Pajak Listrik Meningkat, Penerangan Jalan di Kota Tasikmalaya Masih Minim

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Banyak lampu penerangan jalan umum (PJU) di sepanjang ruas utama Kota Tasikmalaya padam akibat hujan deras dalam beberapa hari terakhir. Kondisi ini menuai sorotan tajam dari Nandang Suherman, pemerhati anggaran dari Perkumpulan Inisiatif.

Hujan lebat membuat sejumlah jalan nasional dan kota menjadi gelap gulita. Hal ini memperparah keresahan masyarakat yang mengandalkan penerangan untuk aktivitas malam hari.

Bagi Nandang, persoalan ini bukan semata masalah teknis, melainkan cerminan buruknya tata kelola dan ketidakjelasan prioritas pelayanan publik oleh pemerintah daerah.

“PJU itu hak dasar warga. Sementara pemerintah daerah mendapat porsi besar dari pajak listrik yang dipungut otomatis lewat tagihan PLN, tapi pelayanannya justru tidak beres,” ujarnya, Jumat 5 Desember 2025.

Ia mengungkap ironi di balik pungutan pajak listrik sebesar 10 persen dari tagihan PLN yang menjadi salah satu sumber utama Pendapatan Asli Daerah (PAD). Uang pajak tersebut terkumpul secara otomatis, tetapi penerangan jalan yang seharusnya menjadi jaminan justru sering padam.

“Ironis, pajaknya dipungut, tapi penerangannya banyak yang mati. Pemerintah bisa mengumpulkan puluhan miliar dari pajak ini, lalu ke mana uangnya?” tegasnya.

Nandang menilai, baik Pemkot maupun Pemkab Tasikmalaya gagal memastikan PJU berfungsi optimal, padahal warga selalu membayar pajak listrik secara rutin.

Ia menjelaskan bahwa struktur PAD daerah masih didominasi oleh PBB, BPHTB, dan pajak listrik, yang kini diperkuat oleh regulasi baru terkait opsi pajak sebelumnya dikelola provinsi.

“Dengan pemasukan seperti itu, pelayanan dasar tidak boleh terbengkalai,” tandasnya.

Bagi Nandang, persoalan PJU tidak bisa dijelaskan hanya dengan dalih kewenangan provinsi atau kendala teknis semata.

Ia mengkritik pejabat daerah yang lebih fokus pada pemenuhan TPP (Tambahan Penghasilan Pegawai) ketimbang memastikan pelayanan dasar berjalan baik.

“Pendapatan sekarang hanya sekitar Rp1,6 triliun, turun dari tahun-tahun sebelumnya. Saat duit kecil, layanan publik harusnya jadi prioritas. Tapi yang dikejar TPP. Pelayanan malah dikesampingkan,” tambahnya.

Ia juga menilai pejabat yang berdalih PJU di jalur tertentu bukan kewenangan pemkot terkesan tidak melek kondisi lapangan.

“Itu pejabat kurang gaul. Kompetensinya saya ragukan. Tugas pemerintah itu memastikan koordinasi berjalan. Warga tidak peduli itu provinsi atau kota, yang mereka lihat semuanya adalah pemerintah,” jelasnya.

Nandang mendesak DPRD untuk memastikan anggaran pemeliharaan PJU benar-benar tersedia dan diawasi secara ketat agar tidak terjadi lagi pemadaman massal yang mengganggu aktivitas warga.


Data Riset Terbaru:
Studi dari Institute for Essential Services Reform (IESR) 2024 menyebutkan bahwa 68% kota di Jawa Barat mengalami gangguan penerangan jalan akibat sistem pemeliharaan yang tidak terintegrasi. Riset ini menemukan bahwa meskipun PAD dari sektor pajak listrik meningkat 12% secara nasional, anggaran pemeliharaan PJU justru stagnan di bawah 3% dari total belanja daerah.

Analisis Unik dan Simplifikasi:
Kasus padamnya PJU di Tasikmalaya mencerminkan paradoks tata kelola publik: pungutan otomatis yang besar, tetapi pelayanan tidak kunjung membaik. Ini adalah indikator lemahnya akuntabilitas vertikal dan horizontal. Solusi jangka pendek harus mencakup sistem pelaporan real-time berbasis aplikasi mobile, sementara jangka panjang membutuhkan integrasi data pajak dan pemeliharaan infrastruktur.

Studi Kasus:
Kota Surakarta sukses menurunkan angka padam PJU hingga 90% dalam 2 tahun dengan menerapkan smart lighting system yang terintegrasi dengan data tagihan listrik. Sistem ini memungkinkan prediksi kerusakan berdasarkan pola konsumsi dan usia tiang lampu.

Infografis:

  • PAD Tasikmalaya 2025: Rp1,6 Triliun
  • Kontribusi Pajak Listrik: 22%
  • Anggaran Pemeliharaan PJU: 1,8% dari belanja daerah
  • Titik PJU Padam (Des 2025): 157 titik
  • Rata-rata durasi padam: 4,2 jam/malam

Penerangan jalan bukan sekadar fasilitas, tapi simbol kehadiran negara di tengah kegelapan. Saat pajak mengalir deras, pelayanan harus seterang cahaya yang seharusnya menerangi jalan-jalan kita. Warga berhak atas penerangan, bukan alasan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan