Ciamis Diguncang 622 Bencana Sepanjang 2025: 947 Rumah Terdampak

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Sepanjang Januari hingga November 2025, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Ciamis mencatat total 622 kejadian bencana alam. Fenomena ini terjadi selama periode siaga darurat hidrometeorologi basah, yang mencakup berbagai jenis bencana seperti tanah longsor, banjir, cuaca ekstrem, dan gempa bumi. Jumlah tersebut menjadi gambaran nyata atas kerentanan wilayah Ciamis terhadap ancaman bencana alam.

Dari total kejadian, tanah longsor menjadi ancaman paling dominan dengan 345 kejadian. Diikuti oleh 73 kejadian banjir, 203 kejadian cuaca ekstrem, serta satu kejadian gempa bumi. Kondisi ini memaksa Bupati Ciamis mengeluarkan Surat Keputusan (SK) tentang siaga darurat bencana banjir, tanah longsor, dan cuaca ekstrem yang berlaku sejak 15 Oktober 2025 hingga 30 April 2026. Status ini menandakan bahwa wilayah Ciamis masih berada dalam fase rawan bencana hingga pertengahan 2026.

Dampak dari rentetan bencana tersebut sangat luas, terutama pada sektor permukiman warga. Sebanyak 947 rumah mengalami kerusakan dengan rincian 42 unit rusak berat, 80 unit rusak sedang, dan 825 unit rusak ringan. Tidak hanya rumah warga, fasilitas umum juga ikut terdampak, meliputi 34 fasilitas pendidikan, 23 tempat ibadah, 6 fasilitas kesehatan, dan 3 kantor pemerintahan. Infrastruktur pun tidak luput dari kerusakan, tercatat 111 ruas jalan, 6 jembatan, dan 32 saluran irigasi mengalami kerusakan akibat bencana.

Beberapa kecamatan di Kabupaten Ciamis menjadi wilayah dengan frekuensi bencana tertinggi. Kecamatan Pamarican mencatat 65 kejadian, diikuti Kecamatan Panumbangan dengan 42 kejadian, Kecamatan Panawangan dengan 41 kejadian, Kecamatan Ciamis dengan 35 kejadian, Kecamatan Banjaranyar dengan 34 kejadian, serta Kecamatan Cipaku dengan 31 kejadian. Pola ini menunjukkan bahwa wilayah dengan topografi perbukitan dan aliran sungai menjadi area paling rentan terhadap bencana alam.

Faktor penyebab tingginya frekuensi bencana tidak terlepas dari kondisi alam dan kerusakan lingkungan. Pergerakan lempeng tektonik menjadi pemicu utama gempa bumi dan potensi tsunami. Fenomena cuaca ekstrem dengan curah hujan tinggi dan angin kencang turut memperparah situasi. Perubahan iklim global juga menjadi kontributor utama ketidakstabilan musim, yang menyebabkan pola cuaca menjadi tidak menentu.

Contoh nyata perubahan iklim terjadi pada 2023, ketika Kabupaten Ciamis mengalami kemarau panjang hingga harus mendistribusikan air bersih ke sejumlah daerah terdampak kekeringan. Namun, pada 2024 yang seharusnya menjadi musim kemarau, kondisi justru berbeda. Meskipun musim kemarau telah tiba, hujan masih terjadi di beberapa waktu, sehingga ketersediaan air bersih tidak mengalami kekurangan.

Kondisi ini menjadi peringatan penting bagi seluruh pemangku kepentingan untuk meningkatkan kesiapsiagaan bencana. Mitigasi dini, penataan lingkungan yang berkelanjutan, serta edukasi masyarakat menjadi kunci utama dalam mengurangi risiko bencana. Dengan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga terkait, diharapkan potensi kerugian jiwa dan materi dapat diminimalisir. Mari jadikan kesiapsiagaan sebagai budaya, karena keselamatan adalah tanggung jawab bersama.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan