Banjir Setinggi 1 Meter Terjang Permukiman Warga di Medan Akibat Sungai Meluap

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pemukiman di sepanjang bantaran Sungai Babura, Medan, pagi ini digenangi air akibat luapan sungai setelah diguyur hujan lebat. Lebih dari puluhan rumah warga terendam banjir dengan ketinggian air mencapai sekitar 1 meter.

Pantauan detikSumut pada Kamis (27/11/2025) di Kelurahan Petisah Hulu, Kecamatan Medan Baru, menunjukkan genangan air sudah memasuki area permukiman. Warga mulai mengamankan barang-barang elektronik dengan memindahkannya ke tempat yang lebih tinggi. Sebagian lain memilih membawa perabotan rumah ke loteng untuk menghindari kerusakan.

Delfi, salah seorang warga setempat, mengatakan air mulai meluap sejak dini hari. Ia menyebut air mulai masuk ke dalam rumah menjelang waktu subuh. “Hujan turun terus dari tengah malam sampai sekarang tidak berhenti. Kami jadi tidak bisa tidur, dan ternyata saat mau subuh air sudah mulai naik ke dalam rumah,” ujarnya.

Ia mengungkapkan kekhawatiran karena hujan masih terus berlangsung, yang berpotensi membuat ketinggian air semakin naik. Tidak hanya di sekitar Sungai Babura, banjir juga terjadi di beberapa wilayah lain di Kota Medan, termasuk pemukiman di sekitar Sungai Deli dan Kampung Lalang.

Banjir tahunan di Medan kembali menunjukkan tantangan penanganan drainase dan tata kelola sungai di kota besar. Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat curah hujan ekstrem di Sumatera Utara dalam sepekan terakhir, dengan intensitas melebihi 100 mm per hari di beberapa stasiun pengamatan. Studi dari Universitas Sumatera Utara (2024) menunjukkan bahwa 60% aliran sungai di Medan mengalami penyempitan akibat okupasi permukiman, memperparah risiko banjir saat musim hujan.

Infografis dari Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan (2023) mencatat bahwa Sungai Babura memiliki kapasitas normal 45 meter kubik per detik, namun saat hujan deras mampu membawa aliran hingga 78 meter kubik per detik, melampaui daya tampung. Studi kasus penanganan banjir di kawasan Asia Tenggara (ASEAN Disaster Monitoring, 2023) menunjukkan kota yang menerapkan naturalisasi sungai dan revitalisasi daerah resapan mampu mengurangi frekuensi banjir hingga 40%.

Menghadapi kondisi ini, diperlukan pendekatan terpadu antara penataan ruang, normalisasi sungai, dan partisipasi masyarakat. Kesadaran kolektif untuk tidak mendirikan bangunan di bantaran sungai serta upaya pemerintah dalam memperkuat infrastruktur drainase menjadi kunci utama. Setiap hujan yang turun seharusnya menjadi berkah, bukan bencana. Saatnya kita bergerak bersama: jaga sungai, selamatkan kota, lindungi masa depan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan