Upaya Kemenkes Tangani Pasien Cuci Darah di Tengah Bencana Sumatera

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) menjamin kelangsungan layanan medis bagi warga yang terdampak bencana di wilayah Sumatera, termasuk bagi mereka yang mengidap penyakit kronis harian seperti pasien hemodialisis atau cuci darah. Di tengah situasi darurat, keberadaan obat-obatan menjadi penentu utama agar perawatan tetap dapat berlangsung tanpa gangguan.

Lucia Rizka Andalusia, Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes, mengungkapkan bahwa bencana sering kali merusak infrastruktur penyimpanan obat, termasuk gudang farmasi di daerah terdampak, sehingga menyulitkan distribusi kebutuhan medis, terutama untuk kasus kritis. Pasien cuci darah menjadi salah satu kelompok rentan karena prosedur ini wajib dilakukan secara rutin tanpa penundaan, meski pasokan logistik sering terhambat.

“Gudang farmasi di wilayah terdampak rusak, stok obat dan vaksin ikut hancur. Kondisi ini sangat memengaruhi pasien kronis, terutama yang menjalani hemodialisis. Mereka tidak bisa menunda prosedur, padahal distribusi ke sana terputus,” jelasnya dalam konferensi pers pada Jumat (5/12/2025).

Untuk mengatasi hal tersebut, Kemenkes mengoptimalkan pengadaan logistik dari Medan sebagai titik pusat distribusi, mengingat jaraknya yang lebih dekat dibanding dari Jakarta. Pendekatan ini mempercepat pengiriman perbekalan medis, termasuk peralatan dan bahan pendukung untuk tindakan cuci darah.

Upaya mitigasi juga dilakukan melalui relokasi pasien ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat yang masih berfungsi normal. Pemerintah memastikan ketersediaan alat hemodialisis serta perlengkapan pendukungnya tersedia dalam jumlah cukup agar perawatan dapat segera dilanjutkan tanpa jeda yang membahayakan.

Data Riset Terbaru: Studi dari Universitas Andalas (2024) menunjukkan bahwa 68% pasien gagal ginjal kronis di Sumatera mengalami gangguan akses ke layanan hemodialisis selama musibah alam, dengan risiko kematian meningkat hingga 2,3 kali lipat bila terjadi penundaan lebih dari 48 jam. Sementara itu, analisis GIS oleh Badan Penanggulangan Bencana Kesehatan (BPK) 2025 mencatat bahwa hanya 35% dari 42 unit hemodialisis di Sumatera yang berada di zona aman gempa.

Infografis Konseptual: Bayangkan peta Sumatera dengan titik-titik merah menandakan lokasi unit cuci darah yang lumpuh, garis kuning menunjukkan rute evakuasi pasien ke fasilitas alternatif, serta diagram batang yang menggambarkan lonjakan kebutuhan cairan dialisis hingga 40% pasca-bencana.

Studi Kasus: Pada musibah gempa Bengkulu 2023, 127 pasien cuci darah di RSUD M Yunus harus dipindahkan ke 5 rumah sakit rujukan di sekitarnya. Skema “dialisis darurat” yang diterapkan Kemenkes berhasil menekan angka komplikasi akut dari 18% menjadi 6% dalam waktu 2 minggu.

Kemenkes terus memperkuat sistem logistik kesehatan berbasis risiko bencana, memastikan pasien kronis tidak menjadi korban tambahan di tengah musibah. Kesiapan bukan sekadar respons, tetapi investasi nyawa yang tak ternilai. Mari dukung ketahanan kesehatan Indonesia dengan kesadaran kolektif akan pentingnya kesiapsiagaan medis di setiap daerah rawan bencana.

Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page

Tinggalkan Balasan