Update Terkini Korban Bencana di Sumut: 309 Meninggal, 165 Belum Ditemukan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Banjir dan tanah longsor yang menerjang Sumatera Utara (Sumut) telah menyebabkan korban jiwa dan hilang dalam jumlah signifikan. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumut merilis data terbaru yang mencatat 309 orang meninggal dunia dan 165 orang masih dalam status hilang.

“Data sementara meninggal dunia 309 orang, hilang 165 orang,” demikian isi laporan BPBD Sumut yang disampaikan oleh Kabid Informasi dan Komunikasi Publik Diskominfo Sumut, Porman Mahulae, seperti dikutip dari laporan detikSumut pada Kamis, 4 Desember 2025. Data ini tercatat per pukul 17.00 WIB.

Korban tertinggi tercatat di Kabupaten Tapanuli Tengah, dengan 88 orang meninggal dan 112 orang hilang. Di posisi kedua berada Kabupaten Tapanuli Selatan, dengan 81 korban meninggal dan 33 orang hilang. Bencana ini tidak hanya terjadi di dua kabupaten tersebut, namun juga terjadi di 17 kabupaten dan kota lainnya di Sumut, dengan total korban luka-luka mencapai 652 orang.

Dampak bencana ini sangat luas, menyentuh 1.473.173 orang, dan membuat 50.375 orang harus mengungsi. Sebaran korban menunjukkan bahwa bencana ini benar-benar menjadi musibah besar yang menyebar di berbagai wilayah.

Di Tapanuli Tengah, korban mencapai 88 meninggal dan 112 hilang. Tapanuli Selatan mencatat 81 meninggal dan 33 hilang. Kota Sibolga melaporkan 53 orang meninggal dan 5 hilang. Tapanuli Utara mencatat 34 korban meninggal dan 14 orang hilang. Di wilayah Deli Serdang, 17 orang meninggal dunia. Kabupaten Langkat mencatat 11 korban tewas. Humbang Hasundutan mencatat 9 korban meninggal dan 1 orang hilang. Kota Medan mencatat 12 orang meninggal. Kabupaten Pakpak Bharat mencatat 2 korban meninggal. Satu korban juga dilaporkan meninggal di Kota Padangsidimpuan dan Kabupaten Nias.

Data ini menjadi gambaran nyata betapa dahsyatnya dampak banjir dan tanah longsor yang terjadi. Ribuan keluarga kehilangan tempat tinggal, dan ratusan nyawa melayang. Bencana ini bukan hanya soal kerusakan infrastruktur, tetapi juga menyisakan luka mendalam bagi para korban dan keluarga yang ditinggalkan.

Pemerintah daerah dan lembaga terkait terus berupaya melakukan evakuasi, penanganan medis, dan pemenuhan kebutuhan dasar bagi para pengungsi. Namun, tantangan yang dihadapi masih besar, terutama dalam hal akses ke lokasi terdampak dan koordinasi penanganan bencana.

Masyarakat diimbau untuk tetap waspada terhadap potensi bencana susulan, terutama di daerah rawan longsor dan banjir. Informasi mengenai kondisi cuaca dan peringatan dini harus selalu diperhatikan. Selain itu, penting bagi warga untuk memiliki rencana evakuasi dan mengetahui rute aman menuju tempat penampungan.

Bencana ini menjadi pengingat bagi kita semua akan pentingnya mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Perlindungan terhadap lingkungan, seperti menjaga hutan dan daerah aliran sungai, juga menjadi kunci penting dalam mencegah terjadinya bencana alam yang lebih besar.

Mari kita bersatu padu untuk membantu para korban. Bentuk bantuan bisa bermacam-macam, mulai dari donasi, tenaga, hingga doa. Setiap bentuk kepedulian sangat berarti bagi mereka yang sedang mengalami musibah. Semoga para korban diberikan ketabahan, dan semoga proses pemulihan dapat berjalan dengan lancar.


Riset Terbaru:

Sebuah studi dari Universitas Gadjah Mada (2024) menunjukkan bahwa kerentanan terhadap banjir di Sumatera Utara meningkat seiring dengan perubahan tata guna lahan dan eksploitasi hutan. Penelitian ini menyoroti perlunya perencanaan tata ruang yang lebih bijak dan restorasi ekosistem untuk mengurangi risiko bencana di masa depan.

Analisis dan Simplifikasi:

Bencana banjir dan longsor yang terjadi di Sumatera Utara merupakan gabungan dari faktor alam dan aktivitas manusia. Curah hujan tinggi menjadi pemicu utama, namun kerusakan hutan dan alih fungsi lahan membuat tanah menjadi tidak stabil dan tidak mampu menyerap air dengan baik. Akibatnya, air hujan dengan cepat mengalir ke permukiman dan menyebabkan banjir bandang serta longsor. Data korban yang tinggi menunjukkan bahwa sistem peringatan dini dan kesiapsiagaan masyarakat masih perlu ditingkatkan secara signifikan.

Studi Kasus:

Di Desa Hotagodang, Kecamatan Batangtoru, Tapanuli Selatan, banjir bandang yang terjadi pada akhir November 2025 menghanyutkan puluhan rumah dan menyebabkan puluhan korban jiwa. Warga setempat mengungkapkan bahwa mereka tidak mendapatkan peringatan dini yang memadai sebelum banjir terjadi. Studi kasus ini menunjukkan pentingnya sistem peringatan dini berbasis komunitas dan pembangunan infrastruktur yang tangguh terhadap bencana.

Infografis:

[Bayangkan sebuah infografis yang menampilkan peta Sumatera Utara dengan titik-titik lokasi bencana, diagram batang yang membandingkan jumlah korban meninggal dan hilang di setiap kabupaten/kota, serta diagram lingkaran yang menunjukkan persentase kerusakan infrastruktur (rumah, jalan, jembatan).]


Kita tidak bisa menghentikan hujan, tetapi kita bisa memperkuat kesiapsiagaan dan memperbaiki tata kelola lingkungan. Mari jadikan musibah ini sebagai momentum untuk belajar dan berbenah, agar tragedi serupa tidak terulang di masa depan. Dukungan dan kepedulian kita sangat dibutuhkan oleh saudara-saudara kita yang terdampak. Jangan biarkan mereka menghadapi cobaan ini sendirian. Bergeraklah, berkontribusilah, dan jadilah bagian dari solusi.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan