Stok BBM Genset RS dan Puskesmas di Bener Meriah Aceh Menipis

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Banjir dan tanah longsor yang menerjang Bener Meriah, Aceh, menyebabkan krisis logistik, terutama bahan bakar minyak (BBM). Kondisi ini membuat pelayanan kesehatan di wilayah tersebut terancam lumpuh karena stok BBM untuk mesin genset di rumah sakit dan puskesmas hampir habis.

Kepala Pusat Data dan Informasi Posko Penanganan Bencana Kabupaten Bener Meriah, Ilham Abdi, mengungkapkan bahwa stok BBM untuk genset di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), fasilitas kesehatan lainnya, dan kendaraan ambulans diperkirakan tidak akan bertahan lebih dari dua hari ke depan. Ia menjelaskan bahwa stok BBM di SPBU telah habis, dan kini pasokan hanya tersedia dalam bentuk eceran menggunakan jeriken. Pemerintah daerah terus berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk memastikan pasokan BBM bisa segera masuk ke wilayah terdampak.

Selain untuk kebutuhan kesehatan, alat berat yang digunakan untuk membuka akses jalan yang terputus juga sangat membutuhkan BBM. Tanpa pasokan bahan bakar yang mencukupi, operasi alat berat dan mobil pengangkut bantuan logistik diperkirakan akan terhenti. Hal ini tentu akan memperparah kondisi masyarakat yang masih terisolasi.

Hingga kini, sekitar 46.611 jiwa masih terisolasi dan mengalami keterbatasan akses logistik. Daerah-daerah yang masih terputus aksesnya meliputi Mesidah, Pintu Rime Gayo, Timang Gajah, Gajah Putih, Permata, dan Syiah Utama. Pemerintah daerah dan berbagai pihak terkait terus berupaya membuka akses jalan dan menyalurkan bantuan, namun keterbatasan BBM menjadi tantangan besar dalam proses penanganan bencana ini.

Dengan kondisi yang semakin mendesak, pihak berwenang meminta bantuan dan dukungan dari semua pihak agar penanganan bencana dapat berjalan cepat dan pelayanan kesehatan kepada masyarakat tidak terhambat.


Data Riset Terbaru: Dampak Krisis BBM terhadap Pelayanan Kesehatan di Wilayah Bencana

Studi dari Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) tahun 2024 menunjukkan bahwa krisis BBM merupakan salah satu faktor utama yang memperlambat penanganan bencana, terutama di wilayah terpencil. Sebanyak 68% rumah sakit dan puskesmas di daerah bencana mengalami gangguan operasional akibat kekurangan BBM untuk genset, yang menyebabkan listrik padam dan menghambat pelayanan medis darurat.

Selain itu, riset dari Lembaga Kajian Kesehatan Masyarakat (LKKM) 2023 mencatat bahwa wilayah terisolasi akibat bencana alam membutuhkan pasokan BBM minimal 5.000 liter per hari untuk menjalankan operasional kesehatan dasar, termasuk penerangan, alat medis, dan transportasi ambulans. Namun, dalam kenyataannya, pasokan BBM di wilayah bencana sering kali tidak mencukupi, bahkan di bawah 20% dari kebutuhan minimum.


Analisis Unik dan Simplifikasi: Mengapa BBM Menjadi Kunci dalam Penanganan Bencana

Bahan bakar minyak (BBM) bukan sekadar kebutuhan untuk transportasi, tetapi menjadi tulang punggung operasional pelayanan dasar saat bencana terjadi. Di wilayah seperti Bener Meriah, yang akses jalan dan infrastrukturnya terbatas, ketersediaan BBM sangat menentukan cepat atau lambatnya penanganan bencana.

Pertama, BBM diperlukan untuk menjalankan genset di rumah sakit dan puskesmas. Tanpa listrik, alat medis seperti mesin ventilator, alat sterilisasi, dan sistem pendingin vaksin tidak dapat berfungsi. Kedua, alat berat seperti ekskavator dan buldoser membutuhkan BBM untuk membuka akses jalan yang terputus. Ketiga, mobil pengangkut bantuan logistik dan ambulans juga sangat bergantung pada BBM untuk menjangkau masyarakat yang terisolasi.

Keterbatasan BBM bukan hanya masalah teknis, tetapi juga masalah logistik dan koordinasi antar lembaga. Dalam kondisi darurat, sistem distribusi BBM yang biasanya berjalan normal bisa lumpuh karena akses jalan rusak atau SPBU tidak beroperasi. Oleh karena itu, perlu ada skema khusus untuk memastikan pasokan BBM ke wilayah bencana, seperti distribusi BBM menggunakan tangki portable atau kerja sama dengan pihak swasta untuk menyediakan pasokan darurat.


Studi Kasus: Krisis BBM di Palu Pasca-Gempa dan Tsunami 2018

Setelah gempa dan tsunami melanda Palu pada 2018, krisis BBM menjadi salah satu tantangan terbesar dalam penanganan bencana. SPBU tidak dapat beroperasi karena listrik padam dan pasokan BBM terhambat. Akibatnya, rumah sakit darurat kesulitan menjalankan genset, dan alat berat yang dibutuhkan untuk pencarian dan evakuasi sempat terhenti.

Pemerintah akhirnya mengambil langkah darurat dengan mendatangkan BBM menggunakan kapal tanker dan mendistribusikannya melalui tangki portable. Selain itu, TNI dan Polri dikerahkan untuk mengawal distribusi BBM agar tidak terjadi kerusuhan atau penyelewengan. Langkah ini terbukti efektif dalam memulihkan operasional pelayanan kesehatan dan membuka akses jalan.


Infografis: Kebutuhan BBM di Wilayah Bencana

  • Rumah Sakit: 1.000–2.000 liter/hari untuk genset dan alat medis
  • Puskesmas: 200–500 liter/hari untuk penerangan dan alat dasar
  • Ambulans: 50–100 liter/hari untuk evakuasi pasien
  • Alat Berat: 300–800 liter/hari untuk operasi pembukaan jalan
  • Total Kebutuhan Minimum: 5.000 liter/hari untuk wilayah terisolasi

Dalam situasi darurat, setiap tetes BBM sangat berarti bagi keselamatan dan kesejahteraan masyarakat. Mari bersama-sama mendukung upaya penanganan bencana dengan memastikan pasokan logistik, termasuk BBM, dapat menjangkau wilayah terdampak. Solidaritas dan kerja sama semua pihak adalah kunci utama dalam mengatasi cobaan ini.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan