
Jakarta – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menggulirkan gugatan praperadilan terkait dugaan penghentian penyidikan kasus korupsi proyek jalan di Sumatera Utara (Sumut). Dalam permohonannya, MAKI meminta majelis hakim memerintahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Gubernur Sumut, Bobby Nasution, sebagai bagian dari proses hukum tersebut.
Gugatan praperadilan tersebut teregister dengan nomor perkara 157/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL dan sidang perdana digelar hari ini di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (5/12/2025). Termohon dalam perkara ini adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diwakili oleh pimpinan KPK, namun pihak termohon tidak hadir dan mengajukan permohonan penundaan sidang selama satu minggu untuk menyusun jawaban atas gugatan MAKI.
“Jadi sidang saya tunda hari Jumat (12/12) depan jam 10.00 WIB pagi dengan acara kehadiran Termohon,” ujar hakim tunggal PN Jakarta Selatan, Budi Setiawan.
Boyamin Saiman, Koordinator MAKI, menjelaskan bahwa penyidikan kasus korupsi jalan di Sumut diduga dihentikan karena KPK tidak pernah memeriksa Bobby Nasution sebagai saksi pada tahap penyidikan. MAKI juga menduga KPK mengabaikan perintah Hakim Pengadilan Tipikor Medan yang meminta Bobby dipanggil sebagai saksi dalam persidangan terdakwa Kadis PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting.
“Penelantaran perkara ini termasuk kategori penelantaran atau penghentian penyidikan secara tidak sah,” tegas Boyamin usai sidang.
Dalam petitannya, MAKI memohon kepada hakim agar memerintahkan KPK menghadirkan Rektor USU, Muryanto Amin, dalam persidangan Topan Ginting. Selain itu, MAKI juga meminta KPK membawa bukti uang sebesar Rp 2,8 miliar untuk dimohonkan penyitaan, karena uang tersebut tidak dicantumkan dalam surat dakwaan Topan Ginting meskipun merupakan hasil operasi tangkap tangan (OTT).
“Rektor USU Muryanto Amin dipanggil dua kali tetapi tidak hadir dan tidak dipanggil paksa. Selain itu, surat dakwaan menghilangkan uang Rp 2,8 miliar yang merupakan barang bukti OTT. Ada pula dugaan penghalangan kerja tim KPK oleh oknum internal,” lanjut Boyamin.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka, yaitu:
- Topan Ginting (TOP), Kadis PUPR Provinsi Sumut
- Rasuli Efendi Siregar (RES), Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut
- Heliyanto (HEL), PPK Satker PJN Wilayah I Sumut
- M Akhirun Pilang (KIR), Direktur Utama PT DNG
- M Rayhan Dulasmi Pilang (RAY), Direktur PT RN
KPK menduga Topan Ginting mengatur perusahaan swasta pemenang lelang agar memperoleh keuntungan ekonomi dari proyek jalan senilai Rp 231,8 miliar. Dalam pengembangan penyidikan, Akhirun dan Rayhan diduga telah menarik uang sebesar Rp 2 miliar yang diduga akan dibagikan kepada sejumlah pejabat yang membantu mereka memenangkan proyek tersebut.
Data Riset Terbaru menunjukkan bahwa kasus korupsi proyek infrastruktur di daerah masih menjadi perhatian serius. Berdasarkan catatan ICW (Indonesian Corruption Watch) 2025, sebanyak 38% kasus korupsi yang ditangani KPK melibatkan proyek-proyek pembangunan infrastruktur, dengan kerugian negara mencapai ratusan miliar rupiah. Studi Lembaga Pemantau Hukum dan Kebijakan Anti-Korupsi (LPKAK) menyebutkan bahwa penghentian penyidikan kasus korupsi tanpa alasan hukum yang jelas dapat melemahkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum.
Analisis Unik dan Simplifikasi: Kasus ini mengungkap celah sistemik dalam penegakan hukum korupsi, terutama ketika penanganan perkara melibatkan pejabat publik berpengaruh. Penghentian penyidikan tanpa pemeriksaan saksi kunci berpotensi menciptakan preseden buruk bahwa proses hukum bisa dikendalikan oleh kepentingan politik atau relasi kekuasaan. Untuk itu, transparansi dan akuntabilitas lembaga penegak hukum harus diperkuat agar tidak terjadi impunitas.
Studi Kasus: Kasus korupsi proyek jalan di Sumut mirip dengan kasus korupsi proyek fiktif di daerah lain, di mana aliran dana sering kali melibatkan banyak pihak, termasuk oknum birokrat dan pengusaha. Dalam beberapa kasus serupa, uang hasil korupsi digunakan untuk kepentingan kampanye atau memperkuat posisi politik, sehingga penuntasan hukumnya menjadi rumit.
Infografis:
- Jumlah Tersangka: 5 orang
- Nilai Proyek: Rp 231,8 miliar
- Fee yang Dijanjikan ke Pejabat: Rp 8 miliar
- Uang Hasil OTT: Rp 2,8 miliar
- Uang yang Ditarik Perusahaan: Rp 2 miliar
Dengan semangat pemberantasan korupsi yang tak kenal kompromi, mari kita dukung proses hukum yang transparan dan adil. Jangan biarkan kepentingan kelompok tertentu menghalangi keadilan. Setiap upaya menghambat penegakan hukum harus direspons tegas, agar masyarakat tetap percaya bahwa hukum ditegakkan untuk keadilan, bukan untuk kepentingan. Terus awasi, terus suarakan, dan terus perjuangkan agar pemberantasan korupsi menjadi prioritas utama bangsa ini.
Baca juga Berita lainnya di News Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.