Polisi Ungkap Kasus Pembuangan Bayi di Salopa Tasikmalaya: Pelakunya Ternyata Ibu Kandung yang Berpura-pura Menemukan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Bayi laki-laki yang ditemukan di teras rumah warga di Kampung Panyiraman, Desa Banjarwaringin, Kecamatan Salopa, Kabupaten Tasikmalaya pada 1 Desember 2025, ternyata dibuang oleh ibu kandungnya sendiri. Pelaku sebelumnya mengaku sebagai penemu bayi, namun Satreskrim Polres Tasikmalaya berhasil mengungkap identitasnya melalui serangkaian penyelidikan, gelar perkara, dan pemeriksaan saksi.

Kasat Reskrim Polres Tasikmalaya AKP Ridwan Budiarta menyatakan bahwa pelaku adalah perempuan yang seolah-olah menemukan bayi dalam keadaan kedinginan di dalam kantong plastik hitam. Ia membuang bayinya karena tekanan sosial akibat kehamilan di luar nikah. Calon suami yang sebelumnya berjanji bertanggung jawab justru pergi setelah mengetahui kehamilannya, membuat pelaku merasa malu dan takut menghadapi keluarga serta warga sekitar.

Dalam kepanikan, pelaku meletakkan bayi di teras rumahnya sendiri lalu berpura-pura menemukannya agar bayi segera mendapat pertolongan. Polisi mempertimbangkan kondisi mental dan psikologis pelaku, serta dampak hukum terhadap masa depan bayi. Meski mendapat sanksi sosial dari lingkungan, proses hukum masih dilengkapi untuk menentukan langkah selanjutnya, dengan fokus utama pada pemulihan kesehatan ibu dan bayi.

Studi kasus ini mencerminkan kompleksitas isu kehamilan di luar nikah dan tekanan sosial yang dapat memicu tindakan ekstrem. Dalam konteks sosial masyarakat pedesaan, stigma terhadap perempuan hamil di luar nikah masih sangat kuat, sering kali mengarah pada isolasi sosial dan tekanan psikologis yang berat. Kasus serupa pernah terjadi di daerah lain, di mana sejumlah ibu muda memilih membuang bayi karena ketakutan akan aib keluarga dan kurangnya dukungan psikologis maupun sosial.

Infografis sederhana dapat menggambarkan tren kasus pembuangan bayi di Indonesia dalam lima tahun terakhir, di mana sebagian besar pelaku adalah ibu muda berusia 17–25 tahun, dan motif utamanya adalah tekanan sosial, ketiadaan pasangan, serta kurangnya akses ke layanan konseling dan dukungan sosial. Upaya pencegahan perlu melibatkan pendidikan seksual yang komprehensif, layanan kesehatan reproduksi yang ramah remaja, serta program pendampingan psikologis bagi perempuan hamil di luar nikah.

Data riset terbaru dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (2024) menunjukkan bahwa angka kekerasan terhadap perempuan berusia 15–24 tahun akibat kehamilan tidak diinginkan meningkat 12% dalam tiga tahun terakhir. Sebanyak 68% kasus pembuangan bayi dilatarbelakangi oleh kurangnya komunikasi antara perempuan dan keluarga, serta minimnya pengetahuan tentang hak reproduksi. Studi dari Universitas Indonesia (2023) juga mencatat bahwa 45% perempuan muda yang mengalami kehamilan di luar nikah tidak mendapatkan dukungan apapun dari pasangan atau lingkungan terdekat.

Melindungi perempuan dari tekanan sosial dan kekerasan struktural membutuhkan kesadaran kolektif dan kebijakan yang inklusif. Setiap kasus seperti ini harus menjadi pengingat bahwa di balik stigma, ada manusia yang butuh empati, bukan hukuman. Dukungan nyata dari keluarga, komunitas, dan negara bisa menjadi jembatan penyelamat antara keputusasaan dan harapan. Saat kita memilih memahami alih-alih menghakimi, kita turut membangun masyarakat yang lebih manusiawi dan beradab.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan