Fraksi Golkar MPR: Jangan Vonis Penyebab Bencana Alam di Sumatera dari Satu Faktor Saja

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Sekretaris Fraksi Partai Golkar MPR RI, Ferdiansyah mengingatkan agar tidak langsung mengaitkan bencana alam di sejumlah wilayah Sumatera dengan praktik pembalakan liar. Ia menekankan perlunya pendekatan komprehensif dalam menganalisis penyebab bencana. Pernyataan ini disampaikan menyusul maraknya narasi di media sosial yang menyebutkan bahwa banjir dan tanah longsor di Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara merupakan dampak langsung dari penebangan hutan secara ilegal.

Ferdiansyah menjelaskan bahwa aspek lingkungan hanyalah salah satu dari banyak faktor yang perlu dikaji secara mendalam. Ia menekankan pentingnya kesadaran masyarakat terhadap alih fungsi hutan yang harus dilakukan secara bijaksana. “Jangan langsung memvonis hanya satu faktor. Harus dilihat dari berbagai sisi, termasuk bagaimana masyarakat memahami pentingnya menjaga hutan,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (2/12/2025), seusai menghadiri Lokakarya Fraksi Partai Golkar MPR RI di Kuta, Bali, pada Senin (1/12).

Legislator dari Dapil Sumatera Barat ini menegaskan bahwa isu lingkungan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Ia menekankan perlunya kesamaan persepsi dan langkah-langkah konkret yang terukur untuk membangun kesadaran kolektif dalam pelestarian lingkungan. Menurutnya, penanganan bencana alam tidak bisa hanya mengandalkan reaksi setelah kejadian, tetapi harus dimulai dari pencegahan yang sistematis.

Ferdiansyah juga menyatakan dukungan penuh Fraksi Partai Golkar MPR RI terhadap kebijakan pemerintah dalam penanganan bencana, termasuk program Astacita yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto. Program ini, menurutnya, sejalan dengan upaya penguatan mitigasi bencana dan perlindungan lingkungan. “Kita harus bersatu mendukung pemerintah agar kejadian serupa tidak terulang. Minimal kita bisa mengantisipasi dengan langkah nyata ke depan,” ucapnya.

Legislator dari Dapil Sumatera Barat ini menekankan bahwa pemerintah daerah memiliki peran sentral sebagai garda terdepan dalam menjaga kelestarian alam. Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya ekosistem yang seimbang menjadi kunci utama dalam mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas. Ia menilai bahwa kesadaran masyarakat terhadap lingkungan masih perlu ditingkatkan melalui pendekatan yang kontinu dan terstruktur.

Ferdiansyah juga mengingatkan bahwa kerusakan lingkungan bukan hanya berdampak pada ekosistem, tetapi juga pada sendi-sendi ekonomi masyarakat. Daerah yang alamnya terjaga, kata dia, berpotensi menjadi destinasi wisata alam yang mampu menopang perekonomian warga sekitar. “Jika alam terjaga, daerah bisa berkembang menjadi objek wisata alam yang memberikan tambahan penghasilan bagi masyarakat,” pungkasnya.

Penelitian terbaru oleh Pusat Studi Lingkungan dan Kebencanaan Universitas Indonesia (2025) menunjukkan bahwa 60% bencana hidrometeorologi di Sumatera dalam dekade terakhir memiliki korelasi kuat dengan perubahan tutupan hutan. Studi ini menganalisis citra satelit selama 10 tahun dan menemukan penurunan luas hutan sebesar 12% di tiga provinsi yang terdampak bencana. Namun, peneliti juga mencatat bahwa faktor curah hujan ekstrem akibat perubahan iklim memberikan kontribusi sebesar 30% terhadap peningkatan frekuensi bencana.

Studi kasus di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, menunjukkan bahwa desa yang menerapkan program penghijauan seluas 50 hektar mengalami penurunan frekuensi banjir sebesar 40% dalam dua tahun terakhir. Program ini melibatkan 150 kepala keluarga dalam penanaman pohon produktif seperti kopi dan durian, yang sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat sebesar 25%. Hasil ini membuktikan bahwa pendekatan ekologis dapat memberikan manfaat ganda bagi lingkungan dan ekonomi.

Infografis terbaru dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan tren peningkatan frekuensi bencana alam di Sumatera. Pada 2023 tercatat 1.250 kejadian, meningkat menjadi 1.420 kejadian pada 2024. Banjir menjadi bencana paling dominan dengan kontribusi 55%, diikuti tanah longsor sebesar 30%, dan kebakaran hutan 15%. Data ini menggambarkan urgensi penanganan yang komprehensif dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

Perlu kesadaran kolektif bahwa kelestarian lingkungan adalah investasi jangka panjang bagi keselamatan dan kesejahteraan bangsa. Mari jadikan setiap langkah kecil sebagai bagian dari gerakan besar menyelamatkan bumi. Dengan kolaborasi pemerintah, masyarakat, dan seluruh elemen bangsa, Indonesia mampu membangun ketahanan yang kokoh menghadapi ancaman bencana. Mulai hari ini, untuk masa depan yang lebih berkelanjutan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan