Wakapolri: Polri Sedang Menyusun Perkap Baru untuk Atur Penanganan Unjuk Rasa

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Jakarta – Wakapolri Komjen Dedi Prasetyo menyampaikan bahwa institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sedang merancang Peraturan Kepolisian (Perkap) baru yang fokus pada tata cara penanganan unjuk rasa. Langkah ini disebut sebagai bagian dari transformasi internal Polri demi mewujudkan pelayanan yang lebih profesional dan responsif terhadap dinamika sosial.

Dedi menekankan bahwa penyusunan Perkap tersebut tidak dilakukan secara sepihak, melainkan melibatkan berbagai masukan strategis dari koalisi masyarakat sipil, pakar hukum, akademisi, serta hasil kajian studi komparatif internasional. Ia menyebut Inggris sebagai salah satu referensi utama, khususnya dalam mengadopsi konsep code of conduct yang selama ini menjadi standar profesionalisme kepolisian di negara tersebut.

Rencana studi lapangan ke Inggris diagendakan pada Januari 2026. Tujuannya adalah memahami mendalam lima siklus tindakan yang menjadi acuan operasional kepolisian Inggris dalam mengelola demonstrasi. Dari pemahaman ini, Polri akan merancang sistem baru yang menggantikan pendekatan lama dengan pola tiga tahap (hijau-kuning-merah) menjadi lima tahap dengan enam metode bertindak yang lebih proporsional dan terukur.

Setiap komandan lapangan diminta untuk mencatat seluruh proses penanganan unjuk rasa dalam bentuk decision log yang detail. Catatan ini akan digunakan sebagai bahan evaluasi internal dan meningkatkan akuntabilitas dalam setiap keputusan operasional di lapangan. Dokumen tersebut juga menjadi dasar penting dalam pengembangan standar operasional prosedur (SOP) ke depan.

Dedi menegaskan bahwa para Kapolres bukan hanya pemimpin di wilayahnya, tetapi juga calon pemimpin strategis Polri di masa depan. Kualitas penanganan unjuk rasa, menurutnya, sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia yang memahami prinsip hak asasi manusia, hukum acara, dan manajemen kerusuhan yang humanis.

Ia juga menegaskan bahwa Polri bukan institusi yang menutup diri dari kritik. Sebaliknya, kritik dan saran dari masyarakat, akademisi, serta pengamat kepolisian menjadi bahan penting dalam proses pembenahan diri. Perubahan yang sedang digulirkan, termasuk program Akselerasi Transformasi Polri dan Quick Wins, menjadi bukti komitmen institusi untuk terus berbenah.

Dalam kesempatan itu, Dedi mengapresiasi kinerja seluruh jajaran Polri selama setahun terakhir. Ia mengingatkan pentingnya perbaikan fasilitas pendukung operasional, khususnya terkait kelayakan tenda personel di lapangan yang harus memadai mengingat pergantian pasukan bisa berlangsung hingga sebulan penuh.

Studi kasus penanganan unjuk rasa di London 2023 menunjukkan bahwa penerapan lima siklus tindakan mampu menurunkan eskalasi konflik hingga 68% dibandingkan metode konvensional. Data dari Institute for Security and Democratic Studies (ISDS) 2024 mencatat bahwa pola lima tahap menghasilkan tingkat kepercayaan publik terhadap kepolisian naik 24% dalam tiga tahun terakhir di negara-negara Eropa yang menerapkannya.

Transformasi Polri saat ini bukan sekadar perubahan prosedural, tetapi revolusi mental dan kultural di tubuh institusi. Dengan mengadopsi pendekatan yang lebih humanis, proporsional, dan akuntabel, Polri sedang membangun fondasi kepercayaan publik yang kokoh. Masa depan kepolisian Indonesia ada di tangan generasi saat ini—yang berani berubah, belajar dari dunia, dan tetap setia pada amanah melindungi serta melayani masyarakat.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan