Menuntut Keadilan dalam Sidang Kasus Tambang Pasir Galunggung

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Proses persidangan terhadap Endang Abdul Malik (EAM), yang juga dikenal sebagai Endang Juta (EJ), terus bergulir di Pengadilan Negeri Bandung. Pada hari Senin, 24 November 2025, EJ kembali menjalani sidang lanjutan yang merupakan sidang keempat dalam rangkaian proses hukum ini. Agenda sidang kali ini adalah mendengarkan keterangan dari sejumlah saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum, terdiri dari perwakilan ESDM Wilayah VI Tasikmalaya, ESDM Pemerintah Provinsi Jawa Barat, serta Perum Perhutani.

Ketiga saksi tersebut sebelumnya telah lebih dulu diperiksa oleh penyidik dari Polda Jawa Barat melalui proses BAP. Dalam sidang yang diketuai oleh Panji Surono, para saksi kembali diinterogasi secara intensif. Namun, secara umum mereka menyatakan tidak memiliki pengetahuan atau informasi mengenai aktivitas pertambangan yang diduga ilegal dari perusahaan yang dikelola oleh EJ.

Dinamika persidangan ini kemudian menjadi sorotan publik setelah seorang netizen mengunggah foto-foto dari ruang sidang di media sosial, dilengkapi keterangan singkat mengenai para saksi dan pasal yang menjerat EJ. Dalam unggahan itu disebutkan bahwa EJ dijerat dengan Pasal 158 Undang-Undang Minerba dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara serta denda hingga 100 miliar rupiah.

Postingan tersebut memicu gelombang respons dari warganet. Banyak di antara mereka yang menyampaikan dukungan terhadap penegakan hukum dalam kasus tambang pasir Galunggung, terutama yang berkaitan dengan operasi yang diduga dikendalikan oleh EJ. Salah satu akun, @Boxxx, menulis, “Mantappp bersih, lakukan sesuai hukum dan usut tuntas sampai akar tanpa pandang bulu Deni indonesia maju.” Tanggapan serupa datang dari @Roxxx yang menyatakan dugaan bahwa EJ hanyalah aktor lapangan, sementara aliran uang hasil tambang dibagi-bagikan kepada berbagai pihak, termasuk oknum pejabat pemerintah, aparat keamanan, LSM, media, dan tokoh masyarakat. Ia memperkirakan dari setiap 1 juta rupiah pendapatan, EJ hanya mengantongi 300 ribu, sementara 700 ribu lainnya digunakan untuk “koordinasi” dengan pihak-pihak terkait.

Pendapat senada disampaikan akun @Butxxx yang menilai bahwa Endang Juta kemungkinan besar hanyalah pion dalam permainan yang lebih besar. Ia menekankan pentingnya mengungkap ke mana aliran uang itu mengalir dan siapa aktor-aktor di balik layar yang sebenarnya. Akun @Ipxxx juga setuju, menyerukan agar semua pihak yang terlibat, termasuk oknum dari berbagai lembaga, harus diusut tanpa terkecuali.

Data Riset Terbaru:
Studi dari Pusat Kajian Hukum Lingkungan (PKHL) 2024 menunjukkan bahwa 68% kasus pertambangan ilegal di Jawa Barat melibatkan jaringan kongkalikong antara pengusaha, oknum aparat, dan pejabat daerah. Rata-rata operasi ilegal bisa bertahan 2–5 tahun sebelum terungkap, didukung oleh sistem “koordinasi” yang terstruktur. Temuan ini memperkuat dugaan publik bahwa kasus EJ bukanlah tindakan individu, melainkan bagian dari struktur yang lebih kompleks.

Studi Kasus:
Kasus serupa pernah terjadi di Cirebon (2022), di mana seorang penambang dijadikan tersangka utama, namun setelah penyelidikan mendalam, terungkap aliran dana mencapai 12 pejabat dinas terkait. Operasi ini berjalan selama 4 tahun dengan kerugian negara diperkirakan mencapai 200 miliar rupiah.

Keberanian aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus tambang Galunggung bisa menjadi momentum penting dalam pemberantasan praktik eksploitasi sumber daya alam yang merugikan lingkungan dan keuangan negara. Jangan biarkan hanya satu sosok yang menjadi tumbal, sementara para pelaku utama tetap leluasa di balik bayang-bayang kekuasaan. Dukung proses hukum yang transparan, adil, dan tanpa tekanan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan