Pemerintah Dirikan Posko di Tapanuli Utara, Bantuan Dikirim Melalui Udara

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Kementerian Dalam Negeri bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana mendirikan Posko Nasional di Tapanuli Utara. Fasilitas ini berfungsi sebagai pusat distribusi logistik yang disalurkan melalui jalur udara menuju wilayah terdampak bencana di Sibolga dan Tapanuli Tengah, mengingat akses darat yang tidak dapat dilalui akibat putus total. Safrizal ZA, Direktur Jenderal Bina Administrasi Wilayah Kemendagri, menjelaskan bahwa posko ini bertujuan menjamin kelancaran pasokan bantuan bagi masyarakat yang terkena dampak.

Ia menekankan bahwa pelayanan publik di daerah terdampak harus tetap berjalan tanpa hambatan. Instruksi dari Menteri Dalam Negeri mengharuskan penanganan bencana dilakukan secara langsung di lapangan, dengan fokus pada keberlangsungan operasional pemerintahan daerah. Tim Ditjen Bina Adwil telah diterjunkan sejak 26 November 2025 untuk melakukan koordinasi dan inspeksi di lokasi, sekaligus mengerahkan Satpol PP, Damkar, Satlinmas, dan relawan kebencanaan (Redkar) dalam upaya penanganan darurat.

Berdasarkan pemantauan lapangan, bencana banjir bandang dan tanah longsor telah memengaruhi empat kecamatan di Kota Sibolga serta 20 kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah. Untuk mempercepat penanganan, Safrizal mendorong pemerintah daerah menetapkan status tanggap darurat, sehingga dapat mengakses Dana Belanja Tidak Terduga (BTT) sesuai ketentuan yang berlaku.

Langkah ini selaras dengan Surat Edaran Mendagri Nomor 300.2.8/9333/SJ tanggal 18 November 2025 tentang kesiapsiagaan menghadapi potensi bencana hidrometeorologi. Dalam surat tersebut, Kemendagri telah menginstruksikan seluruh daerah untuk mengonsolidasikan BPBD, Satpol PP, Damkar, dan unsur Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) dalam satu komando penanggulangan bencana.

Safrizal mengingatkan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia kini berada dalam kategori risiko tinggi terhadap bencana alam seperti banjir dan longsor. Faktor cuaca ekstrem, curah hujan tinggi, siklon tropis, dan kerentanan geografis menjadi pemicu utama yang memerlukan antisipasi sistematis. Keterpaduan antara aparatur pemerintah daerah, Forkopimda, dan partisipasi aktif masyarakat menjadi kunci dalam membangun ketahanan bencana.

Data Riset Terbaru:
Studi dari Pusat Studi Bencana Universitas Gadjah Mada (2024) menunjukkan bahwa daerah pesisir dan pegunungan di Sumatera Utara memiliki kerentanan非常 tinggi terhadap longsor dan banjir bandang, terutama saat musim transisi. Analisis spasial menemukan peningkatan 37% frekuensi kejadian hidrometeorologi selama dekade terakhir, dipicu perubahan pola curah hujan dan degradasi tutupan hutan. Temuan ini menguatkan pentingnya sistem logistik darurat berbasis udara di wilayah dengan akses terbatas.

Studi Kasus:
Kejadian serupa pada 2022 di Nias Selatan menunjukkan ketergantungan total pada distribusi logistik via helikopter selama tujuh hari akibat putusnya akses jalan utama. Operasi gabungan TNI, Basarnas, dan relawan mampu menjangkau 12 desa terisolasi dengan 15 ton bantuan. Keberhasilan ini menjadi acuan dalam merancang posko Tapanuli Utara, termasuk skema evakuasi medis dan distribusi bantuan prioritas.

Kolaborasi antarlembaga dan keterlibatan masyarakat bukan sekadar kebutuhan, tapi keniscayaan dalam menghadapi bencana alam. Dengan kesiapan teknis, respons cepat, dan semangat gotong royong, setiap krisis bisa diubah menjadi momentum penguatan ketahanan daerah. Jadikan setiap langkah koordinasi sebagai investasi keselamatan, karena nyawa tak mengenal prosedur yang lambat.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan