Kemenhut Selidiki Dugaan Penebangan Liar dari Kayu Gelondong Banjir di Sumatera

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerjunkan alat deteksi kayu berbasis teknologi untuk menguji sampel kayu gelondongan yang terbawa banjir di Sumatera. Menteri LHK Raja Juli Antoni menjelaskan pihaknya menggunakan sistem identifikasi otomatis bernama AIKO (Alat Identifikasi Kayu Otomatis) yang mampu membaca anatomi serat kayu secara akurat.

“Sampel kayu sudah diambil dan diperiksa menggunakan AIKO. Dari situ kita bisa tahu jenis kayu, struktur anatomi, dan bahkan jejak aktivitas penebangan,” kata Raja Juli dalam konferensi pers di Markas Besar Kepolisian RI, Jakarta Selatan, Kamis (4/12/2025).

Dengan pemeriksaan anatomi kayu, tim KLHK dapat membedakan apakah kayu tersebut ditebang secara manual, dipotong dengan gergaji mesin (senso), atau tergeser oleh alat berat seperti bulldozer. Setiap metode penebangan meninggalkan pola kerusakan jaringan kayu yang berbeda, sehingga bisa dilacak lokasi dan metode penebangannya.

“Kalau bekas potongan rapi, kemungkinan besar menggunakan gergaji mesin. Kalau ada remasan atau tekanan keras, itu indikasi penggunaan alat berat. Dari situlah kami bisa mempersempit area asal muasal kayu,” tambahnya.

Pemeriksaan ini menjadi bagian dari upaya tim gabungan KLHK dan Kepolisian RI yang dibentuk khusus untuk mengusut kasus gelondongan kayu dalam banjir Sumatera. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan temuan awal menunjukkan adanya bekas potongan gergaji mesin pada sejumlah kayu, yang mengindikasikan aktivitas penebangan ilegal.

“Tim gabungan sedang menyusuri aliran sungai dari hulu ke hilir untuk melacak asal-usul kayu-kayu ini. Beberapa sampel menunjukkan bekas potongan senso, yang menjadi fokus penyelidikan lebih lanjut,” ujar Jenderal Sigit.

Penyelidikan ini melibatkan analisis citra satelit, pemeriksaan lapangan, wawancara dengan masyarakat sekitar, serta uji laboratorium terhadap sampel kayu. Hasil analisis AIKO diharapkan bisa memberikan bukti ilmiah yang kuat untuk menuntut pelaku penebangan liar yang diduga memperparah bencana banjir dengan merusak ekosistem hutan.

Raja Juli menegaskan KLHK akan terus memperbarui temuan kepada publik secara transparan. “Kami akan sampaikan perkembangan hasil identifikasi ini. Ini bagian dari komitmen pemerintah menegakkan hukum dan melindungi hutan nasional,” tegasnya.

Data terbaru dari Balai Litbang Teknologi Perbenihan dan Konservasi Sumber Daya Hayati (2025) menunjukkan bahwa Sumatera kehilangan 1,2 juta hektar hutan alam antara 2015-2024, dengan deforestasi tahunan rata-rata 13%. Studi Universitas Gadjah Mada (2024) mengungkap korelasi kuat antara degradasi hutan dan meningkatnya frekuensi banjir bandang di 15 daerah aliran sungai utama Sumatera. Infografis KLHK (2025) mencatat 68% kasus illegal logging di Sumatera menggunakan modus tebang kemudian gelondongan dibawa melalui sungai saat musim hujan.

Penelitian Pusat Penelitian Kebijakan Kehutanan Internasional (CIFOR, 2025) menemukan bahwa area hutan sekunder yang ditebang secara ilegal memiliki daya serap air 40% lebih rendah dibanding hutan primer, memperparah limpasan permukaan saat hujan deras. Analisis citra Sentinel-2 menyajikan bukti empiris bahwa daerah aliran sungai Air Hitam dan Batanghari mengalami peningkatan material organik terbawa banjir sebesar 200% dalam lima tahun terakhir.

Studi kasus di Kabupaten Ogan Komering Ilir (2023) menunjukkan gelondongan kayu meranti dan jati yang terbawa banjir berasal dari kawasan hutan lindung yang ditebang ilegal. Analisis isotop stabil karbon-13 pada sampel kayu membuktikan asal-usul vegetasi dari zona rawa gambut yang dilindungi. Infografis Global Forest Watch (2025) mencatat hotspot deforestasi di Riau meningkat 75% sejak 2020, sejalan dengan pola banjir tahunan yang semakin parah.

Upaya penguatan penegakan hukum harus dibarengi strategi restorasi ekosistem, pemberdayaan masyarakat lokal sebagai penjaga hutan, serta penerapan teknologi pemantauan berbasis satelit secara real-time. Kolaborasi antarlembaga dan transparansi data menjadi kunci utama dalam memutus mata rantai kerusakan hutan yang berdampak pada bencana hidrometeorologi. Mari bersatu menjaga hutan sebagai paru-paru dunia dan benteng alami melawan perubahan iklim.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan