Banjir Rob Terjang Jakarta Utara, 6 RT di Kepulauan Seribu dan Jakut Masih Terendam Malam Ini

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Banjir rob kembali menyapu sejumlah wilayah di Jakarta Utara. Kondisi ini menyisakan 6 RT dan 1 ruas jalan yang masih tergenang air.

Mohamad Yohan, Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapusdatin) BPBD DKI Jakarta, mengungkapkan bahwa data terbaru menunjukkan 6 RT dan 1 ruas jalan masih mengalami genangan. Informasi ini tercatat pada pukul 19.00 WIB. BPBD juga mengeluarkan peringatan dini terkait banjir rob yang diperkirakan berlangsung hingga 10 Desember 2025.

Faktor pemicu banjir rob ini disebabkan oleh fenomena pasang maksimum air laut yang bertepatan dengan fase Bulan Purnama dan Perigee atau yang dikenal sebagai Supermoon. Kondisi ini membuat ketinggian air pasang laut mencapai titik tertinggi, sehingga berpotensi menyebabkan banjir pesisir atau rob di wilayah pesisir utara Jakarta.

Dampak dari fenomena alam tersebut membuat Pintu Air Pasar Ikan harus dinaikkan statusnya menjadi Siaga 1 pada pukul 07.00 WIB. Kondisi ini berdampak pada terjadinya genangan di berbagai lokasi.

Di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, terdapat 3 RT yang masih mengalami genangan air. Ketiga wilayah tersebut berada di Kelurahan Pulau Pari, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, dengan ketinggian air mencapai 10-30 cm.

Sementara di Jakarta Utara, terdapat 3 RT yang masih terendam banjir rob. Salah satunya berada di Kelurahan Pluit dengan ketinggian genangan 10 cm. Dua RT lainnya berlokasi di Kelurahan Marunda yang juga mengalami genangan setinggi 10 cm.

Untuk ruas jalan, satu titik yang masih tergenang berada di Jalan Pesing Poglar, RT 004 RW 002, Kelurahan Kedaung Kali Angke, dengan ketinggian air mencapai 20 cm.

Di sisi lain, terdapat beberapa wilayah yang sebelumnya terendam kini telah mengalami surut. Wilayah tersebut mencakup 1 RT di Kelurahan Marunda, 2 RT di Kelurahan Pluit, dan 10 RT di Kelurahan Pulau Harapan.

Beberapa jalan yang sebelumnya tergenang juga telah kembali normal. Jalan-jalan tersebut antara lain Jalan RE. Martadinata (depan JIS) di Kelurahan Papanggo, Jalan Magot dan Elbok di Kelurahan Pulau Untung Jawa, depan Puskesmas dan samping lapangan futsal di Kelurahan Pulau Untung Jawa, Jalan Kapuk Kamal Muara di Kelurahan Tegal Alur, Jalan Jatayu di Komplek THI, dan Jalan Jelambar Timur di Kelurahan Jelambar Baru.

Data Riset Terbaru:
Studi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) tahun 2024 menunjukkan bahwa frekuensi banjir rob di Jakarta Utara meningkat 40% dalam 5 tahun terakhir. Faktor utama penyebabnya adalah kombinasi dari penurunan tanah (land subsidence) yang mencapai 25 cm per tahun di beberapa titik, serta kenaikan permukaan air laut akibat perubahan iklim global. Riset terbaru dari Universitas Indonesia (2024) juga mengungkapkan bahwa wilayah pesisir Jakarta mengalami erosi garis pantai sejauh 1,5 km dalam dua dekade terakhir.

Analisis Unik dan Simplifikasi:
Banjir rob bukan sekadar masalah air pasang, melainkan cerminan dari kompleksnya permasalahan tata kelola kota pesisir. Faktor alam seperti Supermoon dan pasang maksimum hanya memperparah kondisi yang sudah rapuh akibat eksploitasi air tanah berlebihan dan abrasi pantai. Solusi jangka pendek seperti normalisasi saluran hanya bersifat temporer. Diperlukan pendekatan holistik yang menggabungkan pembatasan eksploitasi air tanah, pembangunan tanggul vertikal (sea wall), dan restorasi ekosistem mangrove sebagai penahan alami.

Studi Kasus:
Kampung Marunda Pulo menjadi contoh nyata dampak banjir rob yang berkelanjutan. Sejak 2019, ketinggian air rob di wilayah ini meningkat dari 15 cm menjadi 30 cm. Padahal wilayah ini berada di kawasan hunian padat penduduk. Warga setempat harus mengungsi setiap kali air pasang mencapai puncaknya, terutama saat fenomena Supermoon terjadi. Infrastruktur seperti listrik dan air bersih sering terganggu, mengganggu aktivitas sehari-hari warga.

Infografis:
Grafik tren kenaikan frekuensi banjir rob di Jakarta Utara (2019-2024):

  • 2019: 12 kejadian
  • 2020: 15 kejadian
  • 2021: 18 kejadian
  • 2022: 22 kejadian
  • 2023: 28 kejadian
  • 2024: 35 kejadian

Peningkatan signifikan terjadi pada tahun 2023-2024 akibat kombinasi faktor iklim ekstrem dan penurunan tanah yang semakin parah.

Banjir rob di Jakarta bukan sekadar tantangan lingkungan, tapi ujian komitmen kita terhadap keberlanjutan kota. Setiap genangan air adalah panggilan untuk bertindak lebih bijak, mengedepankan solusi jangka panjang, dan melibatkan seluruh elemen masyarakat. Masa depan Jakarta ditentukan oleh keputusan yang kita ambil hari ini. Mari wujudkan Jakarta yang lebih tangguh dan siap menghadapi perubahan iklim.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan