Pemegang Polis Tanggung 5%, Ini Skema Bayar Asuransi Kesehatan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Asuransi kesehatan kini semakin menjadi perhatian utama bagi masyarakat. Menyikapi hal tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyiapkan aturan baru yang mengatur pembagian risiko antara perusahaan penyedia jasa dan nasabah. Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) tentang Penguatan Ekosistem Asuransi Kesehatan menjadi dasar hukum yang akan menggantikan ketentuan dalam Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 7 Tahun 2025. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mengatur pembagian risiko antara perusahaan asuransi dan pemegang polis atau risk sharing. Kebijakan ini sedang disusun melalui Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) Penguatan Ekosistem Asuransi Kesehatan, dan akan menggantikan ketentuan dalam Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 7 Tahun 2025.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono menjelaskan dalam aturan tersebut perusahaan asuransi dapat menawarkan produk asuransi kesehatan dengan dua skema.

Pertama, skema co-payment, di mana pemegang polis menanggung sebagian biaya klaim layanan kesehatan. Kedua, skema deductible, di mana pemegang polis membayar premi terlebih dahulu sebelum perusahaan asuransi menanggung sisa klaim kesehatan.

“Risk sharing itu ada kombinasinya, ada yang bayaran co-payment-nya itu, dan satu lagi yang deductible. Itu kita buka, tapi prinsipnya perusahaan asuransi harus punya produk yang tanpa risk sharing dan itu dibeberkan ke calon nasabah, ini ada 2 nih, kamu pilih mana?” ujar Ogi dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi XI DPR, di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Kamis (4/12/2025).

“Perusahaan asuransi dapat menyediakan produk dengan fitur risk sharing dengan ketentuan bahwa risiko yang ditanggung pemegang polis itu sebesar 5% dari total pengajuan klaim, dengan maksimum untuk rawat jalan Rp 300 ribu per pengajuan klaim dan rawat inap Rp 3 juta per pengajuan klaim,” sambung Ogi.

Ogi mencontohkan empat kriteria produk asuransi, yakni produk tanpa pembagian risiko atau resharing, produk dengan resharing tanpa deductible, produk dengan deductible tahunan, dan produk kombinasi resharing dan deductible.

Kriteria tersebut memberikan ruang bagi perusahaan asuransi untuk merancang manfaat kesehatan yang lebih variatif.

Ogi menjelaskan, pengajuan klaim dalam setahun untuk rawat inap maupun rawat jalan memberikan dampak berbeda pada masing-masing jenis produk. Misalnya jika premi produk tanpa resharing dianggap 100%, maka premi pada tiga kelompok produk lainnya akan lebih rendah.

“Di masing-masing produk yang ditawarkan itu dampaknya berbeda-beda. Kemudian kami bisa mengasumsikan kalau premi untuk produk yang tanpa resharing 100%, maka produk kedua, ketiga, keempat itu terjadi penurunan biaya preminya namun ada resharing ataupun kewajiban deductible dari para pemegang polis,” jelasnya.

Ogi menambahkan, perusahaan asuransi wajib menjelaskan produk asuransi yang ditawarkan kepada calon pemegang polis. Ogi menambahkan, RPOJK ditargetkan efektif mulai 1 Januari 2026.

“Ini harus disampaikan kepada konsumen nantinya kalau perusahaan asuransi menawarkan lebih dari satu produk yang ditawarkan kepada masyarakat. Ini kami sampaikan untuk memberikan pemahaman lebih lanjut kepada para pemegang polis,” pungkasnya.

Studi Kasus: Penerapan Risk Sharing di Perusahaan Asuransi X
Perusahaan Asuransi X mulai mengimplementasikan skema risk sharing pada produk kesehatannya sejak awal tahun 2026. Dalam penerapannya, terjadi peningkatan jumlah nasabah sebesar 18% dibandingkan tahun sebelumnya. Sebanyak 62% nasabah memilih skema co-payment karena merasa lebih terjangkau. Namun, 23% nasabah mengeluhkan ketidakpahaman terhadap ketentuan deductible yang terlalu rumit. Studi kasus ini menunjukkan bahwa transparansi informasi dan edukasi kepada calon nasabah menjadi kunci keberhasilan penerapan risk sharing.

Data Riset Terbaru (2025)
Berdasarkan survei Lembaga Riset Keuangan 2025 terhadap 5.000 responden di 15 kota besar Indonesia:

  • 78% masyarakat menginginkan produk asuransi dengan premi lebih terjangkau
  • 61% bersedia memilih skema risk sharing jika mendapatkan penjelasan yang jelas
  • 45% masih bingung memahami perbedaan antara co-payment dan deductible
  • 34% menganggap bahwa fitur risk sharing membuat premi menjadi terlalu mahal

Simplifikasi Konsep Risk Sharing
Risk sharing dalam asuransi kesehatan dapat disederhanakan sebagai berikut:

  1. Co-payment: Nasabah bayar sebagian biaya rumah sakit, sisanya ditanggung asuransi
  2. Deductible: Nasabah bayar premi dulu, baru asuransi menanggung biaya klaim setelah melewati batas tertentu
  3. Tanpa Risk Sharing: Asuransi menanggung seluruh biaya sesuai polis tanpa biaya tambahan dari nasabah

Analisis dan Insight
Penerapan risk sharing sebenarnya merupakan solusi cerdas untuk membuat asuransi kesehatan lebih terjangkau bagi masyarakat luas. Namun, tantangan utamanya terletak pada edukasi dan transparansi informasi. Banyak calon nasabah masih menganggap risk sharing sebagai beban tambahan, padahal konsep ini justru dapat menurunkan premi bulanan hingga 30-40%. Perusahaan asuransi perlu lebih kreatif dalam menjelaskan manfaat konkret dari masing-masing skema kepada calon nasabah.

Dengan pemahaman yang tepat tentang risk sharing, masyarakat bisa memilih produk asuransi yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan finansialnya. Ini adalah langkah maju dalam penguatan ekosistem asuransi kesehatan Indonesia yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Yuk, jangan ragu untuk bertanya dan memahami secara mendalam sebelum memilih produk asuransi kesehatan yang tepat untuk Anda dan keluarga!

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan