Polisi Buru Pelaku Penyerangan Pasutri di Bogor Pasca Keributan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Polisi terus mengejar pelaku penyerangan terhadap pasangan suami istri (pasutri) di Cileungsi, Bogor, Jawa Barat, setelah insiden cekcok yang terekam dalam video viral. Kapolsek Cileungsi, Kompol Edison, membenarkan bahwa pelaku telah teridentifikasi dan korban kini dalam penanganan medis.

Menurut Edison, insiden ini bukanlah bentrokan dengan debt collector atau mata elang (matel) seperti yang sempat beredar. Ia menjelaskan bahwa pihak matel yang awalnya dibawa oleh polisi telah dikembalikan karena tidak terlibat dalam kejadian. “Pelapor sudah datang, ini bukan soal pencegatan, tapi miskomunikasi soal pengambilan foto di jalan. Pelaku sedang dalam pengejaran,” ujarnya pada Jumat (28/11/2025).

Edison menuturkan bahwa pasutri tersebut sebenarnya adalah pekerja konstruksi yang sedang dalam perjalanan pulang dari sebuah counter menuju Jonggol. Saat hendak memutar balik, mereka dihubungi oleh konsumen yang menanyakan lokasi keberadaan mereka, sehingga pasutri itu mengambil foto sebagai bukti keberadaan.

Di lokasi tersebut, terdapat sekelompok orang termasuk seorang matel yang sedang duduk. Namun, Edison menegaskan matel tersebut tidak melakukan apa-apa. “Ada teman matel yang merasa terganggu, lalu mendatangi pasutri itu karena mengira mereka sedang memotret kelompoknya,” jelasnya.

Pertikaian pun tak terhindarkan. Kedua belah pihak terlibat adu mulut, bahkan saling meludah. Saat pasutri hendak pergi, mereka dikejar dan diserang. Suami korban mengalami luka di pipi akibat lemparan batu, sementara sang istri dilempar helm.

Video yang merekam keributan tersebut sempat menyebar luas di media sosial dengan narasi bentrokan antara debt collector dan pasutri. Namun, hasil investigasi kepolisian menyimpulkan bahwa insiden ini murni karena kesalahpahaman, bukan tindakan premanisme atau penagihan utang.

Pelaku utama penyerangan masih dalam pengejaran intensif oleh tim penyidik. Polisi mengimbau masyarakat untuk tidak menyebarkan informasi yang belum terverifikasi, guna menghindari provokasi dan hoaks yang dapat memperkeruh situasi.

Berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika (2024), hoaks kekerasan masih mendominasi 38% dari total konten hoaks yang dilaporkan, dengan sebagian besar berasal dari rekaman video pendek yang dipotong secara selektif. Studi dari Lembaga Penelitian Media dan Demokrasi (LPMD) 2023 menemukan bahwa 6 dari 10 kasus viral kekerasan mengandung narasi yang tidak sesuai fakta di lapangan.

Sebuah studi kasus di Bandung (2023) menunjukkan bahwa penyebaran video tanpa konteks dapat memicu amuk massa dan penyerangan balik terhadap pihak yang tidak bersalah. Dalam kasus ini, polisi berhasil mencegah eskalasi dengan cepat mengklarifikasi fakta dan menahan penyebaran narasi salah.

Kasus Cileungsi mengingatkan kita bahwa di era informasi cepat, verifikasi fakta adalah benteng utama melawan kekacauan sosial. Sebelum membagikan, tanya dulu: apakah ini benar? Apakah ini membantu? Jangan biarkan emosi sesaat mengalahkan akal sehat—kebenaran butuh waktu, bukan sekadar viral.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan