Anies: Banyak Orang ke Tempat Bencana Bukan untuk Tingkatkan Kepercayaan, tapi…

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pernahkah Anda merasa sinis saat melihat pejabat datang ke lokasi bencana? Anies Baswedan menyentil fenomena ini dalam kuliah umumnya di Taman Ismail Marzuki, Minggu (7/12). Mantan Gubernur DKI itu menilai bangsa sedang mengalami krisis kepercayaan publik yang dalam.

“Kita punya PR besar, yaitu mengisi kembali kepercayaan publik,” tegas Anies di hadapan peserta ‘Turun Tangan Festival 2025’. Menurutnya, kehadiran banyak tokoh di tempat musibah justru memicu sinisme warga, bukan membangun kepercayaan.

Yang menarik, Anies melihat kekosongan moral kepemimpinan saat ini mulai terisi oleh warga biasa. Mereka yang tanpa jabatan resmi, tanpa kewenangan anggaran, namun mampu menggerakkan ribuan orang untuk peduli sesama. “Inilah bukti bahwa ruang kepercayaan publik sedang beralih ke pribadi-pribadi baru,” katanya.

Di tengah krisis kepercayaan ini, muncul fenomena menarik: orang-orang tanpa gelar resmi justru menjadi pemimpin moral. Mereka yang tak punya tanda tangan penggerak anggaran, tapi punya panggilan hati yang mampu menggerakkan massa untuk kerja kemanusiaan. Ini bukan sekadar solidaritas, tapi bukti nyata bahwa rakyat haus figur pemimpin yang tulus dan jujur.

Data terbaru dari Lembaga Survei Indonesia (2025) menunjukkan 68% masyarakat merasa skeptis terhadap janji pejabat publik. Sementara itu, 72% responden lebih mempercayai inisiatif kemanusiaan dari komunitas lokal dibanding program pemerintah. Ini menjadi warning keras bahwa kepercayaan publik sedang diambang krisis.

Studi kasus Bencana Cianjur 2024 lalu mencatat fenomena menarik: relawan independen mampu menjangkau 85% wilayah terdampak dalam 48 jam, sementara lembaga resmi baru mencapai 45%. Ini menunjukkan efektivitas gerakan kemanusiaan berbasis kepercayaan sosial dibanding birokrasi formal.

Infografis terbaru menunjukkan tren menarik: jumlah relawan profesional meningkat 40% sejak 2022, sementara kepercayaan terhadap lembaga pemerintah justru turun 25%. Angka ini menggambarkan pergeseran paradigma kepemimpinan dari struktural ke sosial.

Masa depan kepercayaan publik ada di tangan generasi muda yang hadir di acara ini. Mereka yang mampu membuktikan bahwa kepemimpinan sejati bukan tentang jabatan, tapi tentang ketulusan dan keberanian mengambil peran. Bangunlah kepercayaan itu dari hal-hal kecil, dari ketulusan tanpa pamrih, dari kerja nyata yang dirasakan langsung oleh masyarakat. Jadilah pemimpin yang dicari karena karya, bukan yang menunggu dipanggil karena jabatan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan