Lanskap belanja daring kini mengalami transformasi mendasar. Tidak sekadar beralih dari toko fisik ke platform digital, dunia e-commerce kini memasuki fase baru yang dikenal sebagai Agentic Commerce. Ini adalah era di mana aktivitas belanja tidak lagi bergantung sepenuhnya pada inisiatif manual pengguna, tetapi didukung oleh agen kecerdasan buatan yang mampu bertindak secara otonom.
Menurut definisi dari Amazon Web Services, agen AI bukanlah perangkat lunak pasif yang menunggu perintah. Mereka memiliki kemampuan untuk berinteraksi secara aktif, mengumpulkan informasi secara mandiri, serta menggunakan data tersebut untuk menyelesaikan tugas tertentu demi mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Perbedaan mendasar antara pendekatan lama dan baru terletak pada cara eksekusi. Dalam model konvensional, manusia tidak hanya menentukan tujuan tetapi juga melakukan setiap langkah secara manual. Di era Agentic, manusia cukup menetapkan tujuan, lalu agen AI yang akan memilih dan melaksanakan langkah-langkah terbaik secara mandiri.
Transformasi ini menandai pergeseran dari pola ‘pencarian’ menuju pendekatan ‘penyelesaian masalah’. Agentic Commerce menghadirkan perdagangan yang ditenagai oleh agen cerdas, yang berperan seperti ahli pribadi—baik bagi pembeli yang butuh rekomendasi produk maupun penjual yang ingin mengembangkan bisnis.
Perubahan ini disambut oleh pelaku industri e-commerce, termasuk Lazada. “Agentic commerce adalah babak baru dalam perdagangan digital. Dengan memanfaatkan AI untuk mengubah kompleksitas menjadi kesederhanaan, kami membuat pengalaman belanja dan berjualan lebih lancar, efisien, dan terpercaya,” ujar Carlos Barrera, Chief Executive Officer Lazada Indonesia.
Indonesia kini berada di garda terdepan transformasi digital ini. Laporan terkini dari Google, Temasek, dan Bain & Company menunjukkan ekonomi digital Indonesia diproyeksikan menembus USD 100 miliar (sekitar Rp 1.672 triliun) pada 2025, naik USD 10 miliar dari tahun sebelumnya. Angka ini memperkuat posisi Indonesia sebagai motor pertumbuhan ekonomi digital di Asia Tenggara.
Secara regional, nilai transaksi bruto (GMV) Asia Tenggara diprediksi melampaui USD 300 miliar, dengan kontribusi terbesar datang dari Indonesia. Pertumbuhan ini didorong oleh tiga pilar utama: e-commerce, layanan keuangan digital, dan adopsi teknologi AI. Kemenangan kompetitif kini tidak lagi ditentukan oleh harga murah atau logistik cepat, melainkan oleh kombinasi antara kedahsyatan teknologi dan kepercayaan konsumen.
Perubahan perilaku konsumen menjadi indikator awal pergeseran ini. Data survei Omnisend terhadap 4.000 responden di pasar maju (AS, Inggris, Kanada, Australia) pada Juli 2025 menunjukkan dominasi mesin pencari mulai tergeser. Sekitar 50% pembeli kini menggunakan Generative AI untuk membantu belanja minimal sebulan sekali, dengan AS mencatat penetrasi tertinggi di 53%.
Konsumen tidak lagi sekadar mencari, tetapi menggunakan AI untuk riset produk mendalam (57%), mendapatkan rekomendasi personal (45%), serta membandingkan penawaran guna menemukan harga terbaik (40%). Marty Bauer dari Omnisend menjelaskan, “Googling sering kali menghadirkan iklan, konten SEO, dan puluhan tab yang membingungkan. Sebaliknya, alat AI generatif memberi jawaban singkat seperti saran teman yang berpengetahuan, sehingga lebih mudah dipahami saat mengambil keputusan beli.”
GenAI mampu menyaring informasi berlebihan, merangkum poin penting, dan langsung mengarahkan pengguna ke solusi. Menariknya, seperempat responden (25%) kini percaya bahwa rekomendasi produk dari ChatGPT lebih baik daripada hasil pencarian Google. Dampak psikologisnya juga terasa: 27-29% konsumen merasa belanja jadi lebih ringan dengan bantuan AI. Di AS, 12,5% pembeli lebih mungkin membeli jika didukung validasi AI, sementara di Australia angkanya mencapai 13,9%.
Namun, transisi ke Agentic Commerce tidak bebas hambatan. Dari sisi konsumen, survei Omnisend mencatat 85% masih memiliki setidaknya satu kekhawatiran serius. Mereka ingin dibantu memilah informasi, tetapi enggan menyerahkan kendali penuh atas keuangan kepada mesin. Sekitar 32% masih menolak AI menyelesaikan transaksi secara otonom.
Kekhawatiran utama meliputi privasi dan keamanan data (43%), kesalahan memahami preferensi (37%), hingga rekomendasi tidak relevan akibat bias algoritma (35%). Keraguan serupa terjadi di kalangan penjual. Riset Lazada bersama Kantar yang melibatkan 1.214 penjual di Asia Tenggara menunjukkan 68% sudah mengenal AI, tetapi penerapan nyata baru mencapai 37%.
Di Indonesia, terdapat kesenjangan 10% antara penjual yang mengaku pakai AI (52%) dan penerapan aktual (42%). Meskipun 89% mengakui AI meningkatkan produktivitas dan 93% percaya AI menghemat biaya jangka panjang, sebanyak 61% masih meragukan manfaat keseluruhan. Selain itu, 64% menyebut biaya dan waktu implementasi sebagai hambatan, dan 75% mengungkap karyawan mereka lebih nyaman dengan perangkat lama.
Tantangan utama bagi platform e-commerce modern adalah menjembatani kesenjangan antara teknologi canggih (high tech) dan kebutuhan akan kepercayaan tinggi (high trust). Lazada merespons dengan strategi ganda: membangun kepercayaan melalui LazMall sekaligus mengerahkan pasukan agen cerdas untuk efisiensi.
LazMall adalah kanal premium terkurasi dalam platform Lazada yang dirancang khusus untuk memberikan pengalaman belanja aman dan terpercaya. Strategi ini terbukti efektif saat Festival Belanja 11.11 (10-13 November 2025), di mana LazMall mencatat pertumbuhan lebih dari 23 kali lipat dibanding hari biasa. Dikenal sebagai mal virtual terbesar di Asia Tenggara, LazMall menampung lebih dari 32.000 brand dengan empat jaminan utama:
Produk dijamin asli 100% dengan uang kembali jika terbukti palsu, pengembalian gratis dalam 30 hari melalui kurir atau drop-off, pengiriman tepat waktu dengan kompensasi jika terlambat, serta ekosistem perlindungan menyeluruh yang mencakup seleksi ketat penjual, deteksi proaktif berbasis AI terhadap produk pelanggar HKI, dan kolaborasi strategis dengan pemerintah serta pemilik merek lewat portal Intellectual Property Protection (IPP).
Di samping fondasi kepercayaan, Lazada menghadirkan serangkaian agen AI yang disebut sukses mendukung momen 11.11. “Kami sedang beralih dari penggunaan AI sebagai alat bantu menjadi kopilot yang mampu memahami, menganalisis, dan bertindak secara real time,” kata Carlos Barrera. Integrasi ini menghasilkan sejumlah agen spesifik:
AI Lazzie, didukung Large Language Model Alibaba (Qwen), hadir sebagai asisten belanja berbasis percakapan. Dalam uji coba, fitur ini mendorong peningkatan pesanan sebesar 42% dan interaksi AI naik 50%. Fitur SmartStack-nya secara otomatis menggabungkan promo terbaik bagi pengguna. Agen Pengembalian Dana menyederhanakan penyelesaian purna jual dengan verifikasi bukti dan negosiasi otomatis. Lebih dari 35% permintaan refund kini ditangani otomatis dalam hitungan menit dengan akurasi di atas 99%. Agen Logistik memberikan solusi instan untuk masalah pengiriman dalam 20 detik (sebelumnya butuh 45 menit), menjamin transparansi real time. Agen Product Listing membantu penjual membuat judul, deskripsi, dan gambar produk, menghemat rata-rata 11 jam kerja dan meningkatkan page views hingga 180%. Agen Pemasaran menyesuaikan penempatan iklan secara dinamis berdasarkan intensi pembeli untuk mengoptimalkan ROI penjual.
Lazada menekankan bahwa teknologi hanya bernilai jika diadopsi dengan baik. “AI akan menjadi bagian integral dari ekosistem e-commerce. Oleh karena itu, kami mengembangkan berbagai fitur AI yang menjawab kebutuhan penjual, dari pembuatan daftar produk, pengelolaan hubungan pelanggan, hingga peningkatan konversi penjualan,” ujar Amelia Tediarjo, Head of Business Growth and Operations Lazada Indonesia.
Untuk mempermudah transisi, Lazada meluncurkan Online Sellers Artificial Intelligence Readiness Playbook sebagai panduan bagi penjual. “Sebagai pemimpin di industri eCommerce Asia Tenggara, kami berupaya menjembatani kesenjangan ini dengan menyediakan solusi AI yang mudah diakses bagi setiap penjual, tanpa memandang ukuran bisnis atau kemampuan teknis,” kata James Dong, CEO Lazada Group.
Hasilnya mulai terlihat: 67% penjual menyatakan kepuasan terhadap fitur AI Lazada. Fitur Generative AI (GenAI) terbaru seperti AI Smart Product Optimisation (untuk penyempurnaan konten), AI-Powered Translations (untuk penerjemahan konten), dan Lazzie Seller (asisten khusus penjual) kini tersedia, sehingga era Agentic Commerce tidak hanya dinikmati perusahaan besar, tetapi juga seluruh ekosistem perdagangan digital.
Pergeseran menuju Agentic Commerce bukan sekadar adopsi teknologi baru, melainkan transformasi dari era di mana konsumen harus kerja keras memilah informasi, menuju era di mana teknologi bekerja proaktif melayani kebutuhan manusia. Salah satu tantangan terbesar ke depan adalah sejauh mana rasa aman bisa ditanamkan. Fenomena keraguan konsumen terhadap AI dan keengganan penjual meninggalkan cara lama menegaskan bahwa jargon high tech tidak cukup tanpa didampingi high trust. Kecepatan dan efisiensi yang ditawarkan agen cerdas harus berjalan seiring dengan jaminan keamanan dan transparansi.
Strategi Lazada yang memadukan kurasi melalui LazMall sebagai benteng kepercayaan dan pengerahan ‘pasukan’ agen AI untuk efisiensi, menawarkan cetak biru menarik bagi ekosistem e-commerce. Masa depan belanja online tampaknya tentang kolaborasi, di mana AI menangani kompleksitas data dan logistik, sementara manusia—baik penjual maupun pembeli—memiliki keleluasaan untuk fokus pada nilai, kreativitas, dan pengambilan keputusan strategis.
Untuk Indonesia yang berada di ambang ledakan ekonomi digital, kesiapan merangkul era Agentic Commerce sangat krusial. Dengan menjembatani kesenjangan adopsi teknologi melalui edukasi dan alat yang mudah diakses, pasar Indonesia tidak hanya akan menjadi konsumen teknologi, tetapi juga pemain kunci yang tangguh di kancah global.
Data riset terbaru dari McKinsey Global Institute (2024) menunjukkan bahwa negara-negara yang berhasil mengintegrasikan AI dalam ekosistem e-commerce dengan pendekatan berbasis kepercayaan, seperti Singapura dan Korea Selatan, mengalami peningkatan GMV hingga 35% dalam dua tahun pertama. Studi kasus dari Tokopedia mengungkap bahwa penerapan AI untuk rekomendasi produk personal mampu meningkatkan conversion rate sebesar 28% dan mengurangi bounce rate sebesar 22%. Infografis internal Lazada juga mencatat bahwa penggunaan AI Lazzie meningkatkan rata-rata waktu sesi belanja dari 4,2 menit menjadi 7,8 menit, menandakan peningkatan keterlibatan pengguna yang signifikan.
Dunia e-commerce sedang menulis babak baru sejarahnya. Di tengah ledakan teknologi dan perubahan perilaku konsumen, satu prinsip tetap tak tergoyahkan: kepercayaan adalah mata uang paling berharga. Bagi siapa pun yang ingin unggul di era Agentic Commerce, kunci suksesnya bukan hanya seberapa canggih teknologinya, tetapi seberapa dalam ia mampu membangun kepercayaan. Indonesia, dengan basis digitalnya yang masif dan dinamis, berdiri di persimpangan menentukan—siap tidak siap, masa depan sudah mulai hari ini.
Baca juga Info Gadget lainnya di Info Gadget terbaru

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.