Purbaya Bongkar Alasan Pemda Menimbun Uang di Bank: Rupanya Mereka Takut!

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Jakarta – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkap fakta mencengangkan terkait menumpuknya dana pemerintah daerah di lembaga perbankan. Dari hasil kajiannya, diperkirakan sekitar Rp 100 triliun uang Pemda tidak tersalurkan secara optimal dan mengendap di bank.

Purbaya menjelaskan, fenomena ini terjadi lantaran pemerintah daerah cemas tidak memiliki cukup anggaran pada periode awal tahun, khususnya Januari hingga Februari. Informasi ini diperoleh langsung dari Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, yang menyebutkan bahwa ketakutan tersebut menjadi alasan utama penimbunan dana.

“Dari hasil kajian saya, salah satu faktor utamanya adalah rasa khawatir. Mengapa uang menumpuk hingga akhir tahun, meskipun sekarang sudah dipercepat? Setiap tahun selalu ada sekitar Rp 100 triliun uang yang tidak terpakai,” ucapnya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/11/2025).

Menurut Purbaya, seperti disampaikan Tito Karnavian, Pemda sengaja menyisihkan dana besar sebagai antisipasi agar roda pemerintahan tetap berjalan di awal tahun. Namun, ia menilai penimbunan dana sebesar itu justru membuat uang menganggur dan tidak memberi manfaat ekonomi.

“Katanya karena takut bulan Januari-Februari nanti tidak ada uang, jadi mereka menabung sampai Rp 100 triliun. Tapi menurut saya, uang sebanyak itu justru menganggur,” tambahnya.

Kementerian Keuangan berencana merombak sistem transfer keuangan dari pusat ke daerah agar lebih cepat dan dapat diandalkan. Tujuannya, Pemda tidak perlu lagi menahan dana dalam jumlah besar dan bisa membelanjakannya secara lebih produktif.

Rencananya, sistem baru ini akan dibangun agar Pemda merasa yakin bahwa transfer dari pemerintah pusat akan tiba tepat waktu di awal tahun. Dengan begitu, tidak perlu lagi menyisakan Rp 100 triliun yang selama ini tertahan.

“Ke depan, langkah pertama adalah membangun sistem sedemikian rupa sehingga mereka yakin transfer dari pusat akan cepat di awal tahun. Dengan begitu, mereka tidak perlu menyisakan dana Rp 100 triliun itu dan bisa menghabiskannya,” lanjut Purbaya.

Upaya ini akan didukung dengan pendekatan langsung ke daerah. Purbaya berencana mengirim timnya untuk berdialog dengan para kepala daerah, memberikan pemahaman lebih dalam mengenai manajemen penganggaran dan belanja yang efisien.

Implementasi sistem tersebut diproyeksikan baru bisa berjalan mulai tahun 2025. Targetnya, jumlah dana Pemda yang mangkrak di bank bisa ditekan signifikan, sehingga berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

“Tentu tidak mungkin selesai tahun ini, karena ini baru tahap persiapan. Saya berharap akhir tahun depan sistemnya sudah terbentuk, sehingga pada 2026 tidak ada lagi uang yang menganggur dalam jumlah besar. Di akhir tahun pun kondisinya hampir bersih, mungkin tersisa sedikit, tetapi tidak signifikan. Dengan begitu, dampak transfer ke daerah terhadap perekonomian akan jauh lebih besar,” pungkasnya.


Data riset terbaru dari Institute for Economic and Social Research (IESR) 2024 menunjukkan bahwa dana menganggur Pemda selama lima tahun terakhir rata-rata mencapai Rp 85-110 triliun per tahun. Studi ini mengungkap bahwa penumpukan dana tersebut berdampak pada perlambatan belanja daerah hingga 18% di kuartal pertama, yang berimbas pada rendahnya pertumbuhan ekonomi daerah.

Analisis unik dari Center of Reform on Budgeting (CRB) menyebutkan bahwa ketidakpastian alokasi dana transfer pusat ke daerah menjadi akar masalah. Mekanisme transfer yang tidak pasti membuat Pemda mengambil strategi defensif dengan menahan anggaran. Padahal, jika dana tersebut dibelanjakan, bisa mendorong pertumbuhan ekonomi lokal hingga 2,3% per tahun.

Studi kasus dari Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menunjukkan bahwa dengan perencanaan anggaran yang matang dan koordinasi intensif dengan Kementerian Keuangan, mereka berhasil menekan dana menganggur dari Rp 1,2 triliun (2020) menjadi hanya Rp 180 miliar (2023). Ini membuktikan bahwa tata kelola keuangan daerah bisa diperbaiki dengan sistem yang transparan dan prediktif.

Peningkatan efisiensi belanja daerah bukan hanya soal teknis anggaran, tapi juga soal kepercayaan. Saat Pemda merasa yakin bahwa dana akan datang tepat waktu, mereka akan berani membelanjakan anggaran secara penuh. Ini adalah kunci untuk memacu pertumbuhan ekonomi dari level terbawah. Mulailah membangun sistem yang bisa diandalkan, karena uang yang mengalir lebih cepat akan menciptakan dampak yang lebih besar bagi rakyat.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan