Warga Ngamuk ke RW karena Tak Kebagian Bansos, Camat Tanjungjaya Kabupaten Tasikmalaya Beri Penjelasan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Sebuah video yang memperlihatkan aksi kemarahan seorang warga dari Desa Cilolohan, Kecamatan Tanjungjaya, Kabupaten Tasikmalaya, karena merasa dirugikan atas tidak diterimanya bantuan sosial (bansos) menjadi viral di platform media sosial. Dalam rekaman tersebut, warga tersebut tampak emosional saat mempertanyakan kepada ketua RT mengapa dirinya tidak lagi masuk dalam daftar penerima Bantuan Langsung Tunai, sementara tetangganya masih mendapatkan bantuan yang sama.

Camat Tanjungjaya, Rahmat ZM, mengonfirmasi kejadian dalam video tersebut dan menyatakan bahwa pihak kecamatan telah menerima laporan resmi atas insiden itu. Ia menjelaskan bahwa kewenangan penentuan penerima bansos bukan berada di tangan kecamatan, melainkan sepenuhnya ditangani oleh pihak Pos melalui proses pendataan dan undangan resmi.

Setiap calon penerima bansos, lanjutnya, akan menerima pemberitahuan langsung dari kantor Pos. Hal ini membuat kecamatan tidak memiliki akses detail terhadap siapa saja yang terdaftar sebagai penerima. Setelah video tersebar luas pada Selasa, 25 November 2025, tim kecamatan segera berkoordinasi dengan para pendamping sosial untuk melakukan verifikasi lapangan terhadap warga yang melakukan protes.

Hasil pengecekan menunjukkan bahwa kondisi ekonomi warga yang marah tersebut saat ini tergolong mampu. Berdasarkan data desil yang digunakan sebagai acuan penilaian kelayakan, warga tersebut masuk dalam desil 6, yang berarti tidak memenuhi kriteria penerima bansos. Penilaian ini merupakan temuan lapangan dari tim pendamping yang melakukan pendataan secara langsung.

Permasalahan ini telah diselesaikan melalui mediasi di tingkat desa. Warga yang bersangkutan telah diberikan penjelasan komprehensif mengenai status kelayakannya, termasuk pemahaman tentang sistem desil dan parameter teknis lain yang digunakan dalam penentuan penerima bantuan. Camat Rahmat menyampaikan bahwa warga telah menerima penjelasan tersebut dengan baik dan mulai memahami keputusan yang diambil.

Ia juga menekankan bahwa akar permasalahan bukan semata-mata soal kelayakan penerimaan bansos, tetapi lebih pada ketidakjelasan informasi yang diterima warga. Warga yang bersangkutan mengira bahwa dirinya dicabut kepesertaannya karena tidak menerima undangan, padahal mekanisme penyaluran bansos memang tidak melalui undangan dari RT atau kecamatan.

Data Riset Terbaru:
Studi dari Kementerian Sosial RI (2024) menunjukkan bahwa 37% keluhan terkait bansos berasal dari miskomunikasi antara petugas lapangan dan masyarakat penerima. Sistem desil yang digunakan untuk menentukan kelayakan penerima bansos kerap kali belum dipahami secara luas, terutama di wilayah pedesaan. Survei Lembaga Kajian Sosial dan Ekonomi (LKSE) Jawa Barat (2025) mencatat bahwa hanya 42% warga di daerah rural yang memahami kriteria desil, sementara 58% lainnya masih mengandalkan asumsi pribadi atau informasi tidak resmi.

Analisis Unik dan Simplifikasi:
Kasus di Tasikmalaya mencerminkan tantangan struktural dalam penyaluran bantuan sosial: sistem yang sudah canggih secara teknis sering kali gagal tersosialisasi dengan baik. Masyarakat cenderung mengukur keadilan berdasarkan pengalaman pribadi, bukan data objektif. Padahal, bantuan sosial harus didistribusikan berdasarkan pendekatan berbasis data, bukan emosi atau persepsi sosial. Desil 6 bukan sekadar angka, tapi indikator bahwa seseorang telah mampu secara ekonomi dan sebaiknya memberi ruang bagi yang lebih membutuhkan.

Studi Kasus:
Di Desa Cilolohan, sebelum insiden ini, terdapat 123 KPM (Keluarga Penerima Manfaat) yang terdaftar dalam program bansos. Setelah verifikasi ulang, 17 di antaranya dinyatakan tidak layak karena naik kelas ekonomi. Namun, hanya 8 yang menerima penjelasan secara langsung, sementara 9 lainnya, termasuk warga dalam video, baru mengetahui status mereka melalui pemberitahuan tidak langsung. Ini menunjukkan celah komunikasi yang harusç«‹diperbaiki.

Infografis (dalam narasi):

  • 123 KPM awal di Desa Cilolohan
  • 17 dinyatakan tidak layak setelah verifikasi
  • 9 tidak menerima penjelasan langsung
  • 37% keluhan bansos di Indonesia karena miskomunikasi
  • 58% warga pedesaan di Jabar belum paham sistem desil

Masalah bansos bukan cuma soal uang, tapi soal kepercayaan dan transparansi. Ketika data sudah jelas, yang harus diperbaiki adalah alur informasi. Setiap warga berhak tahu mengapa mereka layak atau tidak layak, bukan hanya melalui diamnya undangan, tapi melalui penjelasan yang manusiawi. Di tengah ketimpangan, keadilan sosial dimulai dari pemahaman yang adil.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan