ini: hutan berkurang → daya serap tanah turun → air hujan langsung mengalir ke sungai → banjir bandang terjadi → tanah longsor terpicu → kerugian material dan korban jiwa meningkat. Data BPBD mencatat, sejak 2020 hingga 2025, lebih dari 120 korban jiwa akibat bencana alam tercatat di Garut, dengan kerugian ekonomi mencapai Rp 2,3 triliun.
Melindungi Garut bukan hanya tugas pemerintah, tetapi tanggung jawab bersama. Rehabilitasi hutan lindung, penegakan hukum terhadap pembalakan liar, dan kesadaran masyarakat dalam menjaga ekosistem menjadi kunci utama. Edukasi kebencanaan harus masif dilakukan sejak dini, sambil mengembangkan sistem peringatan dini yang andal. Dengan kolaborasi semua pihak, Garut bisa berubah dari “daerah rawan bencana” menjadi “daerah tangguh bencana”. Ayo jaga alam, selamatkan masa depan!
Baca juga Berita lainnya di News Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.