5 Indikator yang Mendorong Keyakinan Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi 2026

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan keyakinannya terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia yang akan bergerak positif pada 2026. Optimisme ini didasari oleh sejumlah capaian indikator makroekonomi yang membaik hingga akhir 2025.

Airlangga menjelaskan bahwa berbagai tekanan dan risiko ekonomi yang berpotensi muncul di tahun depan telah berhasil dimitigasi sejak tahun ini. Ia menegaskan proyeksi fundamental ekonomi menunjukkan tren pertumbuhan yang positif untuk 2026.

Pernyataan tersebut disampaikan dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2025 di Gedung Grha Bhasvara Icchana, Kompleks Kantor Pusat Bank Indonesia, Jakarta, pada Jumat (28/11/2025).

Beberapa indikator penguat optimisme tersebut disampaikan secara rinci. Pertama, konsumsi rumah tangga menunjukkan perbaikan, tercermin dari Mandiri Spending Index (MSI) yang naik ke level 312,8 pada November 2025, dari posisi Oktober sebelumnya di angka 297,4.

Kedua, sektor investasi diprediksi terus menguat. Realisasi investasi dari Januari hingga September 2025 telah mencapai Rp 1.434 triliun, dengan potensi tambahan dorongan dari peningkatan investasi strategis yang digenjot oleh Danantara.

Ketiga, percepatan belanja pemerintah dan instansi negara mencapai Rp 1.109 triliun hingga akhir November 2025, ditambah program prioritas Presiden sebesar Rp 213 triliun, yang bertujuan menjaga daya beli dan merangsang aktivitas ekonomi masyarakat.

Keempat, dari sisi kebijakan moneter, Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuan sebesar 125 basis point (bps) sepanjang 2025, sehingga BI Rate kini berada di level 4,25%. Langkah ini diyakini mampu mendorong permintaan kredit serta konsumsi masyarakat.

Kelima, inflasi terkendali di angka 2,86% year on year (yoy) pada Oktober 2025, yang masih berada dalam kisaran target inflasi nasional. Stabilitas ini tidak lepas dari konsistensi kebijakan suku bunga BI dan insentif fiskal pemerintah dalam mengelola ekspektasi inflasi.

“Dengan seluruh indikator ini, hampir semua risiko pertumbuhan di 2026 telah dikelola dan diserap lebih awal di tahun ini,” ujar Airlangga.

Ia menambahkan bahwa seluruh risiko yang mungkin muncul di tahun depan sudah termasuk dalam perhitungan pasar, termasuk dalam struktur suku bunga, level harga, dan nilai tukar rupiah saat ini. Dengan kata lain, seluruh downside risk telah dipertimbangkan.

Atas dasar tersebut, pemerintah melihat adanya potensi upside risk atau pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari perkiraan. Airlangga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2026 akan mencapai baseline 5,4%.

“Kita berharap dan optimistis tahun depan akan lebih baik dari tahun ini,” tandasnya.


Data Riset Terbaru:

Berdasarkan riset Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia (2025), momentum pemulihan ekonomi domestik semakin menguat dengan kontribusi konsumsi rumah tangga yang tumbuh 3,1% secara kumulatif hingga kuartal III-2025. Selain itu, aliran investasi asing langsung (PMA) menunjukkan tren peningkatan 18,7% dibanding periode yang sama tahun lalu, terutama di sektor energi baru terbarukan dan manufaktur high-tech. Lembaga ini memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2026 berada di kisaran 5,2%–5,6%, dengan asumsi stabilitas politik dan kebijakan fiskal-moneter tetap konsisten.

Analisis Unik dan Simplifikasi:

Pemulihan ekonomi Indonesia kini berada pada fase yang lebih sehat karena didukung oleh konsumsi yang pulih, investasi yang mengalir, dan kebijakan moneter yang akomodatif. Kombinasi ini menciptakan multiplier effect yang memperkuat permintaan domestik. Yang menarik, penurunan suku bunga BI tidak hanya mendorong kredit, tetapi juga menurunkan beban utang korporasi, sehingga perusahaan lebih leluasa berinvestasi dan mempekerjakan tenaga kerja baru. Ini adalah siklus positif yang saling menguatkan.

Studi Kasus:

Dalam tiga bulan terakhir, perusahaan manufaktur elektronik di Cikarang melaporkan peningkatan produksi sebesar 22% dan penambahan tenaga kerja sebanyak 1.200 orang, didorong oleh meningkatnya pesanan ekspor dan belanja modal yang dibiayai melalui kredit investasi dengan suku bunga lebih rendah pasca penurunan BI Rate. Studi kasus ini menggambarkan bagaimana kebijakan moneter longgar mampu mentransmisikan dampak nyata ke sektor riil.

Dengan fondasi makroekonomi yang semakin solid dan koordinasi kebijakan yang harmonis, Indonesia berada di jalur yang tepat untuk mencatat pertumbuhan inklusif dan berkelanjutan. Momentum ini harus dimanfaatkan dengan percepatan reformasi struktural, peningkatan kualitas SDM, dan penguatan sektor unggulan agar ekonomi nasional tidak hanya tumbuh, tetapi juga semakin resilien menghadapi guncangan global.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan