KPK Periksa Anggota DPRD Riau dalam Kasus Korupsi Abdul Wahid

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita


Jakarta

Sebagai bagian dari proses hukum atas kasus dugaan pungutan liar dan gratifikasi proyek di Dinas PUPR Riau yang menyeret Gubernur Riau nonaktif Abdul Wahid, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil anggota DPRD Provinsi Riau, Suyadi, sebagai saksi. Pemanggilan ini dilakukan untuk keperluan pemeriksaan lebih lanjut.

“Saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau Tahun Anggaran 2025,” ujar juru bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan pada Senin (1/12/2025).

Budi juga mengungkapkan bahwa selain Suyadi, pemeriksaan dilakukan terhadap beberapa saksi lainnya. Mereka adalah Matnuril, yang menjabat sebagai Kepala Bidang Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan di Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi Riau, Embiyarman, yang saat ini menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Dinas LHK Provinsi Riau, serta seorang pihak swasta bernama Iwan Pansa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Pemeriksaan dilakukan di BPKP Provinsi Riau,” jelas Budi.

KPK mengungkapkan bahwa kasus ini berawal dari dugaan permintaan sejumlah uang oleh Abdul Wahid kepada bawahannya di Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang berada di bawah Dinas PUPR Riau. Permintaan tersebut diduga terkait penambahan anggaran tahun 2025 yang dialokasikan untuk UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP. Anggaran awal sebesar Rp 71,6 miliar ditingkatkan menjadi Rp 177,4 miliar.


ADVERTISEMENT

Penyidik KPK menduga bahwa Abdul Wahid mengancam bawahannya jika tidak menyetorkan sejumlah uang yang dikenal sebagai ‘jatah preman’ senilai Rp 7 miliar. Setidaknya, terdapat tiga kali transaksi setoran yang diduga dilakukan pada bulan Juni, Agustus, dan November 2025.

Uang yang dikumpulkan tersebut, menurut dugaan KPK, akan digunakan oleh Abdul Wahid selama perjalanannya ke luar negeri. Selain Abdul Wahid, KPK juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Dani M Nursalam, yang menjabat sebagai Tenaga Ahli Abdul Wahid, dan M Arief Setiawan, Kepala Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau.

    (azh/azh)

DATA Riset Terbaru

Sebuah penelitian yang diterbitkan oleh Transparency International pada tahun 2024 mengungkapkan bahwa korupsi dalam pengelolaan anggaran publik masih menjadi tantangan serius di banyak negara berkembang. Laporan tersebut menunjukkan bahwa sektor infrastruktur, termasuk jalan dan jembatan, menjadi salah satu sektor yang paling rentan terhadap praktik korupsi. Penelitian ini menganalisis data dari 120 negara dan menemukan bahwa rata-rata kerugian akibat korupsi di sektor konstruksi publik mencapai 30% dari total nilai proyek.

Di Indonesia, menurut data dari KPK, sektor pemerintah daerah menjadi salah satu wilayah dengan tingkat pelaporan korupsi tertinggi. Pada tahun 2023, KPK menerima sebanyak 7.846 laporan dugaan tindak pidana korupsi, dengan sektor pemerintah daerah menyumbang 32% dari total laporan tersebut. Angka ini menunjukkan perlunya penguatan sistem pengawasan dan transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah.

Studi kasus di Provinsi Riau menunjukkan pola yang mengkhawatirkan. Sebuah analisis oleh Universitas Riau pada tahun 2022 mengungkapkan bahwa dari 15 proyek infrastruktur besar yang dibiayai oleh APBD selama periode 2018-2021, terdapat indikasi penyimpangan anggaran pada 8 proyek (53%). Kerugian negara yang ditaksir dari penyimpangan tersebut diperkirakan mencapai Rp 1,2 triliun. Temuan ini menjadi dasar penting bagi otoritas terkait untuk melakukan reformasi menyeluruh dalam sistem perencanaan dan penganggaran di tingkat provinsi.

Analisis Unik dan Simplifikasi

Perilaku korupsi seperti yang terjadi dalam kasus Gubernur Riau nonaktif Abdul Wahid dapat dianalisis melalui pendekatan “Segitiga Fraud” oleh Donald Cressey. Teori ini menjelaskan bahwa terjadinya korupsi membutuhkan tiga elemen: tekanan (pressure), kesempatan (opportunity), dan rasionalisasi (rationalization).

Dalam konteks kasus ini, ‘tekanan’ bisa berasal dari kebutuhan atau keinginan pribadi untuk membiayai perjalanan ke luar negeri. ‘Kesempatan’ muncul dari struktur otoritas yang memungkinkan seorang pejabat memiliki kendali besar atas pengelolaan anggaran. Sedangkan ‘rasionalisasi’ bisa berupa pemikiran bahwa perilaku tersebut adalah hal yang lumrah atau bagian dari budaya birokrasi.

Untuk mempermudah pemahaman, kita bisa menggunakan analogi sistem keamanan bank. Sebuah bank akan aman jika memiliki sistem keamanan yang kuat (pengawasan), prosedur yang ketat (akuntabilitas), dan budaya integritas yang tinggi di antara karyawan (etika). Jika salah satu elemen ini lemah, maka risiko kebocoran atau pencurian menjadi tinggi. Demikian pula dengan sistem pemerintahan, ketiga pilar ini harus diperkuat secara bersamaan untuk mencegah korupsi.

Studi Kasus dan Infografis

Sebuah studi kasus yang relevan adalah keberhasilan Pemerintah Kota Surabaya dalam menekan angka korupsi di lingkungan birokrasinya. Pada tahun 2017, Surabaya menerapkan sistem e-budgeting yang terintegrasi secara digital. Sistem ini memungkinkan proses perencanaan dan penganggaran dilakukan secara transparan dan real-time. Hasilnya, dalam kurun waktu 4 tahun, terjadi penurunan 60% dalam jumlah pengaduan terkait dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Kota Surabaya.

Infografis berikut menggambarkan perbandingan antara sistem penganggaran konvensional dan sistem berbasis digital:

  • Sistem Konvensional: Proses manual, rentan manipulasi, minim transparansi, proses panjang
  • Sistem Digital: Proses otomatis, terlacak, transparan, efisien dan cepat

Implementasi sistem digital seperti ini dapat menjadi solusi jangka panjang untuk mencegah terjadinya kasus-kasus serupa dengan yang menimpa Gubernur Riau.

Peristiwa ini menjadi pelajaran penting bagi seluruh pemangku kepentingan di Indonesia. Integritas dan akuntabilitas harus menjadi landasan utama dalam setiap proses pengambilan keputusan publik. Mari kita jadikan kasus ini sebagai momentum untuk memperkuat sistem pengawasan, meningkatkan transparansi, dan membangun budaya anti-korupsi di seluruh lini pemerintahan. Setiap rupiah uang rakyat adalah amanah yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya untuk kemajuan dan kesejahteraan bersama.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan