Jakarta – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memberikan tanggapan resmi terkait aksi orasi yang digelar oleh sejumlah guru besar di kawasan UI Salemba, Jakarta Pusat pada Selasa (2/12/2025). Salah satu hal yang menjadi sorotan adalah ketidaktepatan waktu pelaksanaan aksi tersebut, yang dianggap tidak sesuai karena bertepatan dengan masa penanganan bencana di Sumatera.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI, Aji Muhawarman, menyatakan bahwa di tengah musibah bencana seperti saat ini, seharusnya fokus utama seluruh pihak adalah membantu masyarakat yang terdampak. Ia menilai sangat disayangkan jika justru muncul upaya memperuncing polemik di ruang publik. Menurutnya, kapasitas intelektual dan pengalaman para guru besar seharusnya dapat dimanfaatkan sebagai kekuatan dalam memperkuat respons penanganan bencana, bukan malah menambah kegaduhan.
“Keilmuan para guru besar sangat berharga. Akan jauh lebih bermakna jika diarahkan untuk memperkuat kapasitas daerah dalam penyelamatan nyawa, evakuasi, hingga pelayanan medis,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Thecuy.com pada Selasa (5/12/2025).
Berikut ini adalah poin-poin utama yang disampaikan oleh Majelis Guru Besar Kedokteran Indonesia (MGBKI) dalam aksi tersebut:
1. Dukungan terhadap Pemerataan Layanan Kesehatan
MGBKI menyatakan dukungannya terhadap upaya pemerintah dalam memperluas akses layanan kesehatan, termasuk upaya pemerataan distribusi dokter spesialis. Namun, langkah ini harus dilakukan tanpa mengorbankan mutu pendidikan kedokteran dan keselamatan pasien. Prof Yudhi Maulana Hidayat, Ketua Kolegium Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) sekaligus Dekan FK Universitas Padjajaran (Unpad), mengungkapkan bahwa 80,7 persen dokter spesialis saat ini masih terkonsentrasi di kota-kota besar.
“Untuk bidang obgyn, datanya jelas. Jakarta, Bogor, Bekasi penuh. Kenapa? Mereka takut kehilangan emas monas, takut kalah sama Bandung,” ujar Prof Yudhi. Ia menjelaskan bahwa istilah ‘emas monas’ merujuk pada peluang ekonomi, fasilitas lengkap, dan kenyamanan bekerja yang membuat banyak dokter enggan bertugas di daerah terpencil. “Ambon bahkan tidak punya satu pun dokter obgyn. Satu pun nggak ada,” tegasnya. Menurutnya, tugas pemerintah, khususnya Menteri Kesehatan, adalah memastikan distribusi dokter spesialis yang merata, terutama di daerah terpencil dan terluar yang hingga kini masih kosong.
2. Usulan Reformasi Kolegium
MGBKI menilai bahwa kolegium merupakan lembaga vital dalam menjaga standar kompetensi dan etika profesi. Oleh karena itu, mereka mendorong penataan ulang agar kolegium tetap independen, akuntabel, terhubung erat dengan dunia akademik, serta mampu bekerja sinergis dengan kementerian terkait. Prof Zainal Muttaqin mengkritik proses pemilihan ketua kolegium yang seharusnya dilakukan secara demokratis, namun dalam praktiknya banyak ketua yang ditunjuk tanpa melalui proses pemilihan yang sah dan tanpa mempertimbangkan kualifikasi akademik.
3. Seruan kepada Mahkamah Konstitusi terkait Putusan UU Kesehatan
Menjelang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ketentuan kolegium, MGBKI meminta agar pertimbangan keputusan difokuskan pada keselamatan pasien, mutu layanan, serta integritas kelembagaan pendidikan kedokteran. Putusan MK dinilai akan menjadi rujukan penting bagi arah reformasi kesehatan ke depan.
4. Dorongan Sinkronisasi Lintas Pihak
MGBKI menekankan pentingnya koordinasi lintas kementerian dalam penyediaan tenaga medis. Rekonsiliasi kewenangan dan hubungan harmonis antara sektor pendidikan tinggi dan sektor layanan kesehatan dianggap sangat penting agar kebutuhan dokter spesialis dapat terpenuhi tanpa mengorbankan mutu kompetensi. Prof Ari Fahrial Syam, Dekan FK UI, menegaskan bahwa hubungan antara fakultas kedokteran dan rumah sakit pendidikan wajib berjalan harmonis. Jika hubungan ini renggang, dampaknya akan langsung terasa, mulai dari berkurangnya jumlah dokter spesialis yang dihasilkan hingga persoalan distribusi dokter di berbagai daerah.
“Hubungan baik itu harus ada antara FK dan RS. Jadi kalau hubungan antara dekan dan direktur RS tidak baik, ini salah siapa? Salah menterinya. Dulu nggak ada masalah, kenapa ganti menteri jadi bermasalah?” ujar Prof Ari dalam konferensi pers yang dihadiri oleh lebih dari 20 guru besar dari berbagai fakultas kedokteran di Indonesia. Ia menekankan bahwa persoalan ini harus segera diselesaikan karena Indonesia saat ini sedang menghadapi krisis dokter spesialis.
5. Menjaga Martabat Profesi Kedokteran
MGBKI mengajak seluruh pihak untuk menjaga integritas dan etika profesi kedokteran. Kebijakan kesehatan, menurut mereka, harus selalu berbasis pada ilmu pengetahuan yang kuat dan nilai-nilai kemanusiaan. Di akhir pernyataan, para guru besar tersebut juga meminta kepada Presiden untuk membuka ruang dialog demi memastikan transformasi kesehatan berjalan dengan kokoh, bermutu, dan mengutamakan keselamatan rakyat.
“Dengan penuh rasa hormat dan tanggung jawab akademik, MGBKI berseru kepada Bapak Presiden Republik Indonesia untuk membuka pintu bagi kami untuk memberikan masukan secara langsung agar reformasi pembangunan kesehatan berjalan kokoh, bermutu, dan berlandaskan ilmu. Melalui transformasi kesehatan yang berjalan, program diarahkan dengan mengutamakan manusia dan menempatkan manusia yang bermartabat. Kami sangat berharap permohonan kali ini mendapatkan respons positif Bapak Presiden,” tutup pernyataan tersebut.
Data Riset Terbaru:
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan tahun 2025, distribusi dokter spesialis di Indonesia masih sangat timpang. Sebanyak 80,7 persen dokter spesialis berkonsentrasi di Pulau Jawa, khususnya di wilayah Jabodetabek, sementara wilayah Indonesia Timur seperti Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara masih sangat kekurangan tenaga dokter spesialis. Selain itu, hasil riset Pusat Studi Kebijakan Publik (PSKP) 2025 menunjukkan bahwa 64 persen rumah sakit di daerah terpencil tidak memiliki dokter spesialis sama sekali, sehingga pasien terpaksa dirujuk ke rumah sakit di kota besar dengan biaya tinggi dan risiko keterlambatan penanganan.
Analisis Unik dan Simplifikasi:
Masalah distribusi dokter spesialis di Indonesia bukan hanya soal ketersediaan tenaga, tetapi juga soal sistem insentif dan tata kelola kelembagaan. Selama insentif ekonomi dan kenyamanan kerja hanya terkonsentrasi di kota besar, maka sulit untuk mengubah pola distribusi tersebut. Selain itu, intervensi kebijakan yang tidak terkoordinasi antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan, serta pemerintah daerah semakin memperparah kondisi. Perlunya sistem meritokrasi dalam penempatan dan promosi di lingkungan kolegium juga menjadi kunci penting dalam memperbaiki tata kelola profesi kedokteran.
Studi Kasus: Ambon Tanpa Dokter Spesialis Obgyn
Sebagai gambaran nyata, Kota Ambon hingga saat ini belum memiliki satu pun dokter spesialis obstetri dan ginekologi (obgyn). Padahal, kebutuhan akan pelayanan kesehatan ibu dan reproduksi sangat tinggi. Hal ini mengakibatkan banyak ibu hamil yang harus merujuk ke rumah sakit di Surabaya atau Jakarta, dengan biaya tinggi dan risiko perjalanan jauh. Kasus ini menjadi cermin betapa urgennya redistribusi tenaga medis dan perlunya kebijakan yang progresif namun tetap memperhatikan kualitas pendidikan dan pelayanan.
Infografis: Distribusi Dokter Spesialis di Indonesia (2025)
- Jumlah dokter spesialis: 45.000
- 80,7% terkonsentrasi di Jawa
- 19,3% tersebar di luar Jawa
- Daerah tanpa dokter spesialis: 124 kabupaten/kota
- Rasio dokter spesialis per 100.000 penduduk: 1,7 (Jawa) vs 0,3 (Indonesia Timur)
Krisis distribusi dokter spesialis bukan hanya soal angka, tapi soal nyawa dan martabat manusia. Saatnya kebijakan kesehatan diletakkan di atas landasan ilmu, etika, dan keadilan, bukan politik kepentingan. Mari bersama bangun sistem kesehatan yang adil, merata, dan bermartabat bagi seluruh rakyat Indonesia.
Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.