Coco Rope Karya Napi Lapas Purwodadi Tembus Pasar Internasional ke Belgia, Prancis, dan Australia

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Lapas Purwodadi mencatatkan prestasi membanggakan melalui produk karya warga binaan berupa Coco Rope yang berhasil menembus pasar mancanegara. Produk unggulan berbahan dasar limbah serabut kelapa ini kini telah diekspor ke tiga negara maju, yaitu Belgia, Perancis, dan Australia. Prestasi ini menjadi bukti nyata transformasi pembinaan narapidana dari sekadar tempat pemidanaan menjadi pusat pengembangan keterampilan dan produktivitas.

Sony Nevridiy Anto, Kepala Seksi Pembinaan dan Anak Didik Lapas Kelas IIB Purwodadi, menyampaikan rasa syukur atas capaian ekspor tersebut saat menerima kunjungan kerja Kepala Pusdatin dan Komunikasi Publik Kementerian Imigrasi dan Permasyarakatan, Akbar Hadi, pada 28 November 2025. Ia menjelaskan bahwa awalnya para narapidana mengikuti pelatihan intensif dalam proses pembuatan Coco Rope, dan kini sebanyak 11 napi ditugaskan sebagai pekerja inti dalam lini produksi.

Meskipun hanya sebelas orang yang menjadi tim inti, proses produksi melibatkan ratusan narapidana yang bekerja di blok hunian masing-masing. Kapasitas produksi mencapai 100 hingga 125 unit per hari, yang jika diakumulasi dalam sebulan mampu menghasilkan sekitar 3.000 Coco Rope siap ekspor. Setiap produk melewati serangkaian uji kualitas ketat, termasuk standar keamanan mainan hewan peliharaan yang diakui secara internasional.

Program pembinaan melalui pelatihan kerja ini tidak hanya meningkatkan keterampilan teknis, tetapi juga membangun motivasi dan harga diri para warga binaan. Salah seorang narapidana mengungkapkan rasa bangganya karena karyanya bisa diterima di pasar global, ditambah lagi dengan insentif bulanan yang diberikan. Premi bulanan ini dikumpulkan sebagai tabungan, yang kelak dapat dimanfaatkan sebagai modal usaha setelah bebas.

Akbar Hadi menegaskan bahwa kebijakan pemberian premi bagi narapidana peserta program UMKM, ketahanan pangan, dan produk bernilai ekonomi lainnya merupakan arahan langsung dari Menteri Imipas Agus Andrianto. Ia menekankan komitmen Kemenkumham untuk mengubah persepsi publik bahwa lapas bukan sekadar tempat menghukum, melainkan ruang pembinaan yang menumbuhkan kemandirian.

Inisiatif seperti ini diharapkan bisa direplikasi di seluruh Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan di Indonesia. Dengan pendekatan berbasis keterampilan dan nilai ekonomi, narapidana dilatih untuk menjadi pribadi yang produktif dan siap berkarya usai menjalani hukuman.

Studi kasus Lapas Purwodadi menunjukkan bahwa limbah serabut kelapa yang selama ini dianggap sampah, mampu disulap menjadi produk bernilai ekspor. Data terbaru dari Kementerian Perdagangan 2025 mencatat nilai ekspor produk kerajinan berbahan baku alam Indonesia naik 23% dibanding tahun sebelumnya, dengan pasar Eropa dan Oceania menjadi tujuan utama. Ini membuka peluang besar bagi lebih banyak lembaga pemasyarakatan untuk mengembangkan program serupa.

Transformasi sistem pemasyarakatan Indonesia sedang berjalan di jalur yang tepat. Dari balik tembok, lahir karya-karya yang diakui dunia. Saatnya kita semua mendukung agar lebih banyak lagi narapidana yang kelak menjadi pelaku usaha mandiri, bukan kembali ke jalur kriminalitas. Dengan keterampilan dan modal yang tepat, masa depan yang lebih baik bukan sekadar harapan, tapi kenyataan yang bisa diraih.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan