Alasan Poco Enggan Merilis Ponsel Lipat Saat Ini

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Poco saat ini fokus mengokohkan keberadaannya di segmen premium melalui seri F-Series, tetapi di tengah semakin maraknya ponsel lipat di pasaran, muncul pertanyaan besar: kapan Poco akan merilis perangkat foldable? Jawabannya, belum dalam waktu dekat. Dalam sesi diskusi dengan sejumlah media di Bali, Angus Ng, mantan Head of Product Marketing Poco Global, secara terbuka mengungkapkan alasan strategis di balik ketiadaan rencana Poco untuk terjun ke dunia ponsel lipat.

Menurut penuturannya, meskipun ponsel lipat kerap menjadi sorotan di kalangan pecinta teknologi, fakta di lapangan menunjukkan bahwa jumlah pengguna foldable masih sangat minim dibandingkan dengan pasar smartphone konvensional secara keseluruhan. Ia menekankan, “Walaupun kalian mungkin heavy users foldables, secara global jumlah pengguna ponsel lipat masih sangat rendah.”

Kondisi ini membuat investasi riset dan pengembangan (R&D) untuk perangkat lipat belum sepadan dengan potensi pasar yang ada. Poco, yang dikenal dengan pendekatan price-to-performance yang agresif, menilai bahwa kategori foldable saat ini belum efisien dari sisi bisnis. Brand ini dibangun di atas prinsip Extreme Performance, Extreme Price—dua nilai yang sulit dicapai dalam ekosistem ponsel lipat yang masih bertengger di kisaran harga premium, bahkan untuk produsen besar sekalipun.

Angus menegaskan Poco tidak ingin merilis produk yang harganya jauh melenceng dari positioning utama mereka. “Kami ingin lihat harga foldable turun lebih jauh dan teknologinya lebih matang sebelum mempertimbangkannya,” ujarnya. Selama biaya produksi layar lipat, mekanisme engsel, dan kekuatan struktur perangkat masih mahal, Poco menilai kategori ini belum sesuai dengan identitas brand mereka.

Selain pertimbangan harga, aspek persepsi merek juga menjadi fokus utama. Meluncurkan ponsel lipat terlalu dini justru berisiko membuat Poco dinilai “memaksakan diri” masuk ke segmen yang kurang relevan bagi target pengguna setianya. Poco ingin tetap dikenal sebagai smartphone performa tinggi yang accessible bagi pengguna umum dan generasi muda, bukan sebagai perangkat eksperimental yang hanya mengejar tren.

Namun, bukan berarti Poco tutup telinga terhadap perkembangan teknologi. Angus menambahkan bahwa tim Poco terus memantau evolusi pasar foldable. Jika suatu saat teknologi layar lipat dan komponen pendukungnya sudah stabil, biaya produksi turun signifikan, serta adopsi pengguna meningkat pesat, maka pintu untuk masuk ke segmen ini tetap terbuka lebar.

“Kalau nanti pasar foldable tumbuh lebih besar dan teknologinya benar-benar siap, baru kami bisa mempertimbangkannya,” tutup Angus.

Data Riset Terbaru:

Studi Counterpoint Research 2024 mencatat bahwa pangsa pasar global ponsel lipat hanya mencapai 1,2% dari total pengiriman smartphone, dengan prediksi tumbuh menjadi 5% pada 2028. Meskipun pertumbuhannya double-digit year-on-year, basisnya masih sangat kecil. Samsung memimpin dengan 60% pangsa pasar foldable, diikuti Huawei dan Xiaomi. Biaya produksi layar foldable masih 3-4 kali lipat lebih mahal daripada layar datar konvensional, terutama karena kompleksitas lapisan pelindung ultra-tipis dan mekanisme engsel presisi tinggi.

Studi Kasus:

Xiaomi 14 Ultra dengan teknologi layar ganda dan mekanisme lipatnya memang menunjukkan kemajuan signifikan dalam desain tipis dan bobot ringan, tetapi harganya masih menyentuh USD 1,899—jauh di luar jangkauan target pasar Poco. Di sisi lain, Poco X6 Pro yang mengusung chipset MediaTek Dimensity 8300-Ultra berhasil meraih 2 juta unit terjual global dalam 3 bulan pertama, membuktikan kekuatan positioning harga kompetitif dengan spesifikasi flagship.

Untuk saat ini, fokus Poco tetap pada penguatan lini F-Series dan ekspansi pasar emerging, termasuk Indonesia, India, dan Eropa Timur. Strategi jangka panjang mereka lebih mengutamakan penetrasi pasar massal daripada mengejar tren premium jangka pendek. Ketika teknologi foldable benar-benar matang secara biaya dan keandalan, barulah Poco akan mempertimbangkan langkah masuk—dengan pendekatan yang tetap setia pada DNA brand: performa ekstrem, harga ekstrem. Tantangan terbesar bukan hanya soal teknologi, tapi menjaga kredibilitas di mata penggemar yang mengidolakan Poco karena value yang konsisten.

Baca juga Info Gadget lainnya di Info Gadget terbaru

Tinggalkan Balasan