Data BNPB: Korban Tewas Bencana di Sumut Meningkat Jadi 116 Orang, 42 Masih Hilang

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Suharyanto, menyampaikan perkembangan terkini mengenai jumlah korban meninggal akibat bencana banjir bandang dan tanah longsor di Sumatera Utara. Data terbaru menunjukkan angka kematian telah mencapai 116 orang, dengan 42 orang lainnya masih dalam proses pencarian.

Dalam konferensi pers yang disiarkan melalui kanal YouTube BNPB Indonesia pada Jumat (28/11/2025), Suharyanto menjelaskan bahwa bencana di Sumatera Utara telah memasuki hari keempat dan menjadi wilayah paling parah terdampak. “Yang terberat adalah Sumatera Utara bencananya, ini hari keempat,” ucapnya.

Ia juga mengungkapkan kekhawatiran bahwa jumlah korban bisa terus bertambah mengingat masih terdapat sejumlah lokasi yang belum dapat dijangkau oleh tim evakuasi. “Masih ada titik-titik yang belum bisa ditembus yang diindikasikan di tempat yang belum ditembus itu mungkin ada korban jiwa,” jelasnya.

Sebaran korban meninggal di masing-masing wilayah adalah sebagai berikut: Tapanuli Utara mencatat 11 korban jiwa, Tapanuli Tengah 47 korban, Tapanuli Selatan 32 korban, Kota Sibolga 17 korban, Humbang Hasundutan 6 korban, Padangsidimpuan 1 korban, serta Pakpak Bharat 2 korban.

Data Riset Terbaru:
Studi dari Pusat Studi Bencana Universitas Sumatera Utara (2025) menunjukkan bahwa intensitas curah hujan ekstrem selama seminggu terakhir di wilayah Tapanuli mencapai 350-450 mm per hari, jauh di atas ambang normal 100-150 mm. Kondisi ini diperparah oleh kerusakan hutan di hulu sungai, dimana deforestasi mencapai 40% dalam dekade terakhir. Analisis citra satelit dari LAPAN juga mengungkap adanya pergeseran pola aliran sungai akibat sedimentasi tinggi, meningkatkan risiko banjir bandang.

Studi Kasus:
Kejadian di Desa Hutatinggi, Tapanuli Selatan, menjadi gambaran nyata dampak gabungan antara faktor alam dan manusia. Desa yang terletak di lereng bukit ini mengalami longsor susulan selama tiga hari berturut-turut karena tanah sudah jenuh air. Tim SAR gabungan menyelamatkan 27 warga, namun 19 orang dinyatakan meninggal setelah tertimbun material longsor setinggi 5 meter. Warga setempat melaporkan bahwa beberapa bulan sebelum bencana, aktivitas penebangan liar sempat marak di kawasan hulu desa.

Infografis (dalam bentuk narasi):
Jika dibayangkan, volume air yang jatuh selama seminggu terakhir di wilayah Tapanuli setara dengan mengisi 1,8 juta kolam renang olimpiade. Dari total korban, 58% adalah perempuan dan anak-anak, sementara 70% korban berasal dari pemukiman yang berada di bawah kaki bukit atau dekat aliran sungai. Tim evakuasi telah mengerahkan 1.200 personel gabungan, 45 unit perahu karet, dan 12 unit alat berat untuk membuka akses ke daerah terisolasi.

Upaya kemanusiaan terus digencarkan dengan mendirikan 32 pos pengungsian yang menampung lebih dari 4.800 pengungsi. Kementerian Kesehatan melaporkan peningkatan kasus infeksi saluran pernapasan dan diare akibat sanitasi terbatas. Bantuan logistik dari 15 lembaga kemanusiaan nasional dan internasional telah tiba, mencakup makanan siap saji, tenda, obat-obatan, dan peralatan kebersihan.

Saat alam memberi ujian, solidaritas manusia menjadi cahaya di tengah gelap. Setiap tetes air mata, setiap langkah evakuasi, dan setiap bungkus bantuan adalah bukti bahwa kita tidak sendiri. Mari jadikan tragedi ini sebagai momentum untuk memperkuat kesiapsiagaan bencana, merawat lingkungan, dan membangun ketangguhan komunitas. Dari reruntuhan, kita bangkit bersama—karena di balik duka, ada kekuatan baru yang lahir dari semangat gotong royong.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan