Mengenal ARI: Alat Perekam Percepatan Tanah Saat Terjadi Gempa

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan ancaman gempa bumi paling tinggi di dunia, lantaran posisinya yang berada di jalur Cincin Api Pasifik. Menyikapi kondisi geologis ini, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terus menggenjot pengembangan riset dan inovasi di bidang kebencanaan. Salah satu terobosan unggulan yang sedang dikembangkan adalah Akselerograf Rakyat Indonesia (ARI), sebuah teknologi mitigasi gempa bumi yang dirancang untuk memberikan respons cepat dan akurat terhadap aktivitas seismik.

Apa sebenarnya ARI itu dan bagaimana cara kerjanya? ARI adalah perangkat yang dirancang khusus untuk merekam percepatan getaran tanah dengan tingkat akurasi tinggi. Alat ini mampu mendeteksi intensitas gempa bumi dalam skala MMI (Modified Mercalli Intensity) dan memberikan data penting mengenai dampak guncangan yang terjadi. Menurut keterangan dari Agustya Adi Martha, Periset Ahli Madya dari Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air (PRLSDA), Organisasi Riset Kebumian dan Maritim (ORKM) BRIN, ARI mampu mencatat gelombang P—gelombang seismik pertama yang muncul saat gempa terjadi, meski belum terasa oleh manusia.

Deteksi dini terhadap gelombang P ini menjadi fondasi penting bagi pengembangan sistem peringatan dini gempa bumi atau yang dikenal sebagai Earthquake Early Warning System (EEWS). Dengan memanfaatkan selisih waktu antara gelombang P dan gelombang S (yang menyebabkan guncangan kuat), ARI diharapkan dapat memberikan peringatan lebih awal kepada masyarakat. Selisih waktu ini disebut sebagai golden time, periode krusial yang bisa dimanfaatkan untuk tindakan penyelamatan sebelum guncangan hebat tiba.

Dari sisi teknis, ARI bekerja dengan cara yang efisien dan canggih. Sensor pada alat ini menangkap getaran tanah dan menyimpannya dalam kartu memori SD. Data kemudian dikirim secara real-time ke server pusat melalui koneksi internet, memungkinkan pemantauan jarak jauh terhadap aktivitas kegempaan. Sistem transmisi data ARI dirancang fleksibel, bisa menggunakan berbagai medium seperti radio telemetri, WiFi, jaringan GSM, hingga satelit Starlink, menjadikannya sangat cocok untuk wilayah geografis Indonesia yang luas dan beragam.

Salah satu keunggulan utama ARI adalah kemandirian teknologinya. Sebagian besar komponen alat ini diproduksi menggunakan material dalam negeri dan dapat diperbaiki oleh teknisi lokal, sehingga mengurangi ketergantungan pada impor. Biaya produksi dan perawatannya juga jauh lebih ekonomis dibandingkan akselerometer sejenis dari luar negeri. Keunggulan lainnya adalah kemampuan ARI dalam mengirimkan data secara real-time menggunakan teknologi WiFi dan LoRa (Long Range), sebuah sistem komunikasi nirkabel berdaya rendah yang mampu menjangkau jarak jauh, bahkan di daerah tanpa sinyal seluler.

Penerapan ARI saat ini masih dalam tahap uji riset di sejumlah daerah rawan gempa. BRIN bekerja sama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) telah memasang 10 unit ARI di Kabupaten Cianjur, serta beberapa unit lainnya di wilayah Lampung dan Bandung Barat. Pemasangan strategis ini dimaksudkan untuk menguji kinerja alat dalam kondisi nyata dan mengumpulkan data seismik yang akurat. Data yang terkumpul tidak hanya berguna untuk keperluan ilmiah, tetapi juga menjadi dasar bagi pengembangan teknologi mitigasi bencana serta penciptaan prototipe yang siap diproduksi secara komersial.

Dengan potensi ancaman gempa yang terus mengintai, kehadiran ARI menjadi solusi strategis yang berbasis pada kemandirian teknologi nasional. Biaya yang terjangkau dan kemampuan perawatan lokal memungkinkan pemasangan skala besar di seluruh wilayah Indonesia, terutama di zona-zona berisiko tinggi. Semakin luas jaringan ARI terpasang, semakin cepat informasi peringatan dini bisa disampaikan. Hal ini memberi masyarakat waktu berharga untuk mengambil tindakan penyelamatan, yang pada akhirnya dapat menekan angka korban jiwa dan meminimalkan kerusakan infrastruktur.

Studi kasus penerapan ARI di Cianjur pasca gempa 2022 menunjukkan peningkatan signifikan dalam kecepatan respon data seismik. Data yang dikumpulkan membantu tim penanggulangan bencana dalam menentukan zona rawan dan memetakan area yang membutuhkan evakuasi segera. Infografis dari BRIN mencatat bahwa ARI mampu mendeteksi gelombang P dalam waktu kurang dari 2 detik setelah gempa terjadi, dengan akurasi pencatatan mencapai 98%. Riset terbaru dari Pusat Studi Kebencanaan ITB (2024) juga mengonfirmasi bahwa integrasi ARI ke dalam sistem peringatan dini nasional dapat memperpanjang golden time hingga 5-15 detik, tergantung pada jarak episenter.

Dengan kombinasi teknologi lokal, biaya operasional rendah, dan kemampuan deteksi dini yang handal, ARI bukan sekadar alat riset, melainkan investasi nyata untuk keselamatan bangsa. Perluasan jaringan ARI ke seluruh penjuru negeri adalah langkah strategis yang harus didukung secara masif. Keselamatan masyarakat dan ketahanan nasional di bidang kebencanaan bukanlah hal yang bisa ditunda. Saatnya kita beralih dari respons pasca bencana menuju kesiapsiagaan berbasis teknologi, di mana setiap detik berharga bisa menjadi penentu antara hidup dan mati. Dengan ARI, Indonesia sedang membangun fondasi mitigasi bencana yang mandiri, cerdas, dan siap menghadapi tantangan geologis masa depan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan