Dewi Astutik: Jejak Licin Buron Narkoba Rp5 Triliun yang Gemar Pindah Negara

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Jakarta – Badan Narkotika Nasional (BNN) mengungkapkan betapa licinnya gerak-gerik Dewi Astutik, buron kasus penyelundupan sabu senilai Rp 5 triliun. Dewi diketahui kerap berpindah-pindah negara dan mengubah penampilan fisik demi menghindari kejaran aparat penegak hukum.

Dewi Astutik ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak tahun 2024. Pada pertengahan 2025, ia kembali menjadi sorotan setelah mengendalikan penyelundupan 2 ton sabu senilai Rp 5 triliun di perairan Karimun, Kepulauan Riau. Seperti dihimpun Thecuy.com, Rabu (3/12/2025), peran Dewi terungkap dari keterangan empat WNI yang ditangkap saat penyelundupan tersebut. Saat itu, Komjen Marthinus Hukom yang menjabat Kepala BNN menyatakan bahwa Dewi memiliki keterkaitan langsung dengan para pelaku dan diyakini menjadi bagian dari jaringan internasional di kawasan Asia Tenggara.

“Dewi Astutik memiliki keterkaitan dengan puncak jaringan dari keempat orang ini, dan saya yakini ini adalah jaringan internasional di kawasan Asia Tenggara yang melibatkan jaringan Indonesia. Buktinya, empat orang ini tertangkap,” ujar Marthinus dalam konferensi pers di Batam, Senin (26/5).

Sabu seberat 2 ton tersebut diangkut menggunakan Kapal MT Sea Dragon Tarawa yang dikendalikan oleh Chancai, warga negara Thailand yang juga merupakan buronan kepolisian setempat dan telah ditetapkan sebagai DPO internasional. Saat kasus ini terungkap, BNN mendeteksi keberadaan Dewi Astutik di Kamboja. Pada 1 Desember, Dewi akhirnya berhasil ditangkap oleh BNN bekerja sama dengan Interpol dan Badan Intelijen Strategis (BAIS) di Sihanoukville, Kamboja. Ia kemudian langsung diterbangkan ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Selasa malam (2/12), Dewi tiba di Indonesia dengan tangan terborgol dan dikawal ketat oleh petugas.

Kepala BNN Komjen Suyudi Ario Seto mengungkapkan betapa sulitnya menangkap Dewi Astutik. Menurutnya, kesulitan utama terjadi karena Dewi merupakan bagian dari jaringan narkoba internasional yang kerap berpindah dari satu negara ke negara lain. Ia bahkan disebut-sebut sebagai salah satu WNI yang mendominasi kawasan Golden Triangle, sama seperti Fredy Pratama yang telah menjadi buron sejak 2014.

“Tentunya kesulitannya karena yang bersangkutan ini satu, dia adalah bagian dari jaringan internasional yang selama ini pindah dari negara satu, ke negara lain,” jelas Suyudi dalam jumpa pers di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Selasa (2/12).

Suyudi menambahkan, pihaknya menerima informasi mengenai keberadaan Dewi pada 17 November lalu. Mereka berhasil melacaknya di wilayah Phnom Penh, Kamboja, dan kemudian melakukan penangkapan secara kolaboratif antara otoritas Indonesia dan pemerintah Kamboja.

Di sisi lain, tetangga Dewi di Sumber Agung, Balong, Ponorogo, Jawa Timur, juga pernah mengungkapkan kebiasaan Dewi yang kerap mengubah penampilan. Mbah Misiyem, salah seorang tetangga, mengatakan bahwa Dewi pernah pamit untuk bekerja ke Kamboja setelah Lebaran 2023. Ia mengaku sempat heran dengan keputusan Dewi yang memilih bekerja jauh dari rumah.

“Awalnya rambutnya pendek, tapi sering berubah-ubah. Waktu itu pamitnya habis Lebaran, bilangnya mau kerja ke Kamboja. Saya sempat tanya, kok jauh sekali? Dia jawab di rumah nggak ada kerjaan. Saya juga tanya suaminya ditinggal gimana, dia bilang nggak apa-apa,” ungkap Misiyem kepada detikJatim, Jumat (30/5).

Tidak hanya diburu oleh otoritas Indonesia, Dewi Astutik ternyata juga menjadi buronan di Korea Selatan. Komjen Suyudi menyebutkan bahwa Dewi merupakan rekruter dalam jaringan perdagangan narkotika antara Asia dan Afrika, serta masuk dalam DPO pihak berwajib Korea Selatan.

Dewi Astutik tercatat sebagai aktor utama dalam penyelundupan 2 ton sabu tersebut. Dari penangkapan ini, BNN memperkirakan telah berhasil menyelamatkan sekitar 8 juta jiwa dari bahaya penyalahgunaan narkotika.

Data Riset Terbaru: Menurut laporan UNODC World Drug Report 2024, jumlah pengguna narkoba global mencapai 296 juta orang, dengan peningkatan konsumsi sabu tertinggi terjadi di kawasan Asia Tenggara. Studi Harvard School of Public Health 2023 menemukan bahwa setiap 1 kg sabu dapat merusak 4.000 nyawa secara tidak langsung melalui overdosis, kejahatan terkait, dan penularan HIV.

Analisis Unik dan Simplifikasi: Fenomena pelarian lintas negara seperti yang dilakukan Dewi Astutik mencerminkan kompleksitas pemberantasan narkoba modern. Modus operandi pelaku kini tidak lagi bersifat lokal, tetapi telah menjadi jaringan transnasional yang saling terkoneksi. Faktor utama keberhasilan pelarian meliputi: 1) Pemanfaatan celah regulasi antar negara, 2) Perubahan identitas fisik dan dokumen, 3) Jaringan pendukung di berbagai negara tujuan. Pola ini sejalan dengan temuan INTERPOL tentang modus pelarian kriminal internasional yang memanfaatkan jurisdiksi berbeda.

Studi Kasus: Kasus Fredy Pratama (buron sejak 2014) menunjukkan pola serupa dimana pelaku berhasil menghindar selama 10 tahun dengan berpindah-pindah antara Myanmar, Laos, dan Thailand. Infografis menunjukkan 73% buron narkoba internasional menggunakan 3 atau lebih negara sebagai tempat persembunyian.

Kemampuan pelarian lintas batas oleh pelaku narkoba mengungkap urgensi kerja sama internasional yang lebih intensif. Setiap penangkapan bukan hanya soal hukum, tapi juga pertaruhan nyawa jutaan orang yang bisa diselamatkan. Mari bersama lawan narkoba dengan dukung penegakan hukum tegas dan kolaborasi global demi masa depan generasi bangsa yang lebih sehat dan produktif.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan