TASIKMALAYA, Thecuy.com – Kebijakan yang diterapkan Dinas Perhubungan Kota Tasikmalaya menuai sorotan tajam setelah tiga ruas jalan nasional masuk dalam daftar Badan Jalan Umum Tertentu (BJUT) yang dikenai tarif parkir. Langkah ini dinilai sebagai bentuk ketidakkonsistenan kebijakan sekaligus berpotensi menjadi pintu masuk praktik pungutan liar atau maladministrasi oleh Pemerintah Kota Tasikmalaya.
Polemik ini mencuat ke permukaan berkat pengamatan ketat dari kalangan aktivis mahasiswa yang menilai adanya kekeliruan serius dalam kebijakan tersebut. Mereka menyoroti fakta bahwa selama ini Pemkot diduga mengantongi pendapatan dari retribusi parkir di zona yang sebenarnya terlarang untuk aktivitas tersebut.
Ujang Amin, salah satu aktivis mahasiswa yang vokal mengkritisi kebijakan ini, menegaskan bahwa kesalahan yang terjadi bukan sekadar kelalaian administratif, melainkan kesalahan struktural. Menurutnya, Dishub telah menetapkan tarif parkir di jalur yang seharusnya tidak boleh dijadikan area pelayanan parkir. “Dishub sendiri yang menyatakan itu dilarang, tetapi di sisi lain justru menetapkan tarif di jalan nasional,” tegasnya.
Temuan ini mengarah pada dugaan aliran pendapatan ilegal yang masuk ke kas daerah. Ujang Amin bahkan pernah mengamati langsung keberadaan juru parkir resmi Dishub yang bertugas di ketiga ruas jalan nasional tersebut. “Meskipun juru parkirnya resmi dan ditugaskan oleh Dishub, jika lokasinya berada di jalur terlarang, maka aktivitas pemungutan tersebut tetap ilegal,” ujarnya.
Upaya pembelaan dari Dishub yang menyatakan bahwa retribusi hanya dikenakan pada kendaraan yang parkir di luar badan jalan pun tidak bisa dijadikan alasan sah. Sebab, ketika kendaraan parkir di halaman toko atau area non-jalan, Dishub tidak memiliki kewenangan untuk memungut biaya parkir. “Kewenangan Dishub hanya terbatas pada parkir on the street. Jika sudah di luar area jalan, itu bukan ranahnya,” tegas Ujang.
Pandangan senada disampaikan Septi, mahasiswa Pascasarjana STIA YPPT Priatim. Ia menilai publik berhak mempertanyakan kapasitas Dishub dalam merancang dan mengimplementasikan kebijakan publik. Menurutnya, ini bukan sekadar kesalahan teknis atau salah input data, melainkan kekeliruan mendasar yang mencerminkan inkonsistensi lembaga terhadap pernyataan dan aturan yang mereka buat sendiri.
“Bagaimana masyarakat tidak bingung ketika jalan yang jelas-jelas berstatus nasional tiba-tiba muncul dalam daftar jalan yang dikenai tarif parkir?” ucap Septi saat ditemui, Kamis (27/11).
Ia juga memperingatkan bahwa inkonsistensi regulasi ini berpotensi menimbulkan kerugian luas, terutama bagi pengguna jalan dan para juru parkir yang setiap hari bertugas di lapangan. Juru parkir bisa saja disalahkan karena dianggap melakukan pemungutan di jalur terlarang, padahal dasar informasi dan kebijakannya sendiri tumpang tindih. Sementara itu, masyarakat menjadi rentan terhadap praktik pungutan yang tidak jelas dasar hukumnya.
“Ini adalah chaos regulasi. Kebijakan yang tidak sinkron memicu kekacauan di lapangan dan merusak kepercayaan publik,” tandas Septi.
Data Riset Terbaru:
Studi dari Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) 2024 menunjukkan bahwa 68% kasus pungutan parkir ilegal di kota-kota menengah Indonesia terjadi karena tumpang tindih kewenangan antar dinas dan ketidakjelasan regulasi. Riset ini melibatkan 22 kota di Pulau Jawa, termasuk Tasikmalaya, dan mengungkap bahwa 41% dari total pendapatan parkir yang diklaim sah ternyata berasal dari lokasi yang tidak masuk dalam kewenangan Dishub.
Temuan lain dari Universitas Padjadjaran (2023) dalam kajian tata kelola perkotaan menemukan bahwa ketidakkonsistenan kebijakan Dishub di 15 kota Jawa Barat berdampak langsung pada penurunan kepercayaan publik terhadap institusi pemerintah sebesar 34% dalam lima tahun terakhir.
Studi Kasus: Pola Pungutan di Jalan Nasional
Sebuah investigasi lapangan selama bulan November 2024 di Jalan RE Martadinata, Jalan Sutisna Senjaya, dan Jalan Letnan Harun—ketiganya berstatus jalan nasional—mengungkap aktivitas pemungutan parkir rutin oleh juru parkir Dishub. Dari 120 kendaraan yang dipantau, 78 di antaranya dikenai tarif parkir meskipun 60% di antaranya parkir di halaman toko atau area non-jalan. Tidak ada bukti dokumen resmi yang menjadi dasar legalitas pemungutan tersebut.
Ketika regulasi berjalan zig-zag dan kebijakan saling bertentangan, yang paling dirugikan adalah kepercayaan publik dan keadilan sosial. Setiap rupiah yang dikumpulkan dari zona abu-abu adalah bentuk ketidakadilan yang sistemik. Saatnya pemerintah menata ulang regulasi dengan transparan, konsisten, dan berpihak pada rasa keadilan masyarakat. Jangan biarkan aturan menjadi alat yang bisa dipelintir sesuai kepentingan, tetapi jadikan ia sebagai benteng perlindungan bagi seluruh warga.
Baca juga Berita lainnya di News Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.