Kementerian PUPR Targetkan Truk Bisa Masuk Sibolga Hari Ini Setelah Akses Dibuka Bertahap

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Jakarta – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengumumkan telah berhasil membuka kembali akses ke beberapa wilayah di kawasan utara Sumatra yang sempat terisolasi akibat banjir bandang dan tanah longsor. Salah satu kota yang aksesnya telah berhasil dibuka ialah Sibolga, Sumatra Utara.

Menteri PUPR Dody Hanggodo menyampaikan bahwa timnya telah berhasil menembus jalur darat menuju Sibolga melalui dua arah, yaitu dari wilayah Aceh dan dari Kecamatan Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah. Meskipun demikian, kondisi jalan sementara ini masih belum memadai bagi kendaraan besar seperti truk. Saat ini, baru kendaraan roda dua dan mobil kecil yang dapat melewatinya, dengan menggunakan jembatan darurat dari batang pohon kelapa yang disusun rapat.

“Sibolga sudah dapat diakses. Namun hingga kemarin, truk-truk kecil belum bisa masuk. Baru kendaraan roda dua dan mobil-mobil kecil saja, karena kita masih menggunakan jembatan darurat dari dua batang pohon kelapa yang dijejerkan agar bisa dilalui terlebih dahulu,” jelas Dody saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (2/12/2025).

Pemerintah menargetkan agar pada hari ini, truk-truk kecil sudah dapat melewati jalur tersebut sehingga bantuan logistik bisa mulai dikirimkan melalui darat. Sebelumnya, seluruh bantuan untuk Sibolga harus disalurkan melalui jalur laut dari Pelabuhan Belawan.

“Target kita hari ini adalah truk kecil bisa masuk agar distribusi bantuan ke Sibolga bisa dilakukan lewat darat. Sebelumnya, semua bantuan ke Sibolga hanya bisa dikirim melalui laut dari Belawan,” tambahnya.

Dody menjelaskan bahwa proses pembukaan akses di Sumatra Utara menghadapi tantangan yang sangat besar. Provinsi ini menjadi wilayah dengan jumlah titik longsor terbanyak akibat bencana. Oleh karena itu, tim PUPR memilih membuka akses dari arah Aceh sebagai solusi alternatif.

Saat ini, fokus utama pihaknya adalah memulihkan konektivitas ke tiga wilayah utama di Sumatra Utara, yaitu Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, dan Tapanuli Tengah. Selain di kawasan Sibolga dan Tapanuli, terdapat pula beberapa titik di Aceh yang masih tertutup dan menjadi perhatian serius Kementerian PUPR.

“Di Aceh juga masih ada beberapa titik yang belum bisa kita buka. Kita sedang fokus di Aceh juga. Jadi, Aceh dan Sumatera Utara menjadi prioritas utama kita saat ini,” ujar Dody.

Sibolga merupakan salah satu daerah yang mengalami dampak paling parah dari bencana banjir dan longsor. Terputusnya akses jalan membuat kota ini sempat mengalami isolasi total. Data Kementerian PUPR mencatat bahwa Sumatra Utara menjadi provinsi dengan kerusakan infrastruktur paling luas, terutama akibat longsor yang terjadi di berbagai lokasi.

Selain perbaikan jalan, sejumlah daerah di Sumatra Utara juga membutuhkan pasokan solar tambahan untuk mengoperasikan alat berat. Jalur Lintas Sumatra (Jalinsum) yang menghubungkan Tarutung di Tapanuli Utara dengan Sipirok di Tapanuli Selatan juga memerlukan pasokan bahan bakar minyak guna mempercepat proses perbaikan.


Data Riset Terbaru

Berdasarkan laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatra Utara per 1 Desember 2025, tercatat sebanyak 147 titik longsor terjadi di wilayah Tapanuli dan sekitarnya. Angka ini merupakan yang tertinggi dibandingkan wilayah lain di Pulau Sumatra. Selain itu, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Wilayah II Sumatra Utara melaporkan bahwa 34 ruas jalan nasional mengalami kerusakan berat akibat banjir dan longsor. Sebanyak 18 ruas di antaranya telah dapat dilalui kendaraan roda dua, sementara 10 ruas lainnya masih dalam proses perbaikan darurat.

Studi dari Pusat Studi Bencana Universitas Sumatra Utara (USU) juga menunjukkan bahwa kondisi geografis kawasan Tapanuli yang berbukit-bukit dan berhutan lebat, ditambah intensitas hujan ekstrem selama lebih dari 48 jam, menjadi faktor utama terjadinya longsor masif. Laporan tersebut merekomendasikan perlunya sistem peringatan dini longsor berbasis teknologi sensor tanah di wilayah rawan bencana.


Analisis Unik dan Simplifikasi

Bencana banjir dan longsor yang terjadi di Sumatra Utara, khususnya di kawasan Tapanuli dan Sibolga, bukan sekadar masalah cuaca, tetapi juga mencerminkan tantangan dalam tata kelola lingkungan dan infrastruktur. Kawasan ini memiliki kontur tanah yang labil dan curah hujan tinggi, yang jika tidak dikelola dengan baik, akan rentan terhadap bencana.

Fakta bahwa akses darat ke Sibolga harus dibuka dari arah Aceh menunjukkan betapa parahnya kerusakan infrastruktur yang terjadi. Padahal, Sibolga adalah kota pelabuhan yang secara geografis strategis. Terputusnya akses darat bukan hanya menyulitkan distribusi logistik, tetapi juga mengganggu aktivitas ekonomi masyarakat setempat.

Pendekatan penanganan bencana yang dilakukan pemerintah saat ini masih bersifat reaktif, yaitu baru bertindak setelah bencana terjadi. Padahal, pendekatan preventif seperti normalisasi sungai, reboisasi hutan di daerah tangkapan air, dan pembangunan sistem drainase yang baik jauh lebih efektif dalam mencegah banjir dan longsor.

Selain itu, ketergantungan pada alat berat yang membutuhkan pasokan solar menunjukkan pentingnya kesiapan logistik dalam penanganan bencana. Daerah-daerah rawan bencana seharusnya memiliki stok solar darurat yang memadai agar proses evakuasi dan perbaikan infrastruktur dapat berjalan cepat.


Studi Kasus: Jalur Barus-Sibolga

Jalur Barus-Sibolga menjadi salah satu contoh nyata bagaimana bencana dapat melumpuhkan konektivitas antar daerah. Sebelum terjadi longsor, jalur ini merupakan salah satu akses penting bagi masyarakat Tapanuli Tengah dan Sibolga untuk melakukan aktivitas ekonomi, termasuk distribusi hasil pertanian dan perikanan.

Bencana yang terjadi membuat jembatan utama di jalur ini runtuh dan badan jalan tertimbun material longsor. Tim PUPR kemudian membangun jembatan darurat dari batang pohon kelapa agar akses tetap terbuka, meskipun hanya untuk kendaraan roda dua dan mobil kecil.

Studi kasus ini menggambarkan betapa pentingnya perencanaan infrastruktur yang tahan bencana. Jembatan yang runtuh seharusnya dibangun dengan desain yang mempertimbangkan risiko banjir dan longsor. Selain itu, keberadaan jalur alternatif yang aman juga perlu dipertimbangkan dalam perencanaan jaringan transportasi di wilayah rawan bencana.


Infografis: Dampak Bencana di Sumatra Utara (Per 1 Desember 2025)

  • Jumlah titik longsor: 147 titik
  • Ruas jalan nasional yang rusak: 34 ruas
  • Jalan yang sudah bisa dilalui roda dua: 18 ruas
  • Jalan yang masih dalam perbaikan: 10 ruas
  • Jalan yang belum bisa diakses: 6 ruas
  • Kebutuhan solar untuk alat berat: 15.000 liter (estimasi)
  • Daerah terdampak paling parah: Sibolga, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan

Akses darat ke Sibolga kini telah terbuka kembali, meski masih terbatas. Ini adalah langkah awal yang penting dalam pemulihan pasca bencana. Namun, di balik keberhasilan ini, ada pelajaran besar yang harus diambil: kesiapsiagaan dan pencegahan jauh lebih berharga daripada penanganan darurat. Mari dukung upaya pemerintah memperbaiki infrastruktur, sekaligus mendorong kebijakan yang ramah lingkungan dan tangguh bencana. Kita bisa bangkit lebih kuat, jika bekerja sama.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan