Pengelolaan WPR Karangjaya-Cineam Tasikmalaya: Menjamin Manfaat Tambang Emas untuk Rakyat, Bukan Hanya bagi Pengusaha Besar

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) Kabupaten Tasikmalaya mempertanyakan peran dan langkah nyata UPT ESDM Jawa Barat Wilayah VI dalam menata Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di Karangjaya dan Cineam. Ketua DPC APRI Kabupaten Tasikmalaya, Hendra Bima, menyatakan bahwa selain penataan, perlu ada penyelesaian terhadap berbagai persoalan pertambangan rakyat yang hingga kini belum tuntas.

Menurut Hendra, sebagai perpanjangan tangan Kementerian ESDM, UPT seharusnya lebih aktif dalam memberikan arah kebijakan, rekomendasi, dan evaluasi di lapangan. Ia menjelaskan bahwa APRI bersama Koperasi Tunggal Mandiri Bersatu telah mengajukan penetapan WPR sejak akhir 2020, setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba. Pengajuan tersebut didasarkan pada lokasi tambang rakyat yang telah beroperasi secara tradisional sejak tahun 1970-an. Usulan itu kemudian dikabulkan melalui Surat Keputusan Kementerian ESDM pada tahun 2022. WPR yang ditetapkan meliputi dua kecamatan, yaitu Cineam dan Karangjaya, serta lima desa dengan total luas mencapai 433 hektare.

“WPR yang sudah ditetapkan ini merupakan aset Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya. WPR adalah syarat utama terbitnya Izin Pertambangan Rakyat (IPR) karena mencakup kelengkapan dokumen teknis dan administratif. Harapan kami jelas agar masyarakat penambang mendapatkan kepastian legal dan peningkatan kesejahteraan,” ujar Hendra kepada Radar, Rabu 3 Desember 2025.

Ia menegaskan bahwa pengelolaan WPR harus benar-benar berpihak kepada masyarakat penambang, bukan kepada pemilik modal besar. “Rakyat harus mandiri. Dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Jangan sampai aset yang kami kawal sejak awal ini justru dimanfaatkan segelintir pengusaha besar. Kami tidak ingin WPR berubah menjadi sumber keuntungan pribadi yang tidak berdampak pada kesejahteraan masyarakat,” tegasnya.

Terkait meningkatnya persoalan hukum yang menyeret para penambang rakyat, Hendra menilai UPT ESDM Wilayah VI seharusnya memiliki kajian menyeluruh mengenai kondisi pertambangan di wilayah tersebut. Hendra menilai lembaga itu semestinya dapat memberi masukan strategis kepada kementerian agar solusi yang ditetapkan sesuai dengan realitas lapangan.

“UPT itu perwakilan kementerian. Aparat penegak hukum pun perlu menanyakan apa langkah, kajian, atau rekomendasi yang sudah diberikan UPT ESDM terkait pertambangan di Tasikmalaya. Apakah pernah ada upaya? Apakah pernah ada analisis? Ini harus dijelaskan,” ujar Hendra.

Berdasarkan data riset terbaru dari Kementerian ESDM tahun 2024, jumlah penambang rakyat di Jawa Barat mencapai lebih dari 15.000 orang, dengan potensi produksi emas rata-rata 8 gram per hari. Namun, tantangan utama yang dihadapi adalah kurangnya akses terhadap teknologi ramah lingkungan dan minimnya pelatihan keselamatan kerja. Studi kasus di wilayah Karangjaya menunjukkan bahwa peningkatan produktivitas sebesar 40% dapat dicapai ketika penambang menggunakan metode pengolahan amalgamasi modern yang ramah lingkungan. Infografis terkait alur pengelolaan WPR dan manfaatnya bagi kesejahteraan masyarakat dapat diakses melalui situs resmi Kementerian ESDM.

Dengan potensi besar yang dimiliki, penataan WPR harus menjadi prioritas utama untuk mewujudkan pertambangan yang berkelanjutan dan berpihak pada rakyat. Mari bersama-sama mendorong pemerintah dan stakeholder terkait untuk memberikan perhatian serius terhadap nasib penambang rakyat. Dukung terus upaya pemberdayaan penambang agar dapat menjadi motor penggerak ekonomi di daerahnya masing-masing.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan