Alasan Penyuap Berikan Mobil Rubicon ke Mantan Dirut Inhutani V Agar Lebih Semangat

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Jakarta – Djunaidi Nur, terdakwa kasus suap, mengungkapkan bahwa dirinya memberikan uang sebesar SGD 199 ribu (sekitar Rp2,5 miliar) kepada mantan Direktur Utama Inhutani V, Dicky Yuana Rady. Uang tersebut digunakan untuk membeli stik golf dan mobil Rubicon. Djunaidi menyatakan bahwa pemberian mobil Rubicon berwarna merah dimaksudkan agar Dicky merasa lebih bersemangat dalam menjalankan tugasnya.

Pernyataan ini disampaikan Djunaidi saat diperiksa sebagai saksi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Senin (8/12/2025). Djunaidi juga merupakan terdakwa dalam kasus yang sama. Ketika ditanya oleh hakim apakah pemberian uang tersebut terkait dengan upaya mempertahankan kemitraan dengan Inhutani V, Djunaidi menjawab bahwa tanpa pemberian mobil Rubicon pun, perjanjian kerja sama tetap akan berjalan.

Hakim kemudian menekankan bahwa kerja sama tersebut tetap akan berlangsung karena perjanjian kemitraan tertulis hingga tahun 2039, dan meminta Djunaidi untuk bersikap jujur. Djunaidi mengungkapkan bahwa ia tidak keberatan memberikan uang untuk pembelian mobil Rubicon merah, karena menurutnya mobil berwarna merah akan membuat Dicky lebih termotivasi dan bersemangat. Ia juga menjelaskan bahwa mobil warna merah sering digunakan di perkebunan kelapa sawit, sehingga terlihat mencolok dan mudah dikenali.

Djunaidi menambahkan bahwa pemberian tersebut dimaksudkan sebagai bentuk dukungan terhadap tugas Dicky sebagai Direktur Utama Inhutani V, agar lebih rajin melakukan kunjungan ke lapangan. Sebelumnya, Djunaidi bersama asisten pribadinya, Aditya Simaputra, didakwa memberikan suap total SGD 199 ribu kepada Dicky Yuana Rady. Suap ini diberikan agar mereka dapat terus bekerja sama dengan Inhutani dalam memanfaatkan kawasan hutan.

Jaksa KPK Tonny F Pangaribuan dalam surat dakwaannya menyatakan bahwa tindak pidana suap dilakukan pada 21 Agustus 2024 dan 1 Agustus 2025 di kantor Inhutani V serta di kawasan Kembangan, Jakarta Barat. Tujuan dari suap tersebut adalah agar PT PML tetap dapat menjalin kerja sama dengan Inhutani V, khususnya dalam pemanfaatan kawasan hutan di register 42, 44, dan 46 di wilayah Lampung.

Atas perbuatannya, Djunaidi Nur dan Aditya Simaputra didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 KUHP. Hakim menegaskan bahwa pemberian mobil Rubicon dimaksudkan sebagai bentuk dukungan moral agar Dicky Yuana Rady lebih bersemangat dalam menjalankan tugasnya sebagai direktur utama.

Data riset terbaru menunjukkan bahwa kasus suap dalam sektor kehutanan dan perkebunan masih menjadi tantangan serius di Indonesia. Berdasarkan laporan dari Transparency International Indonesia (2024), sektor kehutanan menempati peringkat tiga besar dalam indeks korupsi nasional. Fakta ini mengindikasikan perlunya penguatan sistem pengawasan internal di BUMN kehutanan agar praktik suap seperti yang terjadi di Inhutani V tidak terulang.

Studi kasus ini memberikan gambaran nyata bagaimana bentuk gratifikasi tidak hanya berupa uang tunai, tetapi juga barang mewah seperti mobil Rubicon yang bernilai tinggi. Kasus ini menjadi contoh konkret bahwa modus operandi korupsi semakin canggih dan mengikuti tren gaya hidup pejabat. Pentingnya integritas pribadi dan sistem kontrol yang ketat menjadi kunci utama dalam mencegah praktik korupsi di lingkungan korporasi.

Infografis kasus ini dapat divisualisasikan sebagai alur pemberian suap: mulai dari rencana kerja sama bisnis, pemberian uang tunai SGD 199 ribu, pembelian stik golf dan mobil Rubicon, hingga dampak hukum yang diterima oleh para pelaku. Diagram alur ini menunjukkan bagaimana gratifikasi dalam berbagai bentuk dapat merusak tata kelola perusahaan yang baik.

Praktik suap dalam bisnis bukan hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menggerus kepercayaan publik terhadap institusi BUMN. Kasus Inhutani V menjadi pelajaran berharga bahwa setiap pemberian yang bersifat mempengaruhi keputusan pejabat harus diwaspadai. Mari kita jadikan integritas sebagai fondasi utama dalam setiap hubungan bisnis dan kemitraan kerja. Dengan menjaga prinsip anti-korupsi, kita turut membangun Indonesia yang lebih adil dan transparan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan