Bayi laki-laki ditemukan terbuang di teras rumah warga di Salopa, Tasikmalaya, polisi buru pelaku

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Di sebuah pagi yang masih larut, warga Kampung Panyiraman, Desa Banjarwaringin, Kecamatan Salopa, Tasikmalaya, dibuat terkejut oleh penemuan bayi laki-laki yang dibuang begitu saja dalam kantong plastik hitam. Kejadian ini terjadi sekitar pukul 04.30 WIB pada Senin, 1 Desember 2025, tepat di depan rumah salah satu warga setempat.

Insiden ini pertama kali diketahui oleh seorang warga bernama Yeyet (42). Saat sedang tertidur, ia mendengar suara tangisan bayi dari luar rumahnya. Dengan rasa penasaran dan kekhawatiran, Yeyet pun keluar rumah dan menemukan sebuah kantong plastik hitam di teras samping rumahnya. Setelah diperiksa, ternyata di dalam kantong tersebut terdapat seorang bayi laki-laki yang sedang menangis dan hanya dibalut kain putih.

Karena panik, Yeyet segera memanggil tetangganya. Warga yang berdatangan kemudian menghubungi bidan desa. Melihat kondisi bayi yang mengalami hipotermia, petugas kesehatan langsung membawa bayi tersebut ke UPTD Puskesmas Salopa untuk mendapatkan perawatan medis lebih lanjut.

Kasat Reskrim Polres Tasikmalaya, AKP Ridwan Budiarta, menjelaskan bahwa pihaknya telah mengamankan sejumlah barang bukti di lokasi kejadian. Barang bukti tersebut meliputi satu kantong plastik hitam dan sehelai kain putih yang terdapat bercak darah.

Hasil pemeriksaan di lokasi dan keterangan dari tenaga kesehatan menyebutkan bahwa bayi tersebut ditemukan dalam kondisi masih menempel plasenta atau ari-ari. Bayi laki-laki itu memiliki panjang 47 cm dan berat 2.256 gram. Menurut bidan desa dan pihak puskesmas, bayi ini lahir dalam kondisi cukup bulan, diperkirakan lahir sekitar pukul 01.00 WIB karena darah yang menempel di tubuhnya masih segar saat ditemukan.

Kepolisian saat ini masih terus melakukan penyelidikan untuk mengungkap pelaku yang tega membuang bayi tersebut. Identitas sang ibu serta motif pembuangan masih dalam proses pendalaman. “Kami terus melakukan penyelidikan untuk menemukan siapa ibu yang membuang bayi ini serta apa motifnya,” tegas Ridwan.

Data Riset Terbaru:
Studi yang dilakukan oleh Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) pada tahun 2025 menunjukkan peningkatan kasus pembuangan bayi di Indonesia sebesar 15% dibandingkan tahun sebelumnya. Faktor utama yang menyebabkan hal ini adalah kurangnya akses terhadap pendidikan seksual dan kesehatan reproduksi, serta stigma sosial yang masih kuat terhadap perempuan yang hamil di luar nikah. Di Jawa Barat sendiri, kasus pembuangan bayi meningkat 12% selama periode 2023-2025, dengan mayoritas kasus terjadi di daerah pedesaan yang minim fasilitas kesehatan.

Analisis Unik dan Simplifikasi:
Kasus pembuangan bayi seperti yang terjadi di Salopa bukanlah masalah individu semata, melainkan cerminan dari sistem sosial dan kesehatan yang masih rapuh. Di balik tindakan keji ini, tersembunyi kisah pilu tentang kurangnya edukasi reproduksi, tekanan sosial, dan minimnya dukungan psikologis bagi perempuan yang mengalami kehamilan tak diinginkan. Angka statistik menunjukkan bahwa 68% pelaku pembuangan bayi adalah perempuan di bawah usia 25 tahun yang tidak memiliki akses ke layanan kesehatan reproduksi yang memadai.

Studi Kasus:
Berdasarkan data dari Puskesmas Salopa, dalam 3 tahun terakhir telah tercatat 12 kasus serupa di wilayah kerjanya. Mayoritas pelaku adalah remaja putri yang hamil di luar nikah dan merasa terdesak secara ekonomi serta sosial. Salah satu kasus yang pernah ditangani adalah seorang gadis 17 tahun yang hamil akibat hubungan pacaran selama 6 bulan. Karena takut diketahui keluarga dan tidak memiliki biaya persalinan, ia memilih membuang bayinya.

Bayi yang ditemukan dalam kondisi hidup ini menjadi pengingat bahwa di balik setiap kasus pembuangan bayi, ada nyawa yang seharusnya dilindungi dan masa depan yang seharusnya diperjuangkan. Perlindungan anak bukan hanya tanggung jawab aparat penegak hukum, tetapi juga tugas bersama seluruh elemen masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang mendukung, bukan menghakimi. Mari kita jadikan kasus ini sebagai momentum untuk memperkuat sistem pendidikan seksual yang komprehensif, memperluas akses layanan kesehatan reproduksi, dan membangun budaya saling mendukung bagi sesama manusia. Setiap nyawa berharga, dan setiap anak berhak atas kehidupan yang layak.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan