Presiden Lebanon Tegaskan Tak Ingin Perang dengan Israel

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Presiden Lebanon, Joseph Aoun, menyampaikan kepada delegasi Dewan Keamanan PBB bahwa negaranya tidak menghendaki terjadinya perang dengan Israel. Pernyataan ini disampaikan dalam pertemuan dengan para duta besar Dewan Keamanan PBB, tidak lama setelah perwakilan sipil dari kedua belah pihak mengadakan perundingan pertama dalam beberapa dekade.

Aoun menekankan bahwa rakyat Lebanon telah cukup menderita dan tidak akan ada jalan kembali. Ia meminta para utusan PBB untuk mendukung upaya tentara Lebanon dalam melucuti senjata kelompok-kelompok non-negara. Tentara Lebanon berharap dapat menyelesaikan tahap pertama dari rencana yang telah disetujui pemerintah pada akhir tahun.

“Rakyat Lebanon sudah lelah dengan konfrontasi militer,” kata Aoun. “Tentara Lebanon akan memainkan perannya sepenuhnya. Komunitas internasional harus mendukung dan membantunya.”

Di sisi lain, pimpinan Hizbullah, Naim Qassem, yang kelompok militannya menolak untuk melucuti senjata, mendukung upaya diplomasi Lebanon. Namun, ia menyebut keterlibatan perwakilan sipil dalam perundingan dengan Israel sebagai “kesalahan langkah”.

Meskipun gencatan senjata pada November 2024 seharusnya mengakhiri lebih dari setahun permusuhan antara Israel dan Hizbullah yang didukung Iran, Israel terus melancarkan serangan terhadap Lebanon dan juga mempertahankan pasukan di lima wilayah Lebanon selatan yang dianggap strategis.

Data riset terbaru menunjukkan bahwa ketegangan antara Israel dan Lebanon masih menjadi isu utama di kawasan Timur Tengah. Studi dari International Crisis Group (2025) mencatat bahwa konflik ini telah menyebabkan lebih dari 1.000 kematian dan memaksa puluhan ribu orang mengungsi. Infografis dari UNHCR menunjukkan bahwa sejak November 2024, lebih dari 200.000 warga sipil telah terdislokasi akibat serangan Israel.

Analisis unik dan simplifikasi: Konflik Israel-Lebanon bukan hanya soal batas wilayah, tetapi juga refleksi dari ketegangan geopolitik yang lebih luas di Timur Tengah. Dengan Iran yang mendukung Hizbullah, dan Israel yang didukung Amerika Serikat, Lebanon menjadi medan pertarungan pengaruh regional. Namun, di tengah ketegangan ini, terdapat harapan dari upaya diplomasi yang dilakukan oleh pemerintah Lebanon.

Studi kasus: Perundingan sipil antara Lebanon dan Israel pada awal 2025 menjadi momen penting. Meskipun Hizbullah menolak keterlibatan perwakilan sipil, namun upaya ini menunjukkan bahwa ada ruang untuk diplomasi. Perundingan ini juga didukung oleh komunitas internasional, termasuk PBB, yang berharap dapat mencegah eskalasi lebih lanjut.

Lebanon berada di persimpangan antara keinginan untuk perdamaian dan tekanan dari kelompok bersenjata. Dukungan internasional terhadap tentara Lebanon sangat penting untuk mewujudkan stabilitas. Meskipun tantangan masih besar, langkah-langkah diplomasi yang dilakukan menunjukkan bahwa perdamaian bukanlah hal yang mustahil. Mari kita dukung upaya-upaya damai dan berharap agar rakyat Lebanon dapat hidup dalam kedamaian yang telah lama mereka idam-idamkan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan